Pegasus, Spyware Israel untuk Memata-matai Pejabat Negara Hingga Aktivis

Pegasus adalah spyware atau perangkat pengintai yang dapat menyusup ke ponsel.

Republika
Pegasus, perangkat mata-mata buatan Israel. Pegasus, Spyware Israel untuk Memata-matai Pejabat Negara Hingga Aktivis
Rep: Febryan. A Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegasus, spyware yang dibuat oleh perusahaan teknologi Israel NSO Group, kembali menjadi sorotan usai munculnya laporan polisi Israel menggunakannya untuk memata-matai pejabat pemerintah dan aktivis penentang eks Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Sejumlah laporan sebelumnya juga menyebut bahwa Pegasus digunakan berbagai pemerintah dunia untuk memata-matai aktivis, jurnalis, dan bahkan kepala negara.

Baca Juga


Lantas, apa sebenarnya Pegasus dan bagaimana sepak terjangnya selama ini? Dalam situs resminya, NSO Group menggambarkan dirinya sebagai perusahaan pembuat teknologi yang membantu lembaga pemerintah mencegah dan menyelidiki terorisme dan kejahatan untuk menyelamatkan ribuan nyawa di seluruh dunia.

Mengutip Aljazirah, Pegasus adalah spyware atau perangkat pengintai yang dapat menyusup ke ponsel lalu mengambil data pribadi dan lokasi. Pegasus juga dapat mengontrol mikrofon dan kamera ponsel tanpa sepengetahuan atau seizin pemiliknya.

Beberapa informasi yang dapat diakses Pegasus adalah foto, pencarian web, kata sandi, daftar panggilan, komunikasi, dan unggahan media sosial. Sialnya, semua penyusupan dan pencurian data pribadi oleh Pegasus itu tak bisa dideteksi.

Berdasarkan temuan para peneliti, Pegasus dapat menyusup tanpa interaksi pengguna alias "zero click". Artinya, serangan spyware itu hanya membutuhkan sebuah sistem operasi yang dipasang atau aplikasi rentan tertentu.

 

Sebanyak 17 organisasi berita telah melakukan investigasi terkait Pegasus. Investigasi dilakukan dengan menyelidiki 50 ribu nomor ponsel. Laporan investigasi ini diterbitkan oleh jurnalisme nonprofit Forbidden Stories yang berbasis di Paris dan Amnesty International.

Investigasi ini menemukan dugaan para klien NSO memilih 1.000 individu di 50 negara sebagai target potensial sejak 2016. Daftar target itu di antaranya adalah 189 jurnalis, 600 lebih politikus serta pejabat pemerintah, 65 eksekutif bisnis, dan 85 aktivis hak asasi manusia.

Terdapat pula sejumlah kepala negara yang jadi target, seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan. Lantas siapa klien NSO ini? Laporan konsorsium media mengatakan sebagian besar klien Pegasus tersebar di 10 negara, yakni Azerbaijan, Bahrain, Hungaria, India, Kazakhstan, Meksiko, Maroko, Rwanda, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Usai laporan itu terbit, Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard menolak klaim NSO bahwa teknologinya digunakan untuk pekerjaan penegakan hukum. Sementera itu, lembaga The Citizen Lab menyoroti risiko pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena klien Pegasus banyak berada di negara yang punya catatan pelanggaran HAM.

Pada Juli 2021, kantor kejaksaan Paris membuka penyelidikan atas tuduhan dinas intelijen Maroko memata-matai beberapa jurnalis Prancis menggunakan Pegasus. Maroko telah membantah tuduhan itu.

 

November lalu, Departemen Perdagangan AS memasukkan NSO Group ke daftar hitam, melarangnya mengakses teknologi AS. Pencekalan NSO Group itu dikarenakan Pegasus telah digunakan untuk "penindasan transnasional".

Apple juga menggugat NSO Group dan menyebutnya sebagai "tentara bayaran abad ke-21 yang amoral". Facebook juga menggugat NSO Group di pengadilan federal AS karena diduga menargetkan sekitar 1.400 pengguna Whatsapp.

Sejumlah gugatan juga dilayangkan beberapa jurnalis dan aktivis di berbagai negara Timur Tengah. Sebab, mereka meyakini ponsel mereka diretas oleh Pegasus.

Merespons berbagai temuan itu, NSO Group membantah telah melakukan kesalahan. NSO juga mengaku tidak mengidentifikasi para kliennya.

NSO menyatakan produknya dimaksudkan melawan penjahat dan "teroris" dan hanya dijual kepada badan-badan keamanan negara atas persetujuan Kementerian Pertahanan Israel. Menurut NSO, hasil investigasi organisasi media itu penuh dengan asumsi yang salah dan teori yang tidak didukung.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler