Saat Ilmuwan Barat Belajar dari Muslim
Ilmuwan Barat yang diajarkan di sekolah-sekolah ternyata menyadur karya-karya ilmuwan Muslim.
Sejarah hubungan Eropa dan dunia Islam tak melulu antagonistik. Meski trauma konflik keduanya seperti masih sukar hilang, ada juga saling tukar pengetahuan antara keduanya.
Ada zamannya, ilmuwan-ilmuwan, pemikir, dan sastrawan Eropa belajar banyak dari rekan-rekan Muslim mereka. Meminjam gagasan-gagasan cemerlang yang kemudian memicu zaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita jalani sekarang. Berikut sedikit di antara mereka
Fibonacci (1170-1250)
Fibonacci dikenal sebagai pionir matematika dari Italia. Di sekolah-sekolah, pria bernama asli Leonardo dari Pisa di Italia itu dikenal dengan deret terkenalnya. Pria itu ternama setelah menerbitkan buku terkenalnya, Liber Abacci.
Yang jarang diketahui, menurut profesor sejarah Islam di Warburg Institute,University of London, buku itu hampir bergantung sepenuhnya pada karya Al Khawarizmi yang terbit pada abad ke-9. Fibonacci mengetahui karya itu karena pernah bepergian ke Afrika Utara. Selain itu, tiga karya al-Khwarizmi telah diterjemahkan ke bahasa Latin kala itu.
Melalui Fibonacci, Eropa akhirnya menggunakan angka Hindu-Arab yang sudah populer di dunia Islam sebelumnya serta menggunakan sistem angka nol yang jauh lebih ringkas ketimbang angka Latin yang jamak di Eropa kala itu. Dan dari situ kemudian revolusi matematika modern dimulai.
Roger Bacon (1219-1292)
Bacon disebut sebagai bapaknya empirisme dalam ilmu pengetahuan. Ilmuwan sekaligus pendeta dari Inggris itu disebut memulai revolusi ilmu pengetahuan di Eropa dengan menerapkan metode uji coba saintifik.
Faktanya, dalam bukunya Opus Majus, pendeta ini mengaku belajar dari Ibn al-Haytham soal optik dan empirisme, serta dari Ibn Rushd dan Ibn Sina soal filosofi. Ibn al-Haytham yang lahir sekitar 200 tahun sebelum Bacon memang sedianya ilmuwan yang mengenalkan percobaan empiris.
Ibn al-Haytham menolak percaya begitu saja dengan teori-teori ilmuwan terdahulu tanpa melakukan uji coba untuk membuktikan teori-teori tertentu.
Thomas Aquinas (1225-1274)
Aquinas sedianya lebih tepat disebut salah satu filosof dan teolog Kristen paling penting di abad pertengahan. Ia berupaya mendamaikan teologi Kristen dengan akal dan filosofi-filosofi terdahulu. dari mana Aquinas mendapat ide tersebut?
Ia diketahui menyadur pemikiran-pemikiran filosofis dan komentar terhadap filsafat Yunani dari Ibn Rusyd, Ibn Sina, dan Al Ghazali. Ia kemudian menggunakan teologi kalam mereka dalam konteks agama Kristen.
Nicolaus Copernicus (1473-1543)
Copernicus terkenal atas teori fenomenalnya bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari. Ide itu membuatnya dikutuk gereja karena disebut menyalahi doktirn Kristiani yang meyakini Bumi sebagai pusat semesta.
Dalam bukunya, De Revolutionibus, ia menuturkan bahwa kesimpulan itu didasari teori dan pengamatan oleh al-Battani, Thabit ibn Qurra, al-Zarqali, Ibn Rusyd, dan al-Bitruji. Para astronom Muslim tersebut memang tak pernah sampai pada kesimpulan yang diambil Copernicus. Tapi, pengamatan cermat yang mereka lakukan dari berbagai observatorium di dunia Islam dan kemudian dituliskan dalam rerupa buku tabel pergerakan benda-benda langit jadi sandaran Copernicus.
Isaac Newton (1643-1727)
Newton, sang perumus teori grafitasi, kalkulus, dan optik terkenal dengan ucapannya, "Saya berdiri di pundak para raksasa". Di antara "raksasa" tersebut adalah Muslim. Di perpustakaan Newton, ditemukan karya-karya Ibn al-Haytham, Jabir al Hayyan, dan Ibn Tufail. Jejak empirisme dan telaah optik dari Ibn al-Haytham disebut nampak jelas dalam karya-karyanya.
Spinoza, John Locke, Daniel Defoe
Pada 1708, Universitas Oxford menerbitkan terjemahan novel filosofis Hayy ibn Yaqzhan karya Ibn Tufail. Buku yang mulanya terbit pada awal abad ke-12 alias 700 tahun sebelumnya itu membayangkan perkembangan akal manusia secara mandiri terlepas dari pengaruh masyarakat.
Amsal yang digunakan Ibn Tufail adalah seorang anak yang lahir di pulau terpencil dan dibesarkan seekor kijang. Intinya, menurut Ibn Tufail, manusia bisa mencapai kebenaran secara merdeka dengan pikirnnya sebdiri.
Ketika diterjemahkan di Eropa, novel tersebut menggemparkan. Buku itu demikian populer dan memengaruhi banyak cendekiawan dari Spinoza, John Locke, sampai Daniel Defoe yang menirunya dalam novel Robinson Crusoe. n