Houthi Tolak Saudi Menjadi Mediator Perang Yaman
Arab Saudi dan UEA telah mencari dukungan baru dari AS dalam perang Yaman.
REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Kepala komite revolusioner tertinggi Houthi Mohamed Ali al-Houthi mengatakan, Arab Saudi tidak dapat menjadi mediator dalam perang Yaman, Selasa (15/3/2022). Dewan Kerjasama Teluk (GCC) melakukan inisiatif untuk mengadakan konsultasi di antara pihak-pihak yang bertikai di Yaman di ibu kota Arab Saudi, Riyadh.
"Riyadh adalah pihak dalam perang bukan mediator," ujar Ali.
Anggota GCC Oman yang merupakan tempat beberapa pejabat Houthi bermarkas dan Kuwait yang menjadi tuan rumah pembicaraan damai sebelumnya pada 2015, akan menjadi tempat yang lebih netral untuk konsultasi semacam itu.
GCC yang berbasis di Arab Saudi sedang mempertimbangkan untuk mengundang Houthi dan pihak Yaman lainnya untuk berkonsultasi di Riyadh bulan ini. Menurut dua pejabat Teluk Arab menyatakan, inisiatif ini bertujuan mendukung upaya perdamaian yang dipimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Undangan resmi akan dikirim dalam beberapa hari untuk pembicaraan tentang aspek militer, politik, dan ekonomi dari perang antara Houthi yang bersekutu dengan Iran dan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi. Konflik tersebut memasuki tahun kedelapan pada Selasa dan pembicaraan tersebut kemungkinan akan diumumkan pekan ini.
Pejabat yang ingin bersifat anonim ini mengatakan, pejabat Houthi akan menjadi tamu Sekretaris Jenderal GCC Nayef Falah Mubarak Al-Hajraf di markas besar badan tersebut di Riyadh. Dia akan mendapatkan jaminan keamanannya jika kelompok itu menerima undangan untuk pembicaraan yang direncanakan dari 29 Maret-7 April. Para pejabat mengatakan Hadi yang berbasis di Riyadh telah menyetujui pembicaraan tersebut.
Utusan khusus PBB untuk Yaman pekan lalu mengadakan pembicaraan dengan pihak-pihak Yaman yang bertujuan membangun kerangka kerja untuk negosiasi politik yang inklusif. Upaya Amerika Serikat (AS) dan PBB untuk mengamankan gencatan senjata tahun lalu gagal dan kekerasan meningkat.
Arab Saudi dan UEA telah mencari dukungan baru dari AS dalam perang Yaman, termasuk untuk lebih banyak senjata. Tindakan itu dilakukan setelah pada tahun lalu, pemerintahan Joe Biden mengakhiri dukungan untuk operasi koalisi ofensif dan mencabut sebutan teror pada kelompok Houthi di tengah masalah kemanusiaan.