Hong Kong Belum Tetapkan Tanggal Tes Massal Covid, Fokus Penanganan Lansia

Rencana pengujian massal memicu kepanikan di tengah masyarakat Hong Kong.

AP Photo/Vincent Yu
Warga Hong Kong melakukan tes Covid-19, Rabu (9/3/2022).
Rep: Fergi Nadira Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengumumkan serangkaian tindakan yang ditargetkan pada warga lanjut usia pada Rabu (9/3/2022). Hal ini dilakukan menyusul lonjakan kasus Covid-19 hingga kematian yang meningkat di antara manula kota yang sebagian besar tidak divaksin Covid.

Baca Juga


Lam mengatakan, pemerintah akan memperkuat perawatan medis dan sumber daya manusia. Pihaknya juga akan mendirikan lebih banyak isolasi dan fasilitas perawatan sementara untuk pasien virus corona lanjut usia.

Lam mengumumkan bahwa tanggal untuk skema pengujian massal wajib masih dipertimbangkan, namun pemerintah belum memutuskan jangka waktu mengingat skala besar operasi tersebut. Rencana pengujian massal ini telah memicu kepanikan pembelian bahan makanan dan kebutuhan pokok di kota.

"Ini adalah langkah besar yang tidak bisa dilakukan dalam semalam. Jika tidak disiapkan dengan semua detail dan dimobilisasi dengan semua sumber daya, itu tidak mungkin," kata Lam.

Komentarnya muncul setelah seorang pejabat tinggi Cina mengatakan Hong Kong harus memprioritaskan pengurangan infeksi, penyakit parah, dan kematian. Infeksi di pusat keuangan global telah melonjak ke rekor tertinggi lebih dari 500 ribu kasus dan lebih dari 2.500 kematian yang sebagian besar terjadi dalam dua minggu terakhir.

Menurut publikasi Our World in Data, kota ini mengalami kematian paling banyak secara global per juta orang dalam seminggu hingga 7 Maret. Lam yang berbicara kepada media untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua minggu, mengatakan dia akan mengadakan briefing media setiap hari untuk merinci kemajuan kota melawan virus corona dan mengklarifikasi rumor atau kesalahpahaman.

Belakangan, rakyat Hong Kong dibuat bingung atas pesan-pesan yang kontras dari pemerintah selama tentang kampanyenya melawan virus, termasuk rencana pengujian massal dan apakah penguncian seluruh kota akan diberlakukan.

China dan Hong Kong telah mengadopsi strategi "nol dinamis" yang melibatkan eliminasi infeksi dengan langkah-langkah mitigasi yang ketat dibandingkan dengan pendekatan yang diadopsi di negara lain yang mengandalkan tingkat vaksinasi yang tinggi dan mitigasi moderat seperti masker dalam upaya untuk "hidup dengan COVID".

Varian Omicron yang sangat menular telah menguji kedua strategi, namun Hong Kong sekarang menderita konsekuensi dari tingkat vaksinasi yang relatif rendah, terutama di kalangan orang tua, karena virus menyebar ke masyarakat. Sekitar 90,5 persen penduduk telah divaksin setidaknya satu kali, tetapi tingkat untuk orang tua sangat tertinggal dengan hanya sekitar 50 persen untuk mereka yang berusia 80 tahun ke atas sudah divaksin.

Pakar medis dari Universitas Hong Kong memperkirakan pada akhir April jumlah orang yang terinfeksi di kota berpenduduk 7,4 juta orang itu bisa menjadi sekitar 4,3 juta, dan korban tewas 5.000. Rumah sakit, pusat isolasi, dan rumah duka Hong Kong penuh.

Sementara transportasi umum, mal, layanan pos, supermarket, dan apotek berjuang untuk beroperasi karena krisis tenaga kerja yang parah. Harga makanan melonjak dan rak supermarket dikosongkan setiap hari selama seminggu karena panic buying di tengah kekhawatiran potensi penguncian.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler