Studi Temukan Asteroid yang Musnahkan Dinosaurus Juga Picu Pendinginan Global

Hantaman asteroid menghasilkan belerang yang menghalangi matahari.

.
Asteroid. Ilustrasi. Asteroid yang menhantam Bumi 66 juta tahun lalu di Yucatan selain memusnahkan dinosaurus juga memicu pendinginan global.
Rep: mgrol136 Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Studi baru menunjukkan ketika asteroid yang menghancurkan dinosaurus menghantam Bumi 66 juta tahun yang lalu, sejumlah besar belerang terbang ke stratosfer dengan tingkat yang jauh lebih besar dari yang dibayangkan sebelumnya.

Baca Juga


Setelah mengudara, awan besar gas yang mengandung belerang ini menghalangi matahari. Efeknya, awan besar mendinginkan Bumi selama beberapa dekade hingga berabad-abad sebelum jatuh sebagai hujan asam yang berbahaya di Bumi.

Belerang mengubah kimia lautan selama puluhan ribu tahun yang lebih lama dari sebelumnya. Dilansir dari Live Science, sebelumnya para ilmuwan cukup 'meremehkan' jumlah belerang yang asteroid.

James Witts, seorang dosen di School of Earth Sciences di University of Bristol di Inggris mengatakan perubahan iklim yang terkait dengannya mungkin jauh lebih besar daripada yang kita duga sebelumnya.

Fakta bahwa belerang terus menghujani permukaan bumi begitu lama dapat menjelaskan mengapa kehidupan, terutama kehidupan laut, membutuhkan waktu lama untuk pulih. Hal ini karena beberapa belerang yang mendarat di darat akan hanyut ke lautan.

Penemuan yang tidak disengaja

Penemuan para peneliti itu murni kebetulan. "Itu sama sekali bukan sesuatu yang direncanakan," kata Witts.

Para peneliti bermaksud untuk menyelidiki geokimia cangkang purba di dekat Sungai Brazos di Falls County, Texas. Ini adalah lokasi unik yang terendam selama kepunahan Kapur akhir, ketika dinosaurus nonavian binasa. Lokasi itu juga tidak jauh dari kawah Chicxulub di Semenanjung Yucatan, Meksiko, yang ditabrak oleh asteroid selebar 10 kilometer.

Para peneliti mengambil beberapa sampel sedimen di lokasi, sesuatu yang tidak mereka rencanakan untuk dilakukan. Sampel ini dibawa ke Universitas St Andrews di Skotlandia, di mana rekan peneliti studi Aubrey Zerkle, seorang ahli geokimia dan geobiologi, menganalisis berbagai isotop belerang.

 

Para peneliti menemukan "sinyal yang sangat tidak biasa", yaitu massa isotop belerang menunjukkan fluktuasi yang sangat kecil, kata Witts. Ketika belerang memasuki atmosfer dan berinteraksi dengan sinar ultraviolet (UV), maka akan terjadi perubahan massa.

"Itu benar-benar hanya bisa terjadi dalam dua skenario: baik di atmosfer yang tidak memiliki oksigen di dalamnya atau ketika Anda memiliki begitu banyak belerang, itu naik sangat tinggi ke atmosfer beroksigen," jelas Witts.

Bumi berusia sekitar 4,5 miliar tahun dan atmosfer beroksigen telah menyelimutinya sejak sekitar 2,3 miliar tahun yang lalu. 

"Kami adalah orang pertama yang melihat hal semacam ini dalam waktu yang jauh lebih baru," kata Witts.

Menurut Witts, ini karena letusan gunung berapi memancarkan belerang tinggi ke atmosfer yang dapat bercampur dengan salju dan berakhir dalam proporsi tinggi di inti es di kutub, di mana tidak ada belerang atau sulfat lain yang dapat melemahkan sinyal.

Dia menjelaskan, "Anda tidak menemukan (sinyal ini) di bebatuan laut," "Laut memiliki ciri khas isotopnya sendiri yang benar-benar mencairkan jumlah jejak belerang yang dilepaskan oleh gunung berapi ini."

Kehadiran sinyal ini di batuan laut Kapur menunjukkan bahwa "pasti ada banyak sekali belerang di atmosfer setelah peristiwa tumbukan ini," kata Witts. "Tentu saja, ini memiliki implikasi besar bagi perubahan iklim karena aerosol belerang, seperti yang kita ketahui dari letusan gunung berapi kontemporer, menghasilkan pendinginan.

Batu kapur yang kaya belerang di Semenanjung Yucatan menyediakan sebagian besar belerang. "Mungkin jika asteroid itu bertabrakan di tempat lain, tidak akan ada banyak belerang yang dilepaskan ke atmosfer, dan perubahan iklim yang dihasilkan tidak akan separah itu," kata Witts. "Akibatnya, bencana kepunahan mungkin tidak separah kelihatannya."

 

Menurut simulasi iklim, aerosol belerang yang memasuki atmosfer bumi setelah tumbukan asteroid berkisar antara 30 hingga 500 gigaton akan berubah menjadi aerosol sulfat. Hal ini menyebabkan pendinginan permukaan bumi sebesar 3,6 hingga 14,4 derajat Fahrenheit (2 hingga 8 derajat Celcius) selama beberapa dekade setelah tumbukan. Namun, karena kandungan belerang lebih besar, dampak iklim bisa lebih dahsyat. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler