Strategi BIN Percepat Vaksinasi Covid-19
BIN menjalankan kebijakan bahwa hingga Desember 2022 diharapkan target 25 juta vaksin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua tahun berlalu, alih-alih pandemi berakhir, yang terjadi justru harus bertarung kembali dengan virus Covid-19 varian baru bernama Omicron.
Perjuangan panjang dan melelahkan dialami oleh seluruh bangsa. Namun, segenap elemen masyarakat tetap berkomitmen bergandeng tangan untuk mengatasinya, termasuk memanfaatkan teknologi dalam membantu percepatan program vaksinasi.
Peran teknologi ini menjadi sangat besar ketika Indonesia hadapi tantangan besar melawan pagebluk. Pengembangan vaksin yang umumnya membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun, dengan pemanfaatan teknologi canggih, vaksin bisa dikembangkan hanya dalam dua tahun. Tidak heran, jika Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan pencapaian target vaksinasi melebihi 318 juta suntikan.
“Indonesia pernah mengalami kondisi sangat mengerikan di satu titik. Kami harus memonitor seluruh dinamika perkembangan ini di dalam negeri,” ujar Deputi Bidang Intelijen Dalam Negeri Badan Intelijen Negara (BIN), Mayjen TNI Edmil Nurjamil dalam keterangan persnya, Selasa (8/2/2022).
Dalam diskusi daring bertajuk ‘Percepatan Vaksinasi dan Peran Teknologi’ yang berlangsung pada Kamis, 3 Februari 2022, Edmil memaparkan, “Atas perintah Presiden, BIN mengambil porsi untuk terlibat langsung menangani Covid-19. Pertama, melakukan percepatan vaksinasi untuk menuju kekebalan komunal bekerja sama dengan TNI/Polri, institusi pemerintah di 34 provinsi.”
Strategi yang dilakukan oleh BIN sesuai arahan Kepala BIN Budi Gunawan adalah mendatangi langsung atau door to door ke setiap rumah warga. Hal ini dilakukan BIN untuk menyasar masyarakat atau daerah yang belum tersentuh oleh sentra vaksinasi, termasuk anak-anak sekolah. Juga, melakukan vaksinasi di daerah permukiman kumuh, hingga ke daerah-daerah terpencil, terluar, dan sulit dijangkau.
“BIN menjalankan kebijakan bahwa hingga Desember 2022 diharapkan target 25 juta vaksinasi untuk semua golongan bisa tercapai. Bahkan, jika memadai insya Allah bisa di atas 25 juta,” ungkap Edmil.
Dalam kondisi sangat mendesak (extra ordinary), Indonesia membutuhkan kesiapan organisasi semacam BIN yang punya kecepatan tinggi dalam mencapai daerah terpencil, selain TNI/Polri. Hal tersebut diutarakan oleh Marcelino Pandin, Wakil Ketua Umum AAKI (Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia).
“Selain kesiapan organisasi, BIN juga memiliki disposisi (sikap) yang sama terhadap vaksinasi mulai dari pimpinan puncak hingga ke daerah bahwa vaksin itu baik. Juga, memiliki sumber daya yang mampu memobilisasi, birokrasi yang pendek dan efisien sehingga mampu menggelar operasi vaksinasi dengan cepat. Terakhir, memiliki jaringan komunikasi yang luas dan mengakar ke tokoh-tokoh nasional dan lokal sehingga bisa menembus sekat-sekat sosial masyarakat dan mengatasi resistensi,” ucap Marcelino.
Inovasi teknologi juga menjadi perhatian BIN dalam mendukung percepatan program vaksinasi ini. Seperti dijelaskan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BIN, Armi Susandi, “BIN dalam waktu singkat bisa mengembangkan sistem informasi PREMISE (Prediksi Pandemik Virus Covid-19) bekerja sama dengan ITB. Ini satu-satunya di Indonesia sistem informasi yang lengkap sekali, bagaimana prediksi Covid-19 secara digital, yang bisa menjangkau seluruh wilayah di Indonesia.”
Lalu, BIN membuat aplikasi untuk pengelolaan vaksin, yakni bernama CORVIS (Covid-19 Response and Prevention System). “Dengan teknologi ini (CORVIS), kita tahu persis kapan vaksin akan kadaluarsa, vaksin apakah berkurang, mana prioritas vaksin untuk lansia dan anak-anak, sehingga petugas BIN jika akan melaksanakan vaksinasi akan lebih efektif berdasarkan data-data yang dimiliki,” ucap Armi.
BIN juga memiliki laboratorium intelijen berskala besar satu-satunya di Indonesia dan menjadi gudangnya para ilmuwan. “Kata kuncinya, kita harus punya kemampuan, menguasai teknologi. Jika menggunakan bantuan luar negeri harus dengan syarat ada transfer knowledge agar tidak ketergantungan,” ujar Armi.
Guru Besar Universitas Trisakti sekaligus Tenaga Profesional Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dadan Umar Daihani menekankan bahwa teknologi bukan sekedar perangkat dan peralatan, melainkan seluruh upaya manusia dalam mencari cara untuk menyelesaikan suatu masalah.
“Research is research, tetapi saat implementasi perlu integrator yang menghubungkan dunia penelitian dan dunia implementasi, disinilah nampaknya BIN telah berperan dengan baik,” kata Dadan.
Jika semua program, termasuk pengembangan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi diintegrasikan dengan baik seperti yang dilakukan BIN, tambah Dadan, maka kebijakan akan dapat diimplementasikan dengan baik dan tepat.
Meski bernilai besar dan mahal, namun investasi teknologi tidak akan pemah sia-sia. Seperti kata Dadan, ancaman ke depan akan lebih besar, termasuk ancaman biologi (virus). “Jika kita menguasai teknologi, punya sumber daya manusia, koordinasi yang baik, maka tidak akan tergantung pihak-pihak (negara) lain. Kita yang akan menggerakkan teknologi, jangan digilas teknologi,” ujarnya.