Fragmen Virus Corona Ditemukan pada Feses Tujuh Bulan Pasca-Covid-19
Virus Covid-19 di usus diduga mainkan peranan penting terhadap long covid.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekelompok peneliti dari Stanford University menemukan adanya fragmen virus SARS-CoV-2 pada feses sebagian pasien Covid-19. Temuan ini mengindikasikan bahwa materi virus SARS-CoV-2 di usus mungkin memainkan peran penting dalam kemunculan gejala long Covid.
Meski kerap menginfeksi saluran pernapasan, SARS-CoV-2 juga memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel-sel di usus. Namun sejauh ini belum diketahui seberapa lama partikel virus bisa bertahan di usus setelah pasien Covid-19 dinyatakan sembuh.
Untuk mengetahui hal tersebut, peneliti dari Stanford University melakukan sebuah studi yang melibatkan 113 pasien Covid-19 selama 10 bulan. Para pasien yang terlibat dalam studi ini mengalami gejala ringan hingga sedang.
Pada satu pekan setelah pasien terdiagnosis Covid-19, peneliti menemukan adanya RNA virus SARS-CoV-2 pada hampir 50 persen pasien. Sekitar empat bulans etelahnya, hanya 12,7 persen pasien yang masih memiliki fragmen virus pada feses mereka. Setelah tujuh bulan, hanya empat persen pasien yang masih memiliki RNA virus di feses mereka.
Peneliti menekankan bahwa fragmen virus yang ditemukan pada feses para pasien bukan partikel virus yang menular. Oleh karena itu, temuan ini tidak mengindikasikan bahwa feses merupakan rute transmisi Covid-19 yang baru.
Akan tetapi, temuan dalam studi ini memberikan bukti yang lebih tegas bahwa SARS-CoV-2 mampu secara langsung menginfeksi sel-sel di usus. Selain itu, keberadaan partikel virus di usus yang persisten juga menunjukkan potensi bahwa kondisi tersebut kemungkinan berperan dalam kejadian long Covid.
"Tak ada yang benar-benar tahu apa yang menyebabkan long Covid, tetapi studi kami menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 bisa bersembunyi di usus selama berbulan-bulan," jelas peneliti Ami Bhatt, seperti dilansir New Atlas, Kamis (21/4/2022).
Menurut hipotesis Bhatt, gejala pencernaan yang sering dialami pasien long Covid mungkin saja merupakan respons inflamasi terhadap keberadaan partikel virus SARS-CoV-2 di usus untuk waktu yang lama. Tentu hal ini masih berupa spekulasi. Namun, temuan dalam studi ini dapat memberi petunjuk bahwa virus corona bisa bertahan juga di bagian tubuh lain untuk waktu yang lebih lama.
Studi ini juga mempertanyakan akurasi pengawasan air limbah untuk melacak prevalensi SARS-CoV-2 di suatu kota atau kabupaten. Bila kadar virus dalam air limbah akan digunakan untuk menentukan keputusan terkait kesehatan masyarakat, maka merupakan hal yang sangat krusial untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai dinamika jangka panjang dari shedding virus.
"Apakah peningkatan (kadar virus) di air limbah ini benar-benar sebanding dengan jumlah orang yang terinfeksi? Atau karena ada lebih banyak orang yang shedding virus pada kotoran mereka dalam waktu yang lama?," jelas Bhatt.
Tim peneliti mengungkapkan bahwa studi lebih lanjut diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Stanford University ini telah dipublikasikan dalam jurnal Med.