Studi: 1 dari 10 Nakes di Australia Berpikir untuk Bunuh Diri Saat Pandemi

Pandemi memberikan tekanan besar pada sistem perawatan kesehatan dan nakes

AP/Daniel Cole
Perawat selama jeda dalam shift Malam Tahun Baru di unit perawatan intensif Covid-19. Pandemi memberikan tekanan besar pada sistem perawatan kesehatan dan nakes. Ilustrasi.
Rep: Santi Sopia Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA - Pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan besar pada sistem perawatan kesehatan dan tenaga kesehatan (nakes) di seluruh dunia. Lebih dari satu dari 10 petugas kesehatan di Australia melaporkan pikiran untuk bunuh diri atau melukai diri sendiri selama pandemi, menurut penelitian baru yang diterbitkan pekan ini. Kurang dari setengahnya mencari bantuan profesional.

“Ini baru Februari, tetapi ini adalah makalah terpenting yang akan saya terbitkan tahun ini,” tulis Marie Bismark, seorang dokter kesehatan masyarakat dan salah satu penulis studi tersebut di Twitter seperti dilansir Euronews, Jumat (11/2/2022).

Petugas kesehatan telah memberikan segalanya selama pandemi di Australia. Pelayan medis disebut sedang tidak baik-baik saja.

“Saya berharap penelitian kami akan membantu petugas kesehatan lain yang berjuang menyadari bahwa mereka tidak sendirian. Kita semua berhak mendapatkan tempat kerja di mana kita merasa aman, didukung, dan dihargai,” tambahnya.

Ada lebih dari 10,5 persen dari 7.795 petugas kesehatan yang telah disurvei atau sekitar 819 orang. Mereka punya pikiran untuk bunuh diri atau melukai diri sendiri selama periode dua pekan gelombang kedua pandemi Australia antara Agustus dan Oktober 2020.

Petugas kesehatan yang memiliki teman atau keluarga terinfeksi Covid-19 memiliki peluang lebih tinggi untuk berpikiran bunuh diri atau melukai diri sendiri, menurut penelitian. Mayoritas mereka tinggal sendiri, usia yang lebih muda, dan gender laki-laki.

Hampir 90 persen dari mereka yang memiliki pikiran untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri mengatakan menderita kelelahan fisik maupun emosional. Sebanyak 69 persen dari mereka yang tidak memiliki pikiran tersebut juga dilaporkan merasa kelelahan emosional. Bentuk lain dari kelelahan, kecemasan, PTSD, dan depresi juga umum terjadi pada mereka yang memiliki pikiran untuk bunuh diri atau melukai diri sendiri.

Temuan studi menunjukkan di seluruh Australia ribuan petugas kesehatan akan bekerja setiap hari dengan pikiran bahwa hidup mereka tidak layak untuk dijalani atau perlu melukai diri sendiri. Petugas kesehatan menghadapi hambatan praktis dan budaya untuk mencari bantuan. Jam kerja yang panjang, kerja shift, komitmen panggilan, serta ketersediaan terbatas layanan yang dapat diakses dan tepat membuat lebih sulit bahkan bagi mereka yang mencari dukungan profesional.

Baca Juga


Stigma dan ketakutan akan konsekuensi profesional juga mencegah beberapa petugas kesehatan mengakses dukungan. Penelitian di Eropa menunjukkan cerita serupa. Laura Hyde Foundation, sebuah badan amal kesehatan mental di Inggris untuk petugas kesehatan, melakukan survei daring terhadap 850 pekerja di layanan kesehatan nasional Inggris antara Maret dan April 2021. Hasilnya menunjukkan staf mungkin kehilangan dukungan karena persepsi yang berkelanjutan. Selain itu, ada stigma yang melekat pada kesehatan mental yang buruk.

Lebih dari setengah responden merasa tidak nyaman mengambil layanan dukungan kesehatan mental. Dua alasan utama adalah takut mengecewakan rekan-rekan mereka dan dicoret dari daftar medis. Di Spanyol, penelitian serupa menemukan bahwa prevalensi pikiran dan perilaku bunuh diri di antara pekerja rumah sakit selama gelombang pertama pandemi adalah 8,4 persen.

“Jangan salah, kita sekarang memasuki pandemi baru,” kata Liam Barnes, Ketua Yayasan Laura Hyde, tahun lalu.

Pandemi jadi masalah kesehatan mental bagi pekerja garis depan yang meningkat pada saat darurat nasional. Para ahli di Denmark, Inggris, AS, dan Afrika Selatan menulis makalah bersama tentang bagaimana petugas kesehatan harus didukung dengan baik di masa depan dalam pandemi dan seterusnya.

Mereka menyerukan tingkat staf yang memadai dan upah yang adil untuk pekerja. Selain itu, pertolongan pertama psikologis selama masa krisis, beban kerja yang berat atau kondisi kerja menantang, serta dukungan jangka panjang melalui program dukungan kesehatan mental yang dapat diakses.

Makalah ini juga meminta para pemimpin layanan kesehatan untuk memberi contoh dan membantu menghilangkan stigma yang terkait dengan masalah kesehatan mental di antara staf layanan kesehatan. Berikut juga menumbuhkan budaya kerja transparansi, kepercayaan, rasa hormat, keterbukaan, kesetaraan, empati, dan dukungan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler