Mengais Rezeki Jelang Lebaran di Kampung Ketupat 

Rasa ketupat cangkang hijau lebih enak dari cangkan putih yang harganya lebih mahal.

Lilis Sri Handayani/Republika
Kustin sedang membuat cangkang ketupat. 
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Tangan Kustin (60 tahun) terlihat cekatan menyusun helai demi helai janur kelapa muda menjadi cangkang ketupat. Hanya dalam waktu setengah menit, sebuah cangkang ketupat berhasil dibuatnya.


Cangkang ketupat itupun ditaruhnya di dalam bungkusan plastik bening berukuran besar, bersatu dengan ratusan cangkang ketupat lainnya yang telah terlebih dulu selesai dibuat. Ada dua bungkusan plastik besar di hadapannya, yang sudah hampir terisi penuh.

"Ini buat dibawa ke Pasar Baru Indramayu untuk dijual," ujar Kustin saat ditemui Republika di kediamannya di Dusun Karang Baru, Desa Singajaya, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Sabtu (30/4/2022).

Kustin mengatakan, biasa berangkat ke Pasar Baru Indramayu sekitar pukul 23.00 WIB untuk berjualan cangkang ketupat lebaran. Biasanya, dia baru kembali pulang ke rumah pukul 11.00 WIB. Hal itu setelah cangkang ketupat lebaran yang dibawanya habis atau hampir habis terjual.

"Ya penjualannya sih tidak menentu. Kemarin saya bawa ke pasar 2 ribu biji, Alhamdulillah habis semua," tutur Kustin.

Kesibukan dalam membuat dan menjual cangkang ketupat menjadi rutinitas yang dijalani Kustin setiap menjelang lebaran Idul Fitri dan Idul Adha. Bahkan, hal itu telah dilakukan oleh para orang tua dari beberapa generasi sebelumnya.

"Ya dari dulu sejak ibu saya, nenek, nenek buyut dan orang tua sebelumnya lagi sudah membuat cangkang ketupat dari janur kelapa muda ini. Sudah turun temurun dari nenek moyang," ucap Kustin.

Tak hanya Kustin, sebagian besar warga di Desa Singajaya juga beramai-ramai memproduksi cangkang ketupat dari daun kelapa muda. Karenanya, desa itupun dikenal dengan sebutan ‘kampung ketupat’. Biasanya, pembuatan cangkang ketupat mulai dilakukan lima hari menjelang lebaran.

Cangkang ketupat dari Desa Singajaya itu tak hanya dijual ke Pasar Baru Indramayu. Namun juga dijual ke berbagai pasar di kecamatan lainnya di Indramayu bahkan Cirebon.

Berdasarkan pantauan Republika, di sebagian besar rumah warga yang saling berdampingan di desa itu terdapat aktivitas pembuatan cangkang ketupat. Kegiatan tersebut melibatkan hampir seluruh anggota keluarga.

"Pembuatan cangkang ketupat di desa ini sudah menjadi kebiasaan turun temurun. Bahkan anak kecil pun sudah bisa karena mereka diajari untuk membuatnya," tutur Kustin.

 

 

Pedagang menjual cangkang ketupat. (Antara/Ampelsa)

 

Produksi musiman

Kustin menjelaskan, produksi cangkang ketupat lebaran itu hanya bersifat musiman. Yakni hanya menjelang Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan saat hari-hari biasa, warga memiliki pekerjaan yang lain.

Untuk memperoleh janur kelapa muda sebagai bahan baku pembuatan cangkang ketupat, Kustin dan warga lainnya mendatangkannya dari sejumlah daerah di Tatar Sunda bahkan Jawa Tengah. Pasalnya, janur kelapa muda sulit diperoleh di desa mereka. Proses untuk mendatangkan janur kelapa muda itu sudah dilakukan beberapa hari sebelum Ramadhan.

"Dulu sih di sini juga banyak pohon kelapa. Tapi, sekarang sudah tidak ada," terang Kustin.

Kustin menyebutkan, untuk seikat janur yang berasal dari lima pohon kelapa (10 pucuk), dia harus merogoh Rp 180 ribu – Rp 200 ribu. Dari setiap pucuk, bisa dibuat 500 – 800 cangkang ketupat, tergantung ukuran janurnya.

Cangkang ketupat yang sudah jadi kemudian dihargai Rp 7.000 – Rp 20 ribu per ikat. Setiap ikat berisi sepuluh cangkang ketupat. Harga itu berbeda-beda tergantung warna janur kelapanya.

Cangkang ketupat dari janur yang berwarna putih dihargai lebih mahal karena dinilai lebih menarik. Sedangkan cangkang dari janur yang berwarna hijau, dihargai lebih murah.

"Padahal kalau sudah dijadikan ketupat, rasa ketupat dari cangkang hijau lebih enak dibandingkan cangkang putih," tukas Kustin.

Dari hasil berjualan cangkang ketupat lebaran itu, keuntungan yang diperoleh bisa di kisaran Rp 1 juta – Rp 2 juta per orang. Keuntungan itu masih bisa bertambah dari lidi janur kelapa yang mereka jadikan sebagai sapu untuk dijual.

Kustini menambahkan, penjualan cangkang ketupat dari Desa Singajaya bahkan tak terimbas pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir. "Penjualan tetap ramai, tidak berubah," cetus Kustini.

Namun, Kustini mengakui, untung dan rugi saat berdagang menjadi hal yang biasa. Dia pun pernah merugi saat berjualan cangkang ketupat jelang lebaran Idul Adha. Pasalnya, minat masyarakat untuk memasak ketupat saat Idul Adha tak setinggi saat lebaran Idul Fitri. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler