Transaksi Pameran IKM Bali Bangkit Capai Rp 1,5 Miliar
Sebelum pandemi, IKM dan UMKM cenderung fokus pada pasar ekspor.
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali mencatat Pameran IKM Bali Bangkit tahap I 2022 yang digelar 20 Januari-16 Februari 2022 berhasil membukukan transaksi hingga Rp 1,5 miliar lebih.
"Pelaku IKM/UMKM tidak boleh cengeng dan mudah mengeluh karena modal utama yang harus dimiliki seorang wirausaha adalah semangat dan daya juang," kata Ketua Dekranasda Provinsi Bali Putri Suastini Koster di Denpasar, Bali, Kamis (17/2/2022).
Menurut dia, dalam perjalanan Pameran IKM Bali Bangkit yang telah dilaksanakan dari awal 2021 di Taman Budaya, Denpasar, ada beberapa peserta yang tereliminasi karena tak kuat menghadapi tantangan. "Selain bertujuan membantu pemasaran produk, Pameran IKM Bali Bangkit merupakan bagian dari upaya memperbaiki pola yang sebelumnya melenceng," ucap istri Gubernur Bali itu.
Sebelum situasi pandemi, ujar dia, pelaku IKM dan UMKM cenderung fokus pada pasar ekspor sehingga produk mereka lebih dikenal di luar, tetapi asing bagi masyarakat lokal. "Kita bangga ketika produk menembus pasar mancanegara, tetapi orang kita tak ada yang memakai. Nah, giliran ekspor macet, saudara sendiri tak melirik produk kita," ujarnya.
Berangkat dari persoalan itu, Dekranasda Bali berusaha membangkitkan kembali IKM Bali sekaligus memperbaiki tata kelolanya. Pelan tapi pasti, banyak pihak mulai melirik pameran IKM Bali Bangkit karena menampilkan produk lokal berkualitas.
Pada Pameran IKM Bali Bangkit 2021, kata Putri Koster, berhasil mencatatkan transaksi sebesar Rp 20 miliar. Baginya, angka tersebut merupakan capaian yang luar biasa di tengah situasi pandemi.
"Bayangkan kalau kita hanya berdiam diri di rumah dan kehilangan semangat, siapa yang akan memberi uang sebanyak itu? Bisa jadi alat tenun juga sudah rusak dimakan rayap," katanya.
Sebelumnya, saat menutup Pameran IKM Bali Bangkit I 2022, ia juga menyinggung upaya pelestarian kain tenun tradisional seperti endek dan songket. Kain endek yang diproduksi secara massal di luar daerah menimbulkan banyak kerugian.
"IKM tenun kita mati, pasar kita diambil karena konsumen tak sadar membeli produk dari luar. Ekonomi juga tak kuat karena peredaran uang ke luar Bali," kata dia.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan masyarakat Bali untuk tidak terlalu cuek. Namun bukan berarti ia mengajak masyarakat mengedepankan fanatisme sempit. "Maksud saya, kalau ingin memakai endek, pastikan itu diproduksi oleh perajin Bali. Kalau ingin memakai batik, pastikan itu dibuat oleh saudara kita di Jawa, demikian juga kalau ingin Songket Palembang," katanya.