Tantangan Membina Mualaf di Daerah Pedalaman
Mualaf merupakan bagian dari asnaf yang butuh perhatian umat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mualaf merupakan bagian dari asnaf yang butuh perhatian umat. Beragam kisah mengenai perja lanan dan pembinaan mualaf terus diupayakan lembaga amil zakat. Mereka terjun ke daerah pedalaman untuk membina para mualaf.
Salah satu kisahnya datang dari seorang relawan Laznas Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Ustaz Nur Hadi yang mengabdi di wilayah Maluku Utara, Papua. Pada 2016 lalu, Ustaz Nur Hadi mendengar informasi mengenai hadirnya suku Togotil yang hidup di pe dalaman hutan Papua.
"Mereka pada saat itu tidak mengenal pakaian, rumah mereka juga hanya beratapkan daun, sehingga jika kita amati lebih dalam kondisi mereka benar-benar memprihatinkan,"kata Ustaz Hadi saat dihubungi Republika, belum lama ini.
Jangankan untuk memahami apa itu konsep agama, orang-orang suku Togotil bahkan tidak mengenal konsep masyarakat sosial. Setelah melakukan observasi dan mencoba untuk tinggal di dalam hutan, Ustaz Nur Hadi merasakan kepiluan yang dahsyat tentang mereka.
Jika hujan tiba, kata dia, orang-orang suku Togotil akan kehujanan meski berada di dalam rumah. Keprihatinan lainnya mulai tampak dari hari ke hari dalam masa pengamatan tinggal bersama itu. Dari momentum itu, dia menyebut niat melakukan pembinaan kepada suku Togotil pun dilakukan.
Suku Togotil itu ada tiga kriteria. Yaitu, mereka yang sering keluar ke luar hutan, mereka yang sesekali ke hutan, dan mereka yang menetap di hutan. Maka kami putuskan, sasaran kami adalah fokus melakukan pembinaan pada yang tipe pertama dan kedua, ujar dia.
Pada tahap awal, Ustaz Hadi melakukan pendekatan dengan menyosialisasikan sandang, pangan, dan papan kepada suku tersebut. Lambat laun, pembinaan dilakukan dengan mengajarkan mereka ke dunia pertanian dan ketahanan pangan.
Setelah kebutuhan da sar mereka ter penuhi, langkah selanjutnya ada lah mengenalkan bagaimana dan apa itu agama Islam. Sebelumnya, suku Togotil tidak mengenal konsep kebersihan rohani dan jasmani. Dengan diperkenalkannya Islam, lambat laun mereka pun mengenal apa itu konsep ke bersihan.
"Bayangkan, kawasan hutan itu berdekatan dengan sungai, tapi mereka tidak pernah mau membersihkan diri. Nah, begitu kita kenalkan Islam, kita ajarkan bahwa Islam adalah agama yang mencintai kebersihan, mereka pun berangsur-angsur mulai hidup dengan bersih,"ujar dia.
Hingga saat ini, terdapat 100 orang lebih dari suku Togotil yang telah memeluk Islam dan mendalami agama Islam dengan kuat. Untuk itu, kata Ustaz Nur Hadi, BMH pun membangunkan mushala dan sarana keagamaan lainnya kepada mereka agar senantiasa semangat dalam mendalami Islam yang lebih kaffah.
Kisah seorang Mualaf penuntut ilmu
Di daerah pedalaman lainnya, Sariman tinggal bersama suku Akit. Suku yang terletak di Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, itu terasing dari kehidupan masyarakat sekitar. Sariman pun masih asing terhadap Islam. Terlebih, anak kedua dari tiga bersaudara ini memiliki latar
belakang agama non-Muslim. Hanya dia yang kemudian menjadi mualaf sehingga menjadi satu-satunya Muslim pada saat seluruh keluarganya masih non-Muslim.
Tak hanya soal agama, Sariman mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan. Dia harus menempuh jarak lima kilometer dengan berjalan kaki agar dapat mengenyam pendi dikan di SD Tebun, Kecamatan Rangsang, Ka bupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Kondisi demikian tak pernah membuat Sari man patah arang. Dengan teguh, bersama anak Suku Akit yang lain, dia terus berjuang un tuk mengenyam pendidikan. Selain mela ku kan aktivitas bersekolah, Sariman kecil mengisi hari- harinya dengan belajar mengaji. Dengan mengikuti kegiatan pengajian, Sariman mendapatkan lebih banyak pembelajaran. Ini alasan yang membuatnya ikut bergabung, meski ketika itu dia belum mengucap syahadat.
Di Islam kita diberikan akses untuk belajar terus-menerus, meskipun dulu saya belum (mengucap) syahadat, namun saya tetap diberikan kesempatan untuk belajar, bahkan saya hafal bacaan shalat dan nama-nama nabi sebelum saya jadi mualaf, ujar dia mengenang.
Keinginan Sariman untuk terus belajar mengantarkannya ke Sekolah Cendekia Baznas. Dengan bantuan akses Baznas Kabu paten Meranti dan Baznas Provinsi Riau, Sariman berangkat sambil berniat mengubah wajah desa untuk dicerahkan.
Dengan giat belajar dan menghafal, hingga hari ini siswa kelas 10 di Sekolah Cendekia Baznas tersebut telah hafal 6 Juz serta 85 hadis pilihan. Sariman memiliki impian menjadi seorang guru agama serta wirausaha. Dia menegas kan, warga Suku Akit yang menjadi guru sangat langka. Fakta tersebut menjadikannya semangat berilmu.
"Pengusaha pun masih terbi lang jarang di suku yang mendiami pedalaman Riau tersebut. Saya harus mewujudkan itu, agar rantai keilmuan terus berjalan, saya ingin hadirkan cahaya hidayah untuk warga di sana, khususnya keluarga,"ungkap dia.