Layali Wuqud, Cara Mesir Era Fatimiyah Sambut Ramadhan

Layali Wuqud dimulai dari Al-Azhar Al-Sharif, yang selama era Dinasti Fatimiyah

EPA-EFE/KHALED ELFIQI
Pengrajin Mesir memproduksi lentera Ramadhan, yang disebut Fanous, di sebuah bengkel di Kairo, Mesir, 17 Maret 2022. Bulan Suci Puasa Ramadhan diperkirakan akan dimulai pada 02 April. Muslim di seluruh dunia merayakan bulan suci Ramadhan dengan berdoa pada malam hari dan menahan diri dari makan, minum, dan tindakan seksual, antara matahari terbit dan terbenam. Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam kalender Islam dan diyakini bahwa wahyu dari ayat-ayat pertama Alquran terjadi selama 10 malam terakhirnya.
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Selama dekade yang panjang, Mesir terkenal dengan banyaknya ritual yang diberlakukan dan dikaitkan dengan hari libur keagamaan dan hari-hari penting lainnya. Ada satu yang berkaitan dalam rangka menyambut Ramadhan, yaitu Layali Wuqud atau "Malam Cahaya".

Layali Wuqud dimulai dari Al-Azhar Al-Sharif, yang selama era Dinasti Fatimiyah tidak hanya sebagai masjid besar dan universitas untuk menimba ilmu pengetahuan. Saat itu Al-Azhar juga merupakan pusat dari banyak ritual, acara resmi lainnya yang merayakan segala peristiwa yang berharga dan penting bagi Muslim Mesir.

Hal itu mengingat Al-Azhar adalah landmark internasional terbesar di mana peristiwa-peristiwa penting di negara itu diamati. Karenanya, peristiwa keagamaan Islam di Mesir selalu dirayakan secara khusus.

Salah satu hari raya itu adalah Layali Wuqud (Malam Cahaya) dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan disertai pelaksanaan pengamatan hilal, dan datangnya Hari Raya Idul Fitri yang juga disertai dengan pengamatan hilal. Selama Hari Layali Wuqud, semua masjid diterangi dengan nyala api obor, dimulai sejak matahari terbenam. Ini sebagai persiapan untuk menerima hari-hari yang penuh berkah dan bernilai besar dalam Islam, sehingga Kairo tampak bersinar dengan lentera dan lampu.

Biasanya perayaan ini dimulai dari Masjid Al-Azhar, lalu Rumah Hakim, dan kemudian Istana Khalifah. Selama itu, orang-orang akan pergi ke Masjid Al-Azhar, yang diterangi obor yang dinyalakan dengan api. Di halamannya diadakan sebuah majelis yang dipenuhi hakim dan cendekiawan, yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung.

Menurut ulama dan sejarawan Taqi al-Din al-Maqrizi (1364 M-1442 M), Layali Wuqud diberi nama ini karena banyaknya lampu dan minyak yang menyala di jalan-jalan Kairo.

Ibnu Iyas mengatakan dalam "Bada'i al-Zuhoor", bahwa pada malam penampakan hilal, empat hakim menghadiri sekolah Mansouriya selain al-Muhtasib. Ketika hilal tampak, maka lentera, obor, dan lilin, seluruhnya dinyalakan. Lilin juga dinyalakan di pertokoan, dan lentera ada di mana-mana.


Baca Juga


Sementara Al-Jabarti menyampaikan dalam "Ajeeb Al-Athar", bahwa aada malam di mana hilal tampak, Mesir dan di jalan-jalannya dihiasi dengan ribuan lampu. Pada hari yang sama, sebuah meja yang disebut "The Table of Sadness" dibuat dan diatur di sebuah aula sederhana. Roti barley, lentil, dan keju disajikan di atasnya. Khalifah datang dengan mengenakan pakaian gelap.

Selain menghidupkan hari-hari terakhir Sya'ban dan malam-malam sepanjang bulan Ramadhan dan menyediakan bahan bakar yang dibutuhkan masjid untuk menyalakan cahaya pada Layali Wuqud, otoritas di istana Khalifah biasa menyediakan bahan bakar, gula dan tepung untuk membuat manisan Ramadhan dan menyiapkan meja untuk umum.

Tugas-tugas ini diemban oleh sebuah entitas yang disebut Dar Al-Fitra, yang rutin mengatur persiapan kue dan sejenisnya untuk dibagikan pada malam Idul Fitri dan Idul Fitri di akhir bulan puasa. Itu dipersiapkan dalam jumlah yang besar untuk dibagikan kepada semua orang Mesir di ibu kota Kairo.

Menurut buku "Al-Kuttab al-Maqrizi", Khalifah sangat ingin menyiapkan meja buka puasa Ramadhan yang disebut "Al-Samat" di hadapan para kepala kantor, penguasa, dan para menteri. Aula Emas di Istana Timur Besar juga digelar pada malam Ramadhan, dua Idul Fitri, empat Layali Wuqud dan peringatan hari besar lainnya seperti Maulid Nabi SAW, kelahiran Hasan dan Husein, dan kelahiran Fatimah serta kelahiran Ali bin Abi Thalib.

Di Aula Emas, Al-Maqrizi menggambarkan, saat itu dibawakan 40 nampan, manisan dan kue. Gula, madu, almond, tepung, dan sherj, serta 500 pon manisan dibagikan kepada para pemimpin, qari, dan orang miskin.

Hari-hari itu berlanjut selama bertahun-tahun selama Kekhalifahan Fatimiyah, lalu pada tahun 1169 M, Salahudin Al-Ayyubi meruntukan Dinasti Fatimiyah dan menghapus berbagai hari perayaan yang biasa digelar selama era Fatimiyah. Para penguasa Ayyubiyah mengambil inisiatif untuk menghapus semua pewujudan Syiah dan ritualnya dari praktik di Mesir. Al-Azhar kehilangan perayaan resmi Layali Wuqud, dan hari-hari perayaan lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler