Kala PDIP Gusar Atas Klaim Luhut, Sebut Ada Harmoko Jilid 2 di Kabinet Jokowi
Satu per satu elite PDIP muncul mengkritisi Luhut soal wacana penundaan pemilu.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar
Elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sepertinya mulai gusar dengan manuver Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, khususnya terkait wacana penundaan Pemilu 2024. Puan Maharani pada Selasa (15/3/2022) bahkan sampai merespons langsung klaim Luhut soal big data aspirasi penundaan pemilu.
"Kalau di PDIP Perjuangan, kami punya data sendiri dan tidak termasuk dengan data yang disampaikan. Itu saja," kata Puan dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, hari ini.
"Dan data kami partai politik, big juga, big data juga," imbuhnya.
Sehari sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto juga mempertanyakan pernyataan Luhut yang menggaungkan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal, Jokowi telah berulang kali menyatakan taat pada konstitusi dan pemerintah telah menyepakati pemilihan umum (pemilu) digelar pada 2024.
"Presiden sudah berulang kali mengatakan sikapnya secara tegas dan pemerintah sudah sepakat pemilu tanggal 14 Februari 2024. Lalu kenapa ada pembantu presiden yang membuat wacana yang tidak menyehatkan di dalam situasi politik nasional," ujar Hasto lewat keterangan tertulisnya, Senin (14/3/2022).
Hasto menilai, bahwa pernyataan Luhut tersebut bukan merupakan ranahnya sebagai menteri di bidang kemaritiman. Luhut sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju seharusnya fokus sesuai tugas yang diberikan Jokowi.
PDIP mengimbau para menteri di kabinet pemerintahan Jokowi tidak membuat pernyataan yang justru menjadi energi negatif. Padahal, Jokowi disebutnya tengah berupaya membangun optimisme dan bekerja keras mengatasi pandemi.
"Kehendak rakyat saat ini pemerintah dengan kepemimpinan Pak Jokowi yang selalu bekerja keras tidak pernah mengenal lelah, harus ditunjang para pembantu untuk betul-betul senapas dengan kepemimpinan Presiden Jokowi," ujar Hasto.
Politikus PDIP lainnya, Masinton Pasaribu bahkan menilai saat ini ada pihak yang berupaya mencederai demokrasi dan konstitusi lewat wacana penundaan Pemilu 2024. Ia berharap, saat ini tak lagi hadir sosok seperti mantan ketua MPR, Harmoko.
Diketahui, Harmoko pada 1997 melapor kepada Presiden kedua RI Soeharto. Isi laporannya mengeklaim bahwa rakyat masih menghendaki Soeharto untuk dipilih oleh MPR menjadi Presiden RI untuk periode ketujuhnya.
"Sejatinya demokrasi itu adalah dialog, bukan top down, bukan gaya ngatur-ngatur, bukan hanya omong kosong. Semoga saya singgung lagi, tidak terjebak dengan menteri ala Harmoko jilid 2," ujar Masinton di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/3).
Masinton menyinggung saat ini ada sosok seperti Harmoko. Ketika sosok tersebut menyebut bahwa rakyat menghendaki Presiden Jokowi untuk maju ke periode ketiganya.
"Jangan-jangan ada Harmoko kedua, big mouth juga dari omong kosong. Jangan-jangan ini ada Harmoko kedua ini, yang tidak perlu saya sebut, diraba-raba saja," ujar Masinton.
Ia menilai, upaya tersebut merupakan sesuatu yang mencederai demokrasi dan konstitusi. Padahal, usulan tersebut harus melewati berbagai diskusi dan dialog yang melibatkan banyak kelompok masyarakat.
"Kalau ini kita dibiarkan, ini akan menjadi preseden ke depan, bagaimana demorkasi itu akan dikangkangi. Bagaimana perang-perang dinyatakan, saya melihat di podcastnya, tiga tahun ya sama saja itu kan tiga periode," ujar Masinton.
