Kripto Kena Pajak? Begini Respons Pimpinan DPR

Transaksi kripto dan layanan fintech dapat dijadikan sumber pendapatan baru negara.

Pixabay
Uang kripto (ilustrasi)
Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para investor yang melakukan transaksi uang kripto alias cryptocurrency dan layanan teknologi finansial (fintech) di dalam negeri sudah mulai harus bersiap-siap untuk memberikan sebagian dari keuntungan transaksinya untuk pajak. Kabarnya Pemerintah berencana mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi zaman now ini.


Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar mendukung rencana pemerintah tersebut. Menurutnya skema pajak atas transaksi kripto dan layanan fintech dapat dijadikan sumber pendapatan baru negara.

"Transaksi kripto dan fintech sekarang kita tahu begitu besar. Pelanggannya juga jutaan orang. Jadi saya dukung aturan pengenaan PPh dan PPN untuk mereka, sekaligus ini bisa jadi sumber pendapatan baru bagi negara," kata Gus Muhaimin, Kamis ( 7/4/2022).

Gus Muhaimin mengutip laporan Kementerian Perdagangan yang menyebut nilai transaksi aset kripto mencapai  triliun pada 2020 dan tercatat Rp 859,4 triliun pada tahun lalu. Dari data tersebut, transaksi perdagangan aset kripto periode Januari hingga Februari 2022, tercatat sebesar Rp 83,3 triliun.

"Transaksi sebesar dan sebanyak itu tentu saja bisa meningkatkan pendapatan pajak negara. Jadi sudah sepatutnya dioptimalkan," tutur Gus Muhaimin.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkaji dan berkoordinasi dengan pengusaha transaksi aset kripto maupun Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) terkait besaran tarif pajak yang akan dikenakan.

"Saya minta lembaga terkait seperti Kemenkeu dan AFTECH saling berkoordinasi berapa besaran pajaknya nanti. Harapan saya pengenaan pajak tidak terlalu memberatkan para trader aset kripto maupun nasabah fintech yang berdampak pada berkurangnya transaksi hingga perpindahan trader ke transaksi exchange luar negeri," ujar Gus Muhaimin.

Di sisi lain, keponakan Gus Dur ini juga mendorong Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyosialisasikan aturan pengenaan PPh dan PPN kepada perusahaan penyelenggara transaksi aset kripto, perusahaan fintech, maupun kepada masyarakat selaku trader dan nasabah.

"Oya sosialisasinya harus masif dong. Jangan nanti terkesan pemerintah asal narik pajak saja oleh para pengusaha dan trader. Kalau masif saya yakin mereka juga mengerti, karena ini juga untuk kebaikan Indonesia, kebaikan kita bersama," tukasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler