Pertama Kalinya NASA 'Kirim' Dokter ke Luar Angkasa
Dokter dikirim ke luar angkasa oleh NASA dengan sistem holorpotasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konferensi video tidak pernah sekeren yang dilakukan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Dalam telepresensi pertama, NASA mengirim dokter ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dengan sistem holorpotasi.
Lewat teknologi tersebut, dokter dapat berbicara saat konferensi virtual dengan jarak ratusan mil di atas permukaan bumi. Teknologi holoportasi Microsoft memungkinkan pengguna berinteraksi dengan representasi 3D dari peserta jarak jauh secara waktu nyata.
“Ini merupakan cara komunikasi manusia melintasi jarak yang sangat jauh. Cara ini juga mengeksplorasi manusia dapat melakukan perjalanan keluar dari planet,” kata ahli bedah penerbangan NASA Josef Schmid.
Tidak seperti proyeksi holografik tradisional, holoportasi memerlukan penggunaan headset augmented reality (AR), seperti teknologi HoloLens Microsoft agar pemakainya dapat melihat dan berinteraksi dengan individu lain. Dalam kasus ini, astronot Badan Antariksa Eropa (ESA) Thomas Pesquet yang berada di ISS berkomunikasi menggunakan headset AR.
Dilansir Science Alert, Selasa (19/4/2022), dia melakukan percakapan dengan Schmid bersama CEO AEXA Aerospace Fernando De LA Pena Llaca yang mengembangkan perangkat lunak holoportasi khusus. Selama beberapa tahun, teknologi holoportasi Microsoft tidak pernah menghubungkan konferensi yang ambisius seperti menghubungkan peneliti medis dengan astronot dalam misi.
Dengan cara ini, para ilmuwan secara virtual dapat berinteraksi dengan representasi 3D secara waktu nyata dengan peserta jarak jauh di bumi, stasiun ruang angkasa, atau pesawat ruang angkasa lainnya.
“Tubuh fisik kita tidak ada di sana, tetapi wujud kita benar-benar ada di sana," ujar Schmid.
Langkah selanjutnya dalam evolusi teknologi adalah memungkinkan interaksi holoportasi dua arah sepenuhnya. Selama percobaan ini, Pesquet merupakan satu-satunya peserta yang memakai headset AR yang memungkinkannya untuk melihat peserta lain sebagai hologram 3D digital karena Schmid dan peserta lain tidak memakai perangkat tersebut.
Namun, saat semua peserta dilengkapi dengan peralatan yang sama, kemungkinan untuk melompat ke realitas orang lain bisa menjadi lebih instruktif.