PTM 100 Persen di Tengah Ancaman Hepatitis Akut dan Pandemi yang Belum Usai
SKB Empat Menteri yang terbaru menetapkan PTM 100 persen berdasarkan level PPKM.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Dian Fath Risalah
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kembali melakukan penyesuaian Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Pada penyesuaian keenam itu, penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM) dilaksanakan berdasarkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan capaian vaksinasi tenaga pendidik, serta warga masyarakat lansia.
"Penetapan level PPKM masih diatur melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri yang disesuaikan berkala," jelas Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, di Jakarta, Rabu (11/5/2022).
Bagi satuan pendidikan yang berada pada PPKM Level I dan Level II dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen, diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan jam pembelajaran (JP) sesuai kurikulum. Bagi yang capaian vaksinasi PTK di bawah 80 persen dan lansia di bawah 60 persen juga diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan durasi pembelajaran paling sedikit enam JP.
Kemudian, bagi satuan pendidikan yang berada di wilayah PPKM level III dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen, diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan JP sesuai kurikulum. Sedangkan, yang capaian vaksinasi PTK di bawah 80 persen dan lansia di bawah 60 persen, diwajibkan menyelenggarakan PTM 50 persen setiap hari secara bergantian dengan moda pembelajaran campuran maksimal enam JP.
Untuk satuan pendidikan pada wilayah PPKM level IV, dengan vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia lebih dari 60 persen diwajibkan menyelenggarakan PTM 50 persen setiap hari secara bergantian dengan moda pembelajaran campuran maksimal 6 JP. "Sementara yang vaksinasi PTK-nya di bawah 80 persen dan vaksinasi lansianya di bawah 60 persen masih diwajibkan untuk melaksanakan PJJ," kata Suharti.
Lebih lanjut, satuan pendidikan yang berada pada daerah khusus berdasarkan kondisi geografis terpencil sesuai dengan Kepmendikbudristek Nomor 160/P/2021, juga dapat menyelenggarakan PTM secara penuh. Suharti mengatakan, penyesuaian aturan telah melalui pembahasan lintas sektor dengan mempertimbangkan hasil penilaian situasi pandemi Covid-19 terkini dengan melibatkan para pakar pendidikan dan epidemiolog.
"SKB Empat Menteri yang terbaru menjadi acuan untuk pemerintah daerah dalam pelaksanaan PTM. Pemerintah daerah tidak diperkenankan menambahkan pengaturan atau persyaratan lain," ujar dia.
Beberapa perubahan aktivitas dalam pembelajaran tatap muka di antaranya, dapat kembali dilaksanakannya kegiatan ekstrakurikuler dan olahraga dengan ketentuan aktivitas dilakukan di luar ruangan/ruang terbuka. Selain itu, kantin kembali dibuka dengan kapasitas pengunjung maksimal 75 persen untuk PPKM Level I, II dan III dan 50 persen bagi satuan pendidikan di PPKM level IV.
Pengelolaan kantin dilaksanakan sesuai dengan kriteria kantin sehat dan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. "Karena tidak semua anak bisa membawa bekal dari rumah, maka kita berikan izin agar kantin sekolah dapat kembali beroperasi dengan penerapan protokol kesehatan," kata Suharti.
"Untuk pedagang makanan di luar pagar wajib dikoordinasikan dengan Satgas Penanganan Covid-19 setempat dan diperbolehkan berdagang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat sesuai dengan pengaturan PPKM. Pastikan anak-anak kita mengonsumsi makanan yang bergizi dan dimasak dengan baik," kata Suharti.
Dalam SKB terbaru, orang tua atau wali peserta didik juga masih diberikan opsi untuk memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, ada syarat tertentu untuk opsi PJJ sampai tahun ajaran 2021/2022 berakhir.
"Bagi orang tua/wali yang masih memilih pembelajaran jarak jauh perlu melampirkan surat keterangan kesehatan anaknya dari dokter," ujar Suharti.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pembelajaran dan melakukan surveilans epidemiologis. Pelanggaran protokol kesehatan pada saat pembelajaran tatap muka berlangsung dapat diberikan sanksi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, ataupun kantor wilayah Kementerian Agama provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
"Apabila ditemukan kasus positif terkonfirmasi lebih dari lima persen dan terjadi klaster penularan, maka PTM dapat dihentikan sementara sekurang-kurangnya 10x24 jam," jelas Suharti.
Namun, apabila setelah dilakukan surveilans dan ditetapkan bukan merupakan klaster penularan dan angka terkonfirmasi positif di bawah lima persen, maka PTM terbatas hanya dihentikan pada kelompok belajar yang terdapat kasus konfirmasi dan/atau kontak erat Covid-19 selama 5x24 jam.
"Apabila hasil surveilans perilaku di satuan pendidikan di bawah 80 persen, maka perlu dilakukan asesmen ulang kesiapan daftar periksa dan penerapan protokol kesehatan," jelas dia.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, juga meminta satuan pendidikan untuk memperbaiki protokol kesehatan (prokes) untuk menghadapi penyakit hepatitis akut di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai. Penerapan prokes tersebut masih mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri terakhir.
"Sesuai SKB terbaru level I-III PTM 100 persen," ungkap lewat pesan singkat kepada Republika, Rabu (11/5/2022).
Jumeri juga menerangkan, pihaknya sudah berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan tentang penyakit hepatitis akut yang belakangan muncul ke permukaan. Untuk itulah Kemendikbudristek meminta satuan-satuan pendidikan untuk memperbaiki prokes di tempat masing-masing.
"Kami sudah berdiskusi (dengan Kemenkes mengenai penyakit hepatitis akut)," ujar Jumeri.
Adapun, Ketua Umun Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso mengatakan hingga kini pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi untuk menunda PTM. IDAI masih melakukan kajian.
"Untuk PTM ini kami terus melakukan kajian seperti apa intensitas dari kasus. Hingga saat ini, IDAI belum mengeluarkan rekomendasi untuk menunda PTM," ujar Piprim dalam diskusi daring, Selasa (10/5/2022).
Piprim mengatakan, IDAI mengimbau agar anak-anak yang akan melakukan PTM untuk disiplin menerapkan prokes seperti memakai masker, mencuci tangan memakai sabun, menjaga jarak, tidak bertukar alat makan dan memakan makanan yang matang. Perilaku tersebut, lanjut Piprim, dilakukan untuk mencegah adanya penularan Covid-19 dan hepatitis akut misterius serta penyakit menular lainnya.
"Memang perlu waspada pada saat nanti anak-anak sudah melakukan PTM, protokol kesehatan tetap dilakukan oleh anak-anak kita," ujar Piprim.
Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI, dr Muzal Kadim mengatakan, hingga kini IDAI belum cukup bukti untuk mengeluarkan rekomendasi penundaan PTM terkait hepatitis akut ini.
"Sampai saat ini kan memang belum dikeluarkan rekomendasi untuk PTM karena belum cukup untuk bukti-buktinya, karena buktinya sampai sekarang juga belum jelas," terang dia.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemendikbudristek dan pemerintah daerah (pemda) untuk membuat surat edaran terkait dengan munculnya kasus hepatitis akut yang menyerang anak. Sebab, P2G khawatir penyakit tersebut akan berubah menjadi pandemi terhadap anak.
"Kami mendesak Kemdikbudristek dan pemda membuat surat edaran sebagai pengingat, agar sekolah-sekolah meningkatkan disiplin protokol kesehatan, mencegah Covid-19 yang masih pandemi termasuk mencegah penularan hepatitis terhadap anak," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, Rabu (11/5/2022).