Eropa Usulkan Aturan Baru untuk Awasi Aplikasi Pesan, WhatsApp dkk Terkena Dampak

Pengawasan deteksi hanya boleh digunakan untuk mendeteksi pelecehan seksual anak.

EPA-EFE/ANDREJ CUKIC
Logo Facebook, Whatsapp, dan Instagram. Komisi Eropa mengusulkan aturan baru yang akan mengamati aplikasi perpesanan, seperti WhatsApp, iMessage, dan Facebook Messenger untuk konten pelecehan seksual anak dan child grooming.
Rep: Meiliza Laveda Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Eropa mengusulkan aturan baru yang akan mengamati aplikasi perpesanan, seperti WhatsApp, iMessage, dan Facebook Messenger untuk konten pelecehan seksual anak dan child grooming. Aturan tersebut memberikan kekuatan pengawasan kepada pihak berwenang untuk mengamati percakapan di sejumlah platform di dunia.

Baca Juga


Jika mereka menerima “deteksi order,” mereka akan menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengamati gambar dan pesan teks. Nantinya, perintah itu akan dikeluarkan oleh pengadilan atau otoritas nasional independen.

“Perintah deteksi dibatasi dalam waktu dan menargetkan jenis konten tertentu pada layanan tertentu,” kata Komisi Eropa.

Teknologi deteksi hanya boleh digunakan untuk mendeteksi pelecehan seksual anak. Penyedia platform harus menerapkan teknologi yang tidak mengganggu privasi sesuai dengan keadaan dan membatasi kesalahan.

Ini juga menyatakan, toko aplikasi harus memastikan anak-anak tidak dapat mengunduh aplikasi yang dapat membuat mereka berisiko tinggi terhadap kasus pelecehan.

Namun, usulan tersebut mendapat kritikan di kalangan pakar. “Dokumen ini merupakan hal yang paling menakutkan yang pernah saya lihat. Ini menggambarkan mesin pengawasan massal paling canggih yang pernah dikerahkan di luar China dan Uni Soviet,” kata profesor kriptografi di Johns Hopkins, Matthew Green.

Para ahli memperingatkan pengenalan kekuasaan untuk pemerintah Eropa akan membuatnya tersedia untuk pemerintah lain. “Dengan secara hukum mengamanatkan pembangunan sistem pengawasan ini di Eropa, pemerintah Eropa pada akhirnya akan membuat kemampuan ini tersedia untuk setiap pemerintah,” ujar Green.

Sementara pakar privasi lain mengatakan usulan Komisi Eropa tidak sesuai dengan prinsip enkripsi ujung-ke-ujung dan hak privasi dasar. Analis kebijakan senior di kelompok hak digital Electronic Frontier Foundation, Joe Mullin, mengatakan, usulan tersebut hanya bertujuan untuk membaca dan mengamati pesan pengguna dalam skala besar.

“Jika itu menjadi undang-undang, proposal itu akan menjadi bencana bagi privasi pengguna. Tidak hanya di Uni Eropa (UE) tetapi di seluruh dunia,” ucap dia.

 

Banyak pemerintah, termasuk Inggris, Amerika Serikat (AS), dan di seluruh Eropa telah berusaha mengikis privasi pengguna dengan membuat pengguna lebih rentan dari penjahat. Meskipun rencana tersebut tidak secara langsung menyerukan enkripsi ujung-ke-ujung, tidak jelas bagaimana hal itu akan dilakukan tanpa merusaknya.

“Penjahat sudah menggunakan saluran distribusi yang tidak akan terpengaruh oleh pengawasan ini dan akan dengan mudah lolos di masa depan,” kata Linus Neumann dari kolektif peretas Jerman, Chaos Computer Club.

Dilansir Independent, Kamis (12/5/2022), Kepala WhatsApp, Will Cathcart, juga mengkritik usulan itu dalam utas Twitter. “Sangat mengecewakan melihat peraturan UE yang diusulkan di internet gagal melindungi enkripsi ujung-ke-ujung. Jika UE mengamanatkan sistem pengawasan seperti ini dibangun untuk satu tujuan di UE, itu akan digunakan untuk melemahkan hak asasi manusia dengan berbagai cara secara global,” kata Cathcart.

 

Dia mengusulkan agar legislator perlu bekerja dengan para ahli yang lebih memahami soal sistem keamanan internet sehingga mereka tidak membahayakan banyak orang. Dengan bekerