Jejak Keraton Mangkunegaran Surakarta Menanam Kopi di Wonogiri
Mangkunegaran mulai menanam kopi di wilayahnya pada 1814.
JAKARTA — Wilayah di Jawa Tengah yang dikenal sebagai penghasil kopi, berkisar di Temanggung, Wonosobo, ataupun Tegal. Tak banyak yang tahu bahwa Soloraya alias Surakarta juga memiliki sejarah kopi yang panjang.
Hingar bingar produk kopi Jawa Barat yang saat itu merajai pasar kopi di Belanda, juga membuat Keraton Mangkunegaran Surakarta, tergoda. Terlebih wilayah Mangkunegaran juga memiliki tanah pegunungan, seperti di daerah Wonogiri, sebagian Karanganyar, dan Karangpandan, yang cocok untuk ditanam kopi.
Mengutip web milik Dinas Urusan Istana Puro Mangkunegaran www.puromangkunegaran.com, disebutkan Puro Mangkunegaran mulai menanam kopi di wilayahnya pada 1814. Bibit kopi diperoleh dari Kebun Kopi Gondosini di daerah Bulukerto, Wonogiri.
Baca Juga:
Era Kopi Saset akankah Segera Berakhir?
Kopi Minuman Kesukaan Orang Saleh
Tidak lama setelah dinobatkan menjadi raja, Mangkunegara IV mulai memperluas tanaman kopi ke wilayah Honggobayan, Keduwang dan Karangpandan. Hal ini dikarenakan tempat yang cocok untuk penanaman kopi, masih berada di tangan para penyewa pengusaha Eropa. Untuk memperluas pembudidayaan kopi, Mangkunegara IV melakukan alih fungsi hutan di wilayah Wonogiri.
Pada awal tahun 1850 baru ada empat wilayah penting bagi penanaman kopi di Mangkunegaran. Tetapi sejak pembebasan tanah-tanah apanage (tanah jabatan sebagai gaji) maka kawasan kopi berkembang menjadi 24 wilayah.
Penanaman kopi di 24 wilayah Mangkunegaran ini ditangani secara serius. Tidak tanggung-tanggung Keraton Mangkunagaran Surakarta mendatangkan administratur kopi dari Eropa, Rudolf Kampff untuk mengorganisir pananaman kopi.
Sejak dekade pertama perluasan penanaman kopi, Keraton Mangkunegaran telah memperoleh peningkatan hasil yang cukup baik. Dari produksi 1.208 kwintal pada 1842 telah meningkat menjadi 11.145 kwintal pada 1857.
Dengan besarnya keuntungan ini, pada 1857 Mangkunegara IV bersikeras untuk mencoba mengakhiri persewaan tanah apanage di wilayahnya. Tujuannya agar ia dapat mengambilalih pembudidayaan kopi di Mangkunegaran dari para pengusaha Eropa.
Upaya Mangkunegara IV dengan dukungan rakyatnya mampu menanam tanaman kopi sebanyak 6.056.203 pohon di 1863. Dari jumlah itu sebanyak 5.037.356 pohon di antaranya telah berbuah.
Sayangnya, kopi produksi Mangkunegaran tidak dapat dijual langsung ke pasaran bebas, karena berlaku politik monopoli oleh pemerintah Hindia Belanda. Untuk menambah pendapatan, Mangkunegara IV meminta petinggi Belanda menaikkan harga kopinya di atas harga pasaran. Residen Jeekel bersedia menaikkan harga kopi Mangkunegaran sebesar f 26,66 per pikul.
Selama periode antara 1871-1881, Mangkunegara IV berhasil menambah kas kerajaan sebesar f 13.873.149,97 atau rata-rata f 1.261.195,45 per tahun dari hasil produksi kopi.
Mangkunegaran telah memperkuat basis ekonomi modern saat itu dengan mengembangkan perkebunan kopi dan gula. Komoditas kopi mampu meningkatkan perekonomian Mangkunegaran karena perannya dalam menopang kehidupan praja dengan dikelola secara serius dan diatur dengan manajemen yang profesional