Pakar Kesehatan Ungkap Pentingnya Survailans Kasus Hepatitis Misterius
Tiga anak di Jakarta meninggal diduga mengalami hepatitis akut berat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli kesehatan yang juga mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mendukung upaya pemerintah melakukan survailans secara masif terhadap penyakit hepatitis misterius pada anak. Ia menyebut, survailans harus dilakukan.
"WHO sudah memberikan kriteria bahwa kasus probable hepatitis akut bergejala berat jika pasien anak di bawah usia 16 tahun tidak ditemukan hepatitis A, B, C, D, atau E," kata Prof Tjandra yang dikonfirmasi Antara di Jakarta, Jumat (6/5).
Prof Tjandra mengatakan, Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit hepatitis akut bergejala berat hingga saat ini belum memiliki definisi konfirmasi secara medis karena belum diketahui secara pasti sebabnya. Sementara status probable merupakan rangkaian diagnosis sebelum status terkonfirmasi pasien diberlakukan.
Tjandra mencontohkan, laporan tiga anak di Jakarta yang meninggal diduga mengidap hepatitis akut berat. Kasusnya belum bisa dikatakan sebagai probable, sebab belum dibuktikan secara laboratorium adanya kemungkinan negatif terinfeksi hepatitis A, B, C, D atau E.
"Karena kalau salah satunya positif, bisa saja itu hepatitis yang lama (hepatitis A, B, C, D, E)," katanya.
Menurut Prof Tjandra, hepatitis akut sebenarnya sudah ada lama di dunia, termasuk di Indonesia, tapi dalam jumlah kasus yang sangat sedikit atau jarang terjadi. Pun dengan kasus hepatitis negatif A, B, C, D dan E, terutama di negara maju.
"Di Inggris, mereka sudah bisa mendeteksi kasus negatif hepatitis A-E. Tiba-tiba di Inggris yang kasusnya jarang, jadi banyak. Itulah yang memicu situasi global saat ini," katanya.
Tjandra yang juga mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kemenkes RI itu mengatakan, fenomena penyebaran hepatitis misterius di dunia yang terjadi saat ini karena dipengaruhi teknologi canggih alat kesehatan dalam mendukung upaya survailens penyakit baru di tengah masyarakat.
"Karena semua penyakit tidak mengenal paspor atau jadwal penerbangan. Dia bisa menyebar. Kalau kita mau telusuri, mungkin saja penyakit itu menyebar di setiap tempat, itu adalah fenomena yang ditangani di bidang penyakit menular," katanya.
Sebelumnya, dalam keterangan pers secara virtual, Kamis (5/5/2022), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mendorong upaya masif pelacakan hepatitis akut bergejala berat di setiap daerah untuk memastikan penyebaran kasus. Upaya pelacakan kasus diharapkan bisa memberi peluang bagi otoritas terkait maupun tenaga medis dalam upaya pencegahan dini penyakit.
"Kita tidak ada jeleknya kalau lebih ofensif. Jadi, tidak menunggu, tapi proaktif melakukan penyisiran agak besar-besaran di setiap daerah untuk memastikan bahwa hepatitis akut belum menyebar ke mana-mana," katanya.