Sebelumnya, Luhut dalam sebuah siniar di Youtube, blak-blakan mengenai wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut Luhut, Presiden Jokowi sudah menyatakan kalau taat konstitusi, namun, ia mengingatkan, konstitusi itu dibuat oleh anggota DPR/MPR.
Jika rakyat memang menghendaki Jokowi terus memimpin maka harus siap menerima konsekuensi itu. Luhut malah balik menyindir ada pihak yang tidak siap jika Pemilu 2024 ditunda, lantaran agenda untuk meraih kekuasaan menjadi gagal.
"Kalau (aspirasi) rakyat berkembang terus gimana? DPR gimana? MPR gimana? Kan konstitusi yang dibikin itu yang ditaati presiden, siapa pun presidennya. Ini orang kan pada takut saja, sudah pingin jadi gini, takut tertunda," ujar Luhut.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pastikan sikap PKB terkait penundaan pemilu belum berubah. Hal tersebut ditegaskannya kembali pada Selasa (15/3/2022).
"Ya masih lah (dukung penundaan pemilu)," kata Cak Imin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.
"Belum-belum (mengubah sikap)," imbuhnya.
Dirinya akan berkomunikasi dengan para ketua umum partai. Ia mengakui komunikasi dilakukan untuk lobi-lobi. Namun dirinya enggan mengungkapkan agenda terdekat terkait rencana itu.
"Rahasia, rahasia," tutur wakil ketua DPR tersebut.
Sementara, Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid mendorong dilakukannya amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk mengatur penundaan pemilu. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tak mengatur penundaan kontestasi secara nasional.
"Aturan di Undang-Undang Pemilu tidak cukup yang menyangkut presiden. Aturan di Undang-Undang Pemilu hanya terkait penundaan pemilu jika satu daerah ada bencana, atau ada wabah, atau ada satupun yang dimungkinkan dilakukan penundaan, dan itu ada di UU Pemilu," ujar Jazilul dalam sebuah diskusi daring, Ahad (13/3/2022).
Karenanya, dibutuhkan amandemen konstitusi untuk mengatur penundaan pemilu. Adapun untuk merealisasikannya, dapat dilakukan amandemen UUD 1945 untuk mengatur penundaan kontestasi jika ada kejadian luar biasa menimpa Indonesia, seperti wabah atau perang.
"Sikap PKB tetap akan melakukan usul penundaan, sepanjang itu disetujui oleh partai-partai politik, dan didukung kehendak rakyat, dan itu dilakukan lewat amandemen konstitusi," ujar Jazilul.
Ia menjelaskan, penundaan pemilu dan amandemen UUD 1945 dapat terealisasi jika adanya kehendak dari masyarakat. Hal serupa pernah terjadi ketika digelarnya Pemilu 1999, meskipun belum berjarak lima tahun dari kontestasi sebelumnya.
"Tahun '99 itu belum sampai lima tahun sekali, tapi tidak ada satupun mengatakan bahwa itu melanggar terhadap kontitusi, karena itu kehendak rakyat yang dianggap benar oleh konvensi. Nah masalahnya, konstitusi kita sekarang perlu mengatur penundaan, bisa penundaan bisa pemajuan," ujar Jazilul.
Jika kehendak rakyat untuk menunda Pemilu 2024 semakin meluas, ia menyebut bahwa MPR dapat melakukan amandemen UUD 1945. Dalam Pasal 37 UUD 1945 diatur bahwa untuk melakukan amandemen dibutuhkan usulan dari 1/3 anggota MPR.
Adapun saat ini, anggota MPR periode 2018-2024 berjumlah 711. orang Sehingga amandemen konstitusi dapat dilakukan jika minimal 237 anggota MPR mengusulkan hal tersebut secara tertulis.
"Kalau nanti dilakukan proses itu maka itu juga harus sesuai kehendak rakyat dan dilakukan mekanismenya dilakukan MPR. PPHN sudah 10 tahun dibahas, penundaan baru dua bulan kok, siapa tahu masyarakat akan melihat itu penting," ujar wakil ketua MPR itu.