Biden: Rusia Susun Rencana Serangan Siber ke AS
Ada perkembangan intelijen menunjukkan Rusia aktif merencanakan serangan potensial.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Senin (21/3/2022), mengatakan, Rusia sedang "menjajaki opsi" untuk melakukan serangan siber terhadap infrastruktur penting AS. Langkah ini diambil sebagai pembalasan atas sanksi Barat terhadap Moskow.
Biden mengatakan, ada perkembangan intelijen yang menunjukkan bahwa Kremlin secara aktif merencanakan serangan potensial. Biden mendesak perusahaan AS untuk tetap waspada.
"Anda memiliki kekuatan, kapasitas, dan tanggung jawab untuk memperkuat keamanan siber dan ketahanan layanan, serta teknologi penting yang diandalkan orang Amerika. Kami membutuhkan semua orang untuk melakukan bagian mereka untuk menghadapi salah satu ancaman yang menentukan di zaman kita, kewaspadaan dan urgensi Anda hari ini dapat mencegah atau mengurangi serangan besok," ujar Biden, dilansir Anadolu Agency, Selasa (22/3/2022).
Wakil Penasihat Keamanan Nasional untuk Siber dan Teknologi Baru, Anne Neuberger, mengatakan, pemerintah telah mendeteksi "aktivitas persiapan" untuk serangan siber yang telah dibagikan dalam konteks rahasia dengan perusahaan swasta. Rencana serangan itu termasuk upaya untuk memindai situs web dan mencari kerentanan.
Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari. Putin melancarkan operasi militer menyusul permintaan bantuan dari para pemimpin di Donbass.
Putin mengatakan, Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina. Satu-satunya tujuan dari operasi militer itu adalah demiliterisasi dan denazifikasi di Ukraina. Putin menuduh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, mengabaikan permintaan Rusia untuk mencegah Ukraina bergabung dengan NATO dan menawarkan jaminan keamanan kepada Moskow.
Kementerian Pertahanan telah berulang kali mengatakan, tentara Rusia menghindari menyerang kota-kota, dan target utamanya adalah infrastruktur militer. Rusia mengklaim, operasi militer tersebut tidak membahayakan penduduk sipil.
Operasi militer khusus tersebut mendorong AS, Uni Eropa, dan negara lainnya menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia. Selain itu, sebagian besar perusahaan global hengkang dari Rusia.