Akhirnya Jokowi Setop Ekspor Minyak Goreng: Akankah Stok Aman dan Harganya Segera Turun?

Ekspor minyak goreng dan bahan bakunya diberlakukan mulai Kamis, 28 April 2022.

ANTARA/Arif Firmansyah
Presiden Joko Widodo berbincang dengan warga saat membagikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi minyak goreng di Pasar Rakyat Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/4/2022). Jokowi akhirnya meneyetop ekspor minyak goreng dan bahan bakunya mulai Kamis, 28 April 2022.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Antara

Baca Juga


Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jumat (22/4/2022), mengumumkan bahwa Pemerintah Indonesia akan melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya yang diberlakukan mulai Kamis, 28 April 2022, hingga batas waktu yang belum ditentukan. Hal itu diambil sebagai Keputusan Presiden setelah memimpin rapat yang diikuti jajaran menteri untuk membahas terkait pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, demikian disampaikan Presiden dalam pernyataan yang disiarkan kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden, Jumat.

"Dalam rapat tersebut telah saya putuskan bahwa pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022, sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian," ujar Presiden.

Presiden berjanji akan memantau langsung dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Tujuannya agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau.

Kenaikan harga minyak goreng dan kelangkaan stok di pasaran sudah terjadi sejak akhir 2021 dan pemerintah sempat berusaha mengatasi keadaan tersebut dengan memberlakukan pengetatan ekspor CPO dan memprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pemerintah berusaha mengendalikan harga melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang ditetapkan pada 26 Januari berupa penetapan harga eceran tertinggi (HET) Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp 13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp 14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium.

Belakangan kebijakan itu dihapuskan karena gagal mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran hingga pemerintah hanya memberlakukan HET untuk minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter. Namun, hingga kini krisis minyak goreng baik yang kemasan dan curah belum juga teratasi.

Untuk meringankan beban rakyat yang terdampak kenaikan harga minyak goreng, Pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT). Bantuan ini akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non-Tunai (BNPT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta kepada 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan.

“Kita tahu harga minyak goreng naik cukup tinggi sebagai dampak dari lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng,” ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers terkait BLT minyak goreng di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4/2022) lalu.

Jokowi menyampaikan, pemerintah akan menyalurkan bantuan sebesar Rp 100 ribu setiap bulannya. Bantuan ini akan diberikan selama tiga bulan sekaligus pada April 2022 sebesar Rp 300 ribu untuk periode April, Mei, dan Juni.

“Pemerintah akan memberikan bantuan tersebut untuk tiga bulan sekaligus yaitu April, Mei, dan Juni yang akan dibayarkan di muka pada April 2022 sebesar Rp 300 ribu,” kata dia.

Direktur Utama PT Pos Indonesia Faizal Rochmad Djoemadi mengatakan, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng sudah mencapai 95,7 persen dari total 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM). "Alhamdulillah sampai hari ini menurut dashboard yang kita miliki dan bisa diakses secara realtime di Kemensos mencapai 95,7 persen dari total data yang diberikan Kemensos sebanyak 18,3 juta KPM," ujar Faizal, Jumat.

Faizal mengatakan, realisasi penyaluran ini termasuk cepat karena hanya membutuhkan waktu 10 hari untuk mencapai 95,7 persen. Ia optimistis penyalurannya bisa selesai sebelum Lebaran 2022.

 

BLT minyak goreng diberikan dengan indeks Rp 100.000 setiap bulan selama tiga bulan (April, Mei dan Juni), yang diserahkan sekaligus pada bulan April 2022. Sehingga masyarakat yang memenuhi syarat akan menerima bantuan senilai Rp 300 ribu/KPM yang diserahkan secara tunai melalui PT Pos Indonesia.

 

 


Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus meminta Pemerintah mengkaji kebijakan moratorium atau pelarangan untuk melakukan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. "Karena ujungnya, kebijakan tersebut bisa merugikan petani kecil dan mendorong lonjakan harga, termasuk produk turunan seperti minyak goreng," kata Deddy dalam keterangan tertulis, Jumat (22/1/2022).

Menurut dia, keputusan Pemerintah melakukan moratorium ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng akan tepat apabila dilakukan dalam jangka waktu pendek. Hal itu bisa dipahami sebagai langkah untuk memastikan kecukupan pasokan di dalam negeri serta penurunan harga di tingkat domestik.

"Tetapi ini bisa merusak industri CPO secara keseluruhan, industri minyak goreng juga; dan ini merugikan petani-petani kecil yang ada di pedalaman, terutama petani sawit kecil, pemilik lahan sawit sedang, dan pemilik kebun sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan CPO, refinery atau pabrik minyak goreng. Perlu diingat bahwa sekitar 41 persen pelaku industri sawit adalah rakyat kecil. Jadi ini menyangkut jutaan orang dan mereka yang pertama akan menderita akibat kebijakan tersebut," jelas Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Menurut dia, Pemerintah seharusnya tahu bahwa moratorium hanya akan menguntungkan pemain besar, khususnya perusahaan yang memiliki pabrik kelapa sawit, fasilitas refinery, pabrik minyak goreng, atau industri turunan lainnya. Perusahaan itumemiliki modal kuat, kapasitas penyimpanan besar, dan pilihanlain untuk menghindari kerugian. Jika ekspor itu dilarang, lanjutnya, maka industri dalam negeri tidak akan mampu menyerap seluruh hasil produksi karena kebutuhan minyak goreng yang bermasalahhanya sekitar 10 persen atau sekitar 5,7 juta ton per tahun, dibandingkan dengan total produksi yang mencapai 47 juta ton per tahun untuk CPO dan 4,5 juta ton per tahun untuk palm kernell oil (PKO).

"Buah sawit itu tidak bisa disimpan lama, begitu dipanen harus segera diangkut ke pabrik kelapa sawit. Jika tidak, buahnya akan busuk. Akibatnya, rakyat menanggung kerugian dan kehilangan pemasukan. Pemilik pabrik kelapa sawit juga tidak bisa menampung CPO olahan dalam waktu lama," katanya.

Selanjutnya, Pemerintah juga harus memastikan barangnya tersedia dan diawasi dengan baik. Pengawasan harus diperkuat dengan memastikan sinergisme kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) serta pemerintah daerah.

"Tanpa sinergisme yang baik antara kegiatan pengawasan, pencegahan dan penegakan hukum, makamasalah kelangkaan dan harga produk yang tinggi tidak akan pernah bisa selesai. Ingat, moratorium itu akan memicu kegiatan penyeludupan sebab barang akan langka dan harganya melonjak di luar negeri. Kalau perlu dikuasai oleh negara, termasuk distribusinya," katanya.

 

 

 

Ragam Bansos Kala Harga-Harga Meroket - (infografis republika)

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler