Rusia Susun Rencana Sita Aset Perusahaan Asing
Rusia membidik perusahaan dengan kepemilikan saham asing lebih dari 25 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rusia menyusun rencana untuk menyita aset perusahaan asing jika meninggalkan negara tersebut saat Kremlin melawan sanksi besar-besaran dan eksodus bisnis internasional sejak invasinya ke Ukraina. Kementerian Ekonomi Rusia mengatakan dapat mengambil kendali sementara atas bisnis yang keluar di mana kepemilikan asing melebihi 25 persen.
Vladimir Putin mengatakan Kremlin dapat menemukan cara yang layak secara hukum untuk merebut perusahaan internasional. Putin mengatakan akan mendorong untuk memperkenalkan manajemen eksternal dan kemudian mentransfer perusahaan-perusahaan tersebut kepada mereka yang benar-benar ingin bekerja.
“Ada cukup instrumen hukum dan pasar untuk ini,” kata Putin dikutip dari The Guardian, Kamis (10/3/2022).
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengatakan sebagian besar bisnis untuk sementara menangguhkan operasi. Mishustin menuturkan situasinya akan dipantau secara ketat untuk memperkenalkan administrasi eksternal.
Langkah itu dilakukan ketika pemerintah barat berusaha untuk memaksakan tekanan maksimum pada Putin setelah invasi ke Ukraina dengan mengumumkan pembatasan drastis pada impor minyak dan gas Rusia. Selain sanksi formal, bisnis besar barat dan merek terkenal telah mengambil langkah-langkah untuk keluar dari negara tersebut atau menangguhkan operasi sebagai tanggapan atas invasi tersebut, termasuk Starbucks dan McDonald's.
Shell telah mengumumkan rencana untuk menarik diri dari minyak dan gas Rusia. Shell mengatakan akan keluar dari saham di proyek-proyek besar, sementara Unilever mengatakan akan menghentikan impor dan ekspor ke negara itu.
Burger King mengumumkan pada hari Kamis bahwa mereka akan menangguhkan semua dukungan perusahaannya untuk pasar Rusia. Termasuk juga operasi, pemasaran, dan rantai pasokan.
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan pihaknya menggunakan tanggalan simetris terhadap sanksi yang dijatuhkan oleh barat. Termasuk penyitaan aset asing dan kemungkinan nasionalisasinya.
"Hal yang sama berlaku untuk penolakan perusahaan asing untuk bekerja di negara kita," tulisnya dalam sebuah posting di situs media sosial VKontakte.