Rumah Diserbu Demonstran, Mantan PM Sri Lanka Dievakuasi Militer

Dalam proses evakuasi, polisi terus menembakkan gas air mata ke demonstran.

AP/Eranga Jayawardena
Pendukung pemerintah Sri Lanka merusak tenda pengunjuk rasa anti-pemerintah yang didirikan di luar kediaman perdana menteri di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 9 Mei 2022. Ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah menggeruduk kediaman resmi perdana menteri Sri Lanka yang baru saja mengundurkan diri, Mahinda Rajapaksa, Senin (9/5/2022) malam.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah menggeruduk kediaman resmi perdana menteri Sri Lanka yang baru saja mengundurkan diri, Mahinda Rajapaksa, Senin (9/5/2022) malam. Hal itu membuat Mahinda harus dievakuasi oleh militer pada Selasa (10/5/2022) dini hari.

Baca Juga


Meski menuntut reformasi dan penghapusan unsur “Rajapaksa” di tubuh pemerintahan, pengunduran diri Mahinda tak membuat gelombang demonstrasi di sana mereda. Dalam aksi penggerudukan kediaman Mahinda, para pengunjuk rasa menyerbu gedung utama berlantai dua tempat Mahinda bersembunyi bersama keluarga dekatnya. 

“Setelah operasi sebelum fajar, mantan perdana menteri dan keluarganya dievakuasi ke tempat yang aman oleh tentara. Setidaknya 10 bom bensin dilemparkan ke dalam kompleks,” kata seorang pejabat tinggi keamanan, dikutip laman the Guardian.

Dalam proses evakuasi, polisi terus menembakkan gas air mata dan tembakan peringatan ke udara. Mahinda Rajapaksa adalah kakak dari Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. Sebelum mengisi posisi perdana menteri, Mahinda pernah menjabat sebagai presiden selama sepuluh tahun, yakni dari 2005 hingga 2015.

Meski sudah didesak dan dituntut mundur, Mahinda sempat menolak melakukannya. Namun pada Senin lalu, dia akhirnya menyerahkan surat pengunduran diri kepada adiknya, Gotabaya. “Banyak pemangku kepentingan telah menunjukkan solusi terbaik untuk krisis saat ini adalah pembentukan pemerintahan semua partai sementara. Oleh karena itu, saya telah mengajukan pengunduran diri saya agar langkah selanjutnya dapat diambil sesuai dengan konstitusi,” tulisnya dalam surat itu.

Pengunduran diri Mahinda merupakan konsesi terbaru yang dibuat dinasti Rajapaksa dalam menghadapi aksi protes berkepanjangan. Gotabaya baru-baru ini setuju untuk mencabut amandemen konstitusi yang telah memusatkan kekuasaan di tangannya dan menyerahkan kekuasaan kembali ke parlemen. Anggota keluarga Rajapaksa lainnya yang sebelumnya menduduki kursi di kabinet juga telah mengundurkan diri. Saat ini Gotabaya adalah satu-satunya Rajapaksa yang masih berkuasa.

Sejauh ini Gotabaya masih menolak mengundurkan diri.

 

Saat ini Sri Lanka tengah menghadapi krisis ekonomi akut. Selama beberapa bulan terakhir, warga di sana harus mengantre berjam-jam untuk membeli bahan bakar minyak, gas untuk memasak, bahan makan, serta obat-obatan yang sebagian besar diimpor. Kurangnya mata uang keras telah menghambat Sri Lanka mengimpor bahan mentah untuk manufaktur. Inflasi memburuk dan melonjak menjadi 18,7 persen pada Maret lalu.

Kondisi tersebut mendorong warga Sri Lanka turun ke jalan dan menggelar demonstrasi besar-besaran sejak Maret. Bulan itu, harga barang-barang di sana naik 19 persen atau merupakan yang tercepat di Asia. Baru-baru ini Kementerian Keuangan Sri Lanka mengumumkan bahwa cadangan devisa yang dapat digunakan telah anjlok di bawah 50 juta dolar AS.

Kondisi tersebut mencemaskan karena stok bahan bakar minyak di negara tersebut menipis. Sementara harga minyak sedang melonjak karena dipengaruhi konflik Rusia-Ukraina. Otoritas Sri Lanka telah mengumumkan bahwa pemadaman listrik di seluruh negeri akan meningkat menjadi sekitar empat hari. Hal itu karena mereka tak dapat memasok bahan bakar yang cukup ke pembangkit listrik.

Bulan lalu Sri Lanka telah memutuskan menangguhkan pembayaran utang luar negerinya. Secara total negara tersebut memiliki utang 25 miliar dolar AS. “Sudah sampai pada titik bahwa melakukan pembayaran utang itu menantang dan tidak mungkin. Tindakan terbaik yang dapat diambil adalah merestrukturisasi utang dan menghindari default yang sulit," kata Gubernur Bank Sentral Sri Lanka P. Nandalal Weerasinghe kepada awak media pada 12 April lalu.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler