Mengapa Puasa di Paruh Kedua Syaban Menjadi Haram?
Diperbolehkan berpuasa pada paruh pertama bulan Syaban.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Ulama Senior Al-Azhar Kairo Mesir, Syekh Ali Jum'ah menyampaikan penjelasan mengenai hukum berpuasa pada paruh kedua bulan Sya'ban. Dia mengatakan, Nabi Muhammad SAW sering berpuasa di bulan Sya'ban, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA.
Aisyah berkata, "Belum pernah Nabi SAW berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Syaban. Terkadang hampir beliau berpuasa Syaban sebulan penuh." (HR Bukhari dan Muslim)
Syekh Jum'ah mengatakan, berpuasa pada hari-hari dalam bulan Syaban diperbolehkan. Namun di sisi lain, Imam Syafi'i berpendapat ada hadits shahih yang di dalamnya Nabi SAW bersabda, "Jika Sya'ban sudah separuh jalan, maka tidak ada puasa."
"Dengan menggabungkan dua riwayat itu, maka dibolehkan bagi orang yang biasa berpuasa pada Senin dan Kamis untuk menyelesaikan puasanya di bulan Syaban. Begitu juga bagi mereka yang biasa berpuasa tiga hari sebelum bulan tersebut berakhir," kata dia, seperti dilansir Elbalad, Ahad (6/3/2022).
Sebaliknya, puasa di paruh kedua Syaban menjadi haram bagi orang-orang yang tidak biasa berpuasa. "Siapa yang ingin berpuasa pada paruh kedua bulan Syaban dan tidak terbiasa dengan hari-hari puasa di setiap bulannya, maka puasa ini diharamkan baginya sebagaimana yang dianut oleh Imam Syafi'i," tambah Syekh Jum'ah.
Karena itu, diperbolehkan berpuasa pada paruh pertama bulan Syaban. Ketika memasuki paruh kedua Syaban, maka tidak ada puasa selama periode tersebut untuk beristirahat sebagai persiapan Ramadhan.
Syekh Jum'ah menambahkan, Nabi SAW melarang puasa di paruh kedua Syaban. Namun puasa setelah pertengahan Syaban diperbolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya karena sudah terbiasa puasa Senin dan Kamis, atau untuk qadha, dan nazar.
"Bulan Syaban merupakan persiapan menuju Ramadhan, sehingga harus dimanfaatkan dengan baik," ujar Syekh Jum'ah, mantan mufti Mesir.
Sumber: https://www.elbalad.news/5189465