Dukungan untuk Meghan Markle Jadi Presiden AS Terus Tumbuh
Meghan Markle berada di posisi favorit kedua perempuan kandidat presiden AS.
EPA
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prospek Meghan Markle mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat bukan hal yang mustahil. Jajak pendapat bulanan yang diterbitkan oleh Democracy Institute/Express.co.uk, Ahad (1/5/2022), menunjukkan dukungan terhadap Markle terus tumbuh.
Baca Juga
Istri Pangeran Harry dari Kerajaan Inggris itu termasuk perempuan kandidat presiden yang disukai. Perempuan bergelar Duchess of Sussex tersebut merupakan kandidat perempuan favorit kedua dengan dukungan dari 17 persen responden untuk mencalonkan diri menjadi presiden.
Di antara nama kandidat perempuan yang ada, sosok paling favorit adalah Michelle Obama, istri mantan Presiden AS ke-44 Barack Obama. Dia mendapat dukungan sebesar 39 persen. Selain Michelle dan Markle, ada nama Wakil Presiden AS Kamala Harris (11 persen) dan Hilary Clinton (13 persen).
Temuan survei itu berbarengan dengan memburuknya situasi politik yang dihadapi oleh Presiden Joe Biden dan Partai Demokrat. Menjelang pemilihan umum paruh waktu pada November mendatang, Partai Republik unggul dengan dukungan sebesar 50 persen.
Sementara itu, dukungan untuk Partai Demokrat sebesar 42 persen. Kondisi itu artinya 262 kursi untuk Partai Republik 262 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan 173 kursi untuk Demokrat. Sementara, di Senat diproyeksikan 54-46 untuk Partai Republik.
Hal itu turut membuka prospek Partai Republik untuk terus maju dalam upaya memakzulkan Presiden Joe Biden atas dugaan korupsi yang melibatkan putranya Hunter dan kesepakatan bersejarah di Ukraina. Keadaan terus berangsur lebih buruk bagi Biden.
Untuk bulan kedua berturut-turut, lebih banyak orang Amerika (53 persen) berpendapat dia lebih baik keluar dari Gedung Putih. Hanya 35 persen orang yang berpikir Biden bisa memenangkan pemilihan berikutnya jika dia mencalonkan diri lagi, dan 63 persen yakin dia akan kalah.
Direktur Democracy Institute, Patrick Basham, mengatakan warga AS pada awalnya cukup mendukung sanksi yang dijanjikan pemerintahan Biden akan meruntuhkan ekonomi Rusia. Akan tetapi, lambat-laun gagasan kehancuran ekonomi Rusia itu cenderung dianggap hanya omongan kosong.
"Yang terpenting, para pemilih semakin menghargai bahwa sanksi balas dendam yang sedang berlangsung antara Rusia dan sebagian besar negara Barat lebih merugikan di negara asalnya daripada target yang mereka tuju, orang-orang Rusia," ujar Basham.
Ada pula keyakinan Donald Trump bisa kembali menang, mengingat dia terus menggerakkan unjuk rasa besar di seluruh AS. Twitter yang kini berada di bawah kepemilikan Elon Musk juga memastikan kebebasan berbicara di platform media sosial.
Menurut hasil jajak pendapat, Biden masih memiliki peluang terbaik melawan Trump daripada kandidat Demokrat lainnya tetapi masih kalah. Ketika responden diminta memilih antara Trump atau Biden, 47 persen memilih Trump dan 43 persen memilih Biden.
Sementara, Hilary Clinton yang dihadapkan dengan Trump juga masih kalah enam poin, yakni 41 persen dan 47 persen. Saat Markle yang jadi opsi dari Trump, dia pun masih tujuh poin lebih rendah. Sebanyak 46 persen responden memilih Trump dan 39 persen memilih Markle, dikutip dari laman Express, Senin (2/5/2022).
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler