Sada Social: Facebook Semakin Gencar Blokir Konten Terkait Palestina

Konten tentang Palestina unggahan aktivis-jurnalis banyak yang diblokir Facebook.

AP/Martin Meissner
Ikon aplikasi Facebook di ponsel (Ilustrasi). Menurut Sada Social, Facebook dan Instagram telah memblokir sebanyak 1.500 postingan terkait Palestina pada 2021.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sebuah kelompok sukarelawan Palestina yang memantau Facebook telah memperingatkan bahwa platform media sosial itu telah semakin gencar memblokir dan menekan konten soal Palestina. Konten itu berasal dari unggahan oleh jurnalis, aktivis, dan influencer Palestina.

Dalam sebuah laporan, kelompok sukarelawan Sada Social menyebutkan, Facebook telah membatasi jangkauan akun influencer Palestina ketika mereka menyoroti masalah lingkungan Shaikh Jarrah dan Jalur Gaza belum lama ini. Menurut statistik yang dikeluarkan oleh grup tersebut, Facebook telah melarang pengguna mencapai tagar "Al-Aqsa" pada tahun 2021, di mana banyak aktivis menulis tentang peristiwa yang terjadi di Palestina.

"Facebook dan Instagram telah memblokir sebanyak 1.500 postingan pada 2021. Hampir 44 persen unggahan oleh jurnalis dan lembaga media autentik," kata spesialis media sosial dan direktur Sada Social, Iyad Refai, dilansir Anadolu pada Jumat (4/2/2022).

Refai mengatakan, akses ke akun yang meliput insiden di Palestina dibatasi melalui algoritme yang mengidentifikasi konten digital. Ia menyebut, kata-kata baru ditingkatkan untuk memperluas praktik pembatasan.

Baca Juga


Facebook menangkap kata-kata seperti "untuk mendukung perjuangan Palestina" dan kata-kata lain sejenisnya lalu memblokir akun tersebut. Selain itu, praktik pembatasan telah diperluas ke nama-nama faksi, pemimpin, atau martir Palestina di samping gambar atau video apa pun yang terkait dengan ini.

"Setelah setiap pelanggaran terjadi, kami menghubungi Facebook untuk menceritakan kisah kami. Semua diskusi dengan mereka tentang pentingnya memiliki standar adopsi yang jelas dan pasti dari konsep tentang kekerasan dan kebencian karena kebijakan Facebook tidak mengikuti standar PBB tentang kekerasan dan kebencian," kata Refai.

Dalam pernyataan tahunannya, Sada Social mengatakan, ada disparitas dengan upaya para pembela hak atas kebebasan berekspresi dan rasa aman di ruang digital. Ia mengamati, pada 2021, ada kecenderungan yang berkembang untuk memaksakan kekuatan koersif pada praktik masyarakat di ruang digital.

Refai mengatakan, seruan berulang-ulang ke Facebook untuk mengakhiri bias yang ditunjukkan terhadap konten Palestina belum berbuah hasil. Ia menyebut, telah terjadi peningkatan serangan terhadap platform media selama liputan perang dan peristiwa baru-baru ini di Yerusalem. Halaman berita Palestina, seperti Maydan al Quds pun akhirnya ditarik pada November tahun lalu.

"Ini adalah perusahaan Amerika Serikat dan hukum Amerika Serikat mendefinisikan perjuangan Palestina sebagai tindakan terorisme," kata Refai mengeluhkan kebijakan Facebook.

Menurut statistik tahunan yang dirilis oleh Sada Social, lebih dari 390 warga Palestina ditahan oleh pasukan Israel dan diinterogasi karena menyoroti masalah terkait Palestina di Facebook.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler