Kasus Lama Diungkit Jaksa Jadi Alasan Pemberat Tuntutan Terhadap Munarman
JPU dalam tuntutannya menyinggung aksi kekerasan FPI di Monas pada 2008 silam.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) Munarman dengan hukuman penjara 8 tahun. Sidang dengan agenda tuntutan ini digelar pada Senin (14/3/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
"Menjatuhkan pidana 8 tahun penjara dengan dikurangi masa tahanan sementara" kata JPU ketika membacakan tuntutan dalam agenda sidang tersebut.
Dalam sidang terorisme, identitas JPU, Majelis Hakim dan para saksi dirahasiakan demi alasan keamanan.
Pada sidang tuntutan hari ini, JPU turut menguraikan faktor-faktor yang memberatkan hukuman terhadap Munarman. JPU salah satunya menyinggung aksi kekerasan FPI di Monas pada 2008 silam yang melibatkan Munarman.
"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan terorisme, terdakwa pernah dihukum selama satu tahun enam bulan dalam perkara pidana melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP," ujar JPU.
Munarman memang pernah terlibat dalam kasus penyerangan terhadap para pendukung Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), di kawasan Monas, Jakarta, pada 1 Juni 2008. Di kasus itu, Munarman bahkan sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) sebelum akhirnya diproses hukum.
Berdasarkan risalah pemberitaan Republika, saat sidang tuntutan kasus Monas pada 14 Oktober 2008, jaksa menguraikan peran Munarman. JPU menyebut Munarman pada 1 Juni 2008 menghubungi dan menyiagakan seluruh komandan Laskar Islam yang terdiri dari Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Misi Islam, Brigade Hisbullah, Gerakan Pemuda Islam (GPI),Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI), dan Taruna Islam, berkumpul di Masjid Istiqlal sebelum Shalat Dzuhur dalam rangka konsolidasi.
Kemudian, sekitar 1.000 orang di Masjid Istiqlal melakukan apel, dan terdakwa memanggil perwakilan dari tiap-tiap ormas Islam dan memberikan pengarahan tentang akan dilakukannya aksi penolakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Mendengar ada sekelompok orang yang sudah berkumpul di sisi timur Lapangan Monas, terdakwa mengajak semua laskar untuk segera berangkat dari Masjid Istiqlal.
Dakwaan JPU itu juga menyatakan terdakwa mendengar adanya massa AKKBB menyatakan dukungannya terhadap Ahmadiyah, selanjutnya terdakwa memberikan isyarat dengan cara mengacungkan tangan kepada laskar untuk maju ke arah AKKBB. Terdakwa bersama-sama anggota laskar lainnya melakukan pemukulan terhadap saksi Jacobus Eddy Juwono dengan tangan kosong, sehingga saksi mengalami luka memar.
Dalam nota tuntutan, disebutkan juga bahwa Munarman saat itu memberikan perintah kepada para laskar dengan berkata, "Mobil, pecahin", yang selanjutnya diikuti oleh Laskar Islam melakukan pengrusakan terhadap satu mobil truk pick up warna putih.
Selain kasus Monas 2008, JPU juga menilai Munarman tak mengakui kesalahannya. Sehingga, pantas menjadi alasan pemberatan hukuman.
"Terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatanya," lanjut JPU.
JPU juga menyebutkan faktor yang bisa meringankan hukuman terhadap Munarman. JPU mengakui posisi Munarman sebagai kepala keluarga pantas dipertimbangkan sebagai alasan keringanan hukuman.
"Hal yang meringankan, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," ucap JPU.
JPU menuntut Munarman bersalah melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
JPU meyakini Munarman telah melakukan permufakatan jahat guna melakukan tindak pidana terorisme.
"Menuntut supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Munarman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dakwaan kedua," ujar jaksa.
JPU menerangkan bahwa Munarman terlibat di kalangan organisasi yang berbaiat dengan ISIS ketika menjadi pengacara Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada 2002. JPU mengungkapkan, sejak saat itu Munarman kenal dengan organisasi yang berupaya menegakkan khilafah.
"Bahwa terdakwa tahun 2002 menjadi pengacara MMI dengan tujuan membela ustaz Abu Bakar Baasyir agar MMI tidak ikut terlibat. Saat itu terdakwa sering bertemu Abdul Haris. Sejak saat itu terdakwa mengenal kelompok sepemahaman dengan terdakwa antara lain HTI atau Hizbut Tahrir Indonesia," ucap JPU.
Selanjutnya, JPU meyakini Munarman melakukan tindak pidana terorisme karena berusaha menegakkan ISIS. Bentuknya dengan mengikuti pelaksanaan baiat kepada Abu Bakr al Baghdadi, mengadakan kegiatan mengenai ISIS.
"Melakukan ajakan atau motivasi dalam pelaksanaan di Makassar 24-25 Januari 2014 dimana terdakwa memberikan motivasi atau dorongan untuk mendukung khilafah atau ISIS. Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan baiat ke pada amir ISIS dan selanjutnya konvoi di Makassar dengan membawa bendera dan atribut ISIS," ungkap JPU.
Munarman menganggap tuntutan JPU tidak serius. Ia awalnya menduga akan dituntut hukuman mati.
"Karena tuntutannya kurang serius jadi saya akan ajukan pembelaan sendiri," kata Munarman dalam sidang tersebut.
Tim kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar, juga berpendapat serupa soal tuntutan JPU. Ia awalnya menduga Munarman akan dituntut dengan hukuman mati.
"Tuntutan jaksa kurang serius jadi kita nggak tertantang. Kita pikir tuh hukumannya mati tuntutannya," ujar Aziz.
Oleh karena itu, Aziz menilai tuntutan JPU tak membuatnya khawatir berlebihan. Tuntutan ini menurut Aziz sekaligus membuktikan dugaan kriminalisasi terhadap Munarman.
"Jadi biasa aja. Makanya kita santai aja karena hal-hal begini kan kita tahu sudah seperti dugaan bahwa memang bukan murni dari hukum ya," ucap Aziz.