Hasil Survei Hingga Big Data Medsos Kompak Tolak Wacana Tunda Pemilu 2024
Dalam survei terbaru IPO, mayoritas publik menolak wacana penundaan Pemilu 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Mimi Kartika, Nawir Arsyad Akbar
Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei terbarunya. Hasilnya, mayoritas publik menyatakan menolak wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
"46 persen tidak setuju (penundaan pemilu)," kata Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, Senin (28/3).
Kemudian sebanyak 31 persen masyarakat menyatakan sangat tidak setuju terhadap wacana penundaan pemilu. Sehingga, jika ditotal masyarakat yang tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap penundaan pemilu 2024 sebesar 77 persen.
Dedi menjelaskan, masyarakat yang menyatakan setuju atas wacana penundaan pemilu hanya 19 persen. Sedangkan, yang sangat setuju angkanya sebesar 4 persen. Total responden yang setuju atas wacana tersebut sebesar 23 persen.
Survei terbaru IPO juga soal respons masyarakat terkait wacana perpanjangan masa jabatan Presiden. Sebanyak 23 persen publik sangat tidak setuju terhadap wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Sementara, 40 persen menyatakan tidak setuju terhdap wacana tersebut.
Dedi mamparkan, hanya 8 persen publik yang sangat setuju terhadap wacana tersebut. Sedangkan, 29 persen menyatakan setuju dengan wacana perpanjangan masa jabatan.
Survei IPO dilakukan pada 11-17 Maret 2022. Sebanyak 1.220 reponden dilibatkan dalam survei tersebut yang diambil secara acak.
Wawancara penelitian ini dilakukan melalui sambungan telepon kepada responden. Dengan merujuk data populasi sebanyak 196.420 yang dimiliki IPO sejak periode survei di tahun 2019 sampai dengan 2021.
Metode ini memiliki pengukuran kesalahan (margin of error) 2,90 persen, dengan tingkat akurasi data 95 persen. Setting pengambilan sample menggunakan teknik multistage random sampling (MRS), atau pengambilan sample bertingkat.
Hasil survei IPO selaras dengan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA sebelumnya. Berdasarkan survei LSI Denny JA, mayoritas pendukung calon presiden (capres) 2024 menentang penundaan pemilu.
"Tetapi kalau kita jumlah dan sebagainya hampir 60 persen di pemilih capres di bakal calon presiden 2024 menyatakan memang tidak setuju sangat tidak setuju dan ini tentu menjadi hal yang menarik karena ternyata semua pendukung-pendukung capres di 2024 yang nanti berlangsung memang menyatakan ketidaksetujuannya," kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, Kamis (10/3).
Ardian memaparkan sebanyak 77,2 persen pendukung Prabowo Subianto menyatakan tidak setuju dengan penundaan pemilu. Hanya 18,8 persen pendukung Prabowo yang setuju pemilu ditunda.
Kemudian sebanyak 76,7 persen pendukung Anies Baswedan menolak pemilu 2024 ditunda. Sedangkan 16,6 persen pendukung Anies menyatakan setuju pemilu ditunda.
Lalu sebanyak 69,3 persen pendukung Ganjar Pranowo menyatakan setuju pemilu 2024 ditunda. Sementara itu hanya 27,3 persen pendukung Ganjar yang mendukung pemilu 2024 ditunda.
Selain survei, berdasarkan analisis pakar big data Continuum Data Indonesia, Omar Abdillah, 79,5 persen netizen atau warganet di Twitter memberikan respons negatif terhadap wacana penundaan pemilu. Hal itu berdasarkan analisis media sosial terkait tunda pemilu pada 2-8 Maret 2022 dari total 76.362 perbincangan.
"Di sini hampir 80 persen itu memberikan respons negatif terkait wacana tunda pemilu," ujar Omar dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu (26/3).
Namun, netizen yang memberikan sentimen negatif itu belum tentu setuju atau tidak setuju atas wacana penundaan pemilu. Namun, ketika dirinci lebih lanjut hasilnya justru lebih ekstrem lagi, terdapat 92 persen netizen tidak setuju atas wacana penundaan pemilu tersebut.
"Lebih ekstrem lagi proporsinya, jadi 92 persen orang itu menyatakan tidak setuju akan wacana penundaan pemilu," kata dia.
Dia menjelaskan, pengguna Twitter lebih kritis dibandingkan pengguna media sosial lainnya. Netizen di Twitter dinilai lebih memiliki perspektif lain atas fenomena yang berkembang di masyarakat.
Isu penundaan Pemilu 2024 memang menarik minat dan perhatian banyak orang, termasuk mereka yang memiliki kekhawatiran tersendiri. Banyak pula aktivis, jurnalis, dan mantan jurnalis yang menyuarakan argumen mengenai wacana penundaan pemilu tersebut.
Kemudian, Omar memerinci, 88 persen perbincangan mengandung emosi marah dan takut atas wacana penundaan pemilu. Dalam artian, terdapat kata-kata atau kalimat yang menyatakan kemarahan atas isu tunda pemilu yang berkaitan juga dengan isu perpanjangan masa jabatan presiden, oligarki, dan sebagainya, yang mendominasi perbincangan di media sosial.
Selain itu, 45 persen perbincangan mengaitkan wacana tunda pemilu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Omar menjelaskan, netizen lebih banyak mengaitkan wacana tunda pemilu karena topik perbincangan utamanya ialah meminta Jokowi menanggapi wacana penundaan pemilu dengan klarifikasi atau pernyataan. Sebab, muncul pandangan yang mengartikan diamnya Jokowi adalah sikap setujunya atas wacana tunda pemilu.
Selain itu, Jokowi dikaitkan juga karena topik perbincangan yang mengemuka ialah dukung Jokowi tiga periode. Namun, topik ini lebih sedikit dibicarakan dibandingkan topik publik tolak penundaan pemilu dan usulan tunda pemilu merupakan bagian dari demokrasi.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan atau Zulhas, pada Ahad (27/3), menanggapi wacana penundaan Pemilu 2024 yang digaungkan oleh dirinya, Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia menjelaskan, wacana tersebut tak ada sangkut pautnya dengan Presiden Jokowi.
"Perbincangan soal penundaan pemilu itu urusan partai-partai. Maka jangan suka nyalahin presiden dong, ini Pak Jokowi diserang itu, ini bukan urusan Pak Jokowi ini, ini saya tidak ngebela loh, tapi ini betul," ujar Zulhas.
Sekali lagi dijelaskannya, wacana penundaan pemilu hadir dari pembicaraan antarpartai politik. Saat ini, sudah ada tiga partai yang disebutnya setuju untuk melakukan penundaan, yakni Partai Golkar, PKB, dan PAN.
"Bincang-bincang ini yang baru setuju mau saya, Golkar, PKB. Nasdem, PDIP, yang lain tidak bisa ya tidak bisa dong (menunda Pemilu 2024)," ujar Zulhas.
Adapun wacana penundaan Pemilu 2024 dapat terealisasi lewat amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, Zulhas yang merupakan Wakil Ketua MPR menjelaskan bahwa itu bisa terjadi jika 3/4 anggota MPR mengusulkan hal tersebut.
"Harus 3/4 suara MPR, kan ada syaratnya toh. Kalau cuma saya, PKB, Golkar ya tidak cukup," ujar Zulhas.