Pemerintah India Dinilai Langgar Konstitusi Soal Pelarangan Hijab
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Polemik pelarangan pemakaian hijab di sekolah dan universitas di Negara Bagian Karnataka, India, masih terus bergulir. Pengadilan Tinggi Karnataka, pada Rabu (9/2/2022), mendengarkan petisi yang diajukan gadis-gadis Muslim. Dalam petisinya, mereka meminta pemerintah mengizinkan penggunaan hijab di lembaga pendidikan.
Di hadapan para hakim, seorang advokat senior yang menjadi pengacara para gadis Muslim tersebut, Devadatt Kamat, mengatakan, praktik mengenakan hijab dilindungi di bawah hak kebebasan beragama. Hal tersebut dijamin konstitusi India. Oleh karena itu, negara tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pelarangan.
Pengadilan Tinggi Karnataka memutuskan merujuk kasus itu ke panel hakim yang lebih besar. Ketua Menteri Karnataka Basavaraj Bommai telah memutuskan menutup seluruh lembaga pendidikan di wilayahnya selama tiga hari. "Saya mengimbau kepada semua siswa, guru, dan manajemen sekolah serta perguruan tinggi, termasuk masyarakat Karnataka, untuk menjaga perdamaian dan kerukunan," katanya lewat akun Twitter pribadinya.
Bommai adalah tokoh yang juga berasal dari partai Perdana Menteri India Narendra Modi, yakni Bharatiya Janata Party (BJP). Pekan lalu, pemerintahan Bommai menerbitkan arahan bahwa semua institusi pendidikan harus mengikuti aturan berpakaian yang ditetapkan manajemen.
Anggota dewan legislatif Karnataka dari partai oposisi Kongres, Kaneez Fathima, menyalahkan BJP atas ketegangan horizontal yang kini tengah berlangsung akibat pelarangan penggunaan hijab. "Kami telah mengenakan hijab selama bertahun-tahun tanpa masalah. Tapi sekarang isu ini tiba-tiba diangkat oleh kelompok BJP dan Hindutva untuk meningkatkan ketegangan komunal," ujarnya, dikutip laman Aljazirah. Hindutva merupakan kelompok sayap kanan Hindu.
Kampus-kampus di Karnataka telah menyaksikan peningkatan pertikaian antara mahasiswa Muslim dan Hindu. Kalangan mahasiswa Muslim mengutuk pelarangan penggunaan hijab. Sementara kelompok mahasiswa Hindu menyebut pemakaian hijab oleh siswa atau mahasiswa di kelas telah mengganggu pendidikan mereka.
"Tiba-tiba mereka mengatakan Anda tidak seharusnya memakai jilbab. Mengapa mereka memulai sekarang?" kata Ayesha, mahasiswi Muslim di Mahatma Gandhi Memorial College yang berlokasi di kota pesisir Udupi.
Ayesha mengungkap, seorang dosen telah melarangnya mengikuti ujian kimia karena mengenakan hijab. "Kami tidak menentang agama apa pun. Kami tidak memprotes siapa pun. Ini hanya untuk hak kami sendiri," ucapnya.
Selama empat hari, 28 gadis Muslim melakukan aksi protes di depan kampus Junior Pre-University yang juga terletak di distrik Udupi, Karnataka. Melarang telah dilarang masuk karena mengenakan hijab. "Dosen-dosen kami memberi tahu kami bahwa mereka tidak akan mengizinkan kami masuk ke ruang kelas atau mengajar kami tanpa perintah pemerintah," kata Farheen (bukan nama sesungguhny), seorang mahasiswi perdagangan.
Farheen dan teman-temannya mengaku merasa sangat terluka dan terhina atas peraturan tersebut. Pada Senin (7/2) lalu, Farheen dan mahasiswi Muslim lainnya diizinkan memasuki kampus. Namun mereka ditempatkan di ruang kelas terpisah.
Pada momen itu, seorang pejabat dari departemen pendidikan sempat menyambangi mereka. "Lepaskan hijab kalian. Jika kalian berpegang pada ini, kalian akan kehilangan pendidikan kalian," kata Farheen menirukan ucapan pejabat tersebut.
Farheen sama sekali tak mengerti mengapa situasi seperti sekarang dapat terjadi. "Kami sudah duduk di kelas selama bertahun-tahun dengan hijab. Sekarang tiba-tiba mereka memperlakukan kami seperti penjahat dan menahan kami di ruang kelas terpisah. Kami terluka," ucapnya.
Keputusan kampus menempatkan mereka di ruang kelas terpisah telah memicu kemarahan di kalangan mahasiswa lain dan aktivis. Perbuatan itu dianggap sebagai "apartheid agama".
Kendati telah memicu pergolakan, BJP tetap membela peraturan larangan penggunaan hijab di ruang kelas. Menurut partai sayap kanan Hindu itu, pemakaian hijab melanggar aturan tentang seragam.
"Lembaga pendidikan bukanlah tempat untuk mengamalkan agama seseorang. Gadis-gadis harus fokus pada pendidikan dan datang ke perguruan tinggi untuk belajar, bukan untuk menegaskan identitas," kata juru bicara BJP Ganesh Karnik.
Mantan menteri utama Karnataka, Siddaramaiah, menyalahkan pemerintahan BJP karena dinilai mencoba menciptakan ketidakharmonisan atas nama "hijab". "(Pemerintah) menolak pendidikan untuk gadis-gadis Muslim," ujarnya.
Bulan lalu, pemerintah Karnataka menerbitkan dekrit yang melarang penggunaan hijab bagi siswi di sekolah menengah atas negeri. Dekrit tersebut kemudian segera menyebar ke lembaga pendidikan lain di negara bagian tersebut.
Benih pergolakan terjadi ketika enam mahasiswi Muslim di sebuah perguruan tinggi di Udupi ditolak masuk ke ruang kelas. Mereka dianggap melanggar aturan pemerintah berkenaan dengan pemakaian hijab. Alih-alih melepaskan hijab, keenam mahasiswi itu justru menentang peraturan itu. Mereka akhirnya dipaksa duduk di luar kelas, tepatnya di tangga.
Sejak kejadian bulan lalu itu, polemik soal pelarangan hijab di Karnataka, yang 12 persen populasinya adalah Muslim, terus meluas.