Semakin Banyak Negara Dukung Resolusi PBB Agar Rusia Hentikan Serangan
Hingga Selasa (1/2/2022) malam sudah 94 negara yang mendukung resolusi PBB
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Mulai dari negara kecil di ujung Pasifik hingga kekuataan ekonomi besar di Eropa meminta Rusia menghentikan invasinya ke Ukraina. Mereka mendukung resolusi PBB yang meminta Rusia segera menghentikan serangan dan menarik semua pasukan dari negara tetangganya tersebut.
Namun Presiden Rusia Vladimir Putin masih memiliki beberapa pendukung di Sidang Umum darurat PBB seperti Kuba dan Korea Utara. Ada pula negara yang tidak mengungkapkan akan memilih apa seperti Suriname yang memiliki hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina.
Negara-negara itu akan menyerukan dialog dan diplomasi, seperti Afrika Setelan yang mengatakan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres harus menggunakan PBB untuk menemukan solusi jangka panjang. Setelah mendengar 120 pidato 193 negara anggota Majelis Umum PBB akan menggelar pemungutan suara untuk menentukan resolusi pada Rabu (2/3/2022) malam.
Tidak seperti resolusi Dewan Keamanan. Resolusi Majelis Umum tidak mengikat tapi mencerminkan opini masyarakat internasional.
Sepuluh pembicaraan terakhir akan menyampaikan pidato, termasuk sekutu Rusia yakni Belarusia. Perwakilan mereka menyampaikan pidato tepat sebelum Amerika Serikat. Hampir pasti Belarusia mendukung invasi Moksow.
"Mengecam keterlibatan Belarusia dalam penggunakan kekuatan tidak sah pada Ukraina," tulis rancangan resolusi PBB. Rancangan tersebut juga mendesak Belarusia mematuhi kewajiban internasionalnya.
Hingga Selasa (1/2/2022) malam sudah 94 negara yang mendukung resolusi tersebut. Termasuk beberapa negara yang sebelumnya diperkirakan tidak akan mendukung resolusi ini seperti Afghanistan yang dikuasai Taliban usai menggulingkan pemerintah terpilih bulan Agustus lalu dan Myanmar yang menggulingkan pemerintah demokratis 1 Februari 2021 lalu.
Di Majelis Umum PBB, Duta Besar Palau untuk PBB Ilana Seid mengatakan Palau dan Ukraina hanya memiliki sedikit kesamaan. "Yang satu negara besar pasca-Uni Soviet di Eropa Timur dan satu lagi negara kecil, di samudara biru," katanya.
Namun Palau merasakan keterhubungan karena keduanya sama-sama merdeka pada awal 1990a-n. "Jadi tidak luput dari kami, bila salah satu bekas penjajah kami mengambil tindakan agresif Rusia pada kami, menggunakan sejarah persatuan sebagai pembenaran, maka rakyat kami akan menderita kekejian perang yang kami lihat di Ukraina hari ini," katanya.
Seid mengatakan "sejarah persatuan" merupakan klaim Hitler sebagai pembenaran menjaka Ceko Slovakia, langkah yang membawa Perang Dunia II. "Sejarah telah menunjukkan pada kita konsensi tidak dapat dibuat dengan kekuatan agresi untuk menghindari konflik.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Jerman Annale Baerbock mengatakan yang dipertaruhkan dalam perang Rusia di Ukraina adalah "nyawa rakyat Ukraina," keamanan Eropa dan Piagam PBB yang menyerukan konflik diselesaikan dengan damai dan kedaulatan dan integritas wilayah setiap negara anggota PBB dijaga. Jerman merupakan perekonomian terbesar di Eropa.
Baerbock yang terbang ke New York untuk menghadiri Majelis Umum darurat PBB pertama setelah puluhan tahun menyerang Menteri Luar Negeri Rusia Sergie Lavrov. Ia mengatakan Lavrov bersalah karena "terang-terangan berbohong" pada Dewan Hak Asasi Manusia PBB dengan mengatakan Rusia mempertahankan diri untuk melindungi warga pengguna bahasa Rusia di Ukraina dan mengirimkan pasukan "penjaga perdamaian."