Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia Ditahan, Komisi III: Jangan Tebang Pilih

Sahroni meminta kepolisian tak tebang pilih dalam menindak pelaku kejahatan.

DPR RI
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak Polda Sumut menahan para tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin (TRP). (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak Polda Sumut menahan para tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin (TRP). Sahroni meminta kepolisian tak tebang pilih dalam menindak pelaku kejahatan.

Polda Sumut telah menetapkan 8 orang tersangka kasus kerangkeng manusia. Dari delapan tersangka yang telah diperiksa oleh kepolisian, satu diantaranya Dewa Peranginangin (DP) yang merupakan anak dari TRP. DP diduga melakukan penyiksaan yang tidak manusiawi terhadap orang-orang yang tinggal di kerangkeng hingga menyebabkan kematian.

"Saya mendesak pihak Kapolda Sumatera Utara agar mengusut kasus ini dengan baik dan jangan sampai karena tersangka adalah anak dari bupati, maka ada indikasi penanganan yang tebang pilih. Kepolisian harus hati-hati dalam hal ini karena kami di masyarakat juga memantau terus perkembangannya," Sahroni dalam keterangannya yang dikutip Republika pada Rabu (30/3/2022).

Sahroni menyebut penganiayaan yang dilakukan oleh para tersangka sangat keji. Terlebih lagi, kejahatan itu justru dilakukan oleh kepala daerah dan keluarganya yang seharusnya menjadi contoh baik bagi masyarakat.

“Penemuan aksi kekerasan ini tentu sangat menyedihkan dan membuat kita sangat miris, apalagi dilakukan oleh keluarga dari kepala daerah yang harusnya justru melindungi warganya," tutur Sahroni.

Oleh karena itu, Sahroni meminta supaya para tersangka mendapat ganjaran atas kejahatannya. Apalagi para tersangka terindikasi melakukan tindakan pelanggaran HAM berat. Sehingga ia tak sepakat dengan Polda Sumut karena membiarkan tersangka berkeliaran.

"Kasus ini sudah berbulan-bulan, namun belum menemukan titik terang. Tentunya saya apresiasi kepolisian karena terus menjalankan penyelidikan dan sudah memiliki 8 tersangka. Akan tetapi saya kurang sependapat jika tidak dilakukan penahanan, mengingat apa yang sudah dilakukan oleh para tersangka termasuk kepada pelanggaran HAM berat," ujar petinggi partai NasDem itu.

Sahroni memandang alasan Polda Sumut bahwa para tersangka kooperatif saat dilakukan pemeriksaan tidak patut dijadikan landasan untuk batal melakukan penahanan. Menurutnya, kejahatan para tersangka sudah tak bisa diterima nalar.
 
"Sangat disayangkan bila alasanya karena para tersangka kooperatif. Mereka ini kan sudah melakukan tindakan biadab yang tidak bisa ditolerir dan di luar akal sehat," ucap Sahroni.

Sahroni mengingatkan Polda Sumut agar tak salah mengambil keputusan yang justru mencederai nama Korps Bhayangkara. "Sekali lagi, jangan sampai polisi justru menuai kritikan dari masyarakat karena dinilai tebang pilih dalam menindak pidana," tegas Sahroni.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi menyebut 8 tersangka menjalani pemeriksaan pada Jumat (25/3/2022) hingga Sabtu (26/3/2022). Namun hingga pemeriksaan berakhir, penahanan tak kunjung dilakukan. Mereka melengang bebas tak ditahan dengan dalih "kooperatif" selama ini.

Delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus kerangkeng manusia adalah HS, IS, TS, RG, JS, DP, HG, dan SP. Tersangka yang menyebabkan korban meninggal dunia dalam proses TPPO ada 7 orang yaitu HS, IS, TS, RG, JS, DP, dan HG. Sedangkan tersangka penampung korban TPPO ada 2 orang inisial SP dan TS. Akibat perbuatannya, para tersangka diancam hukuman 15 tahun penjara.


Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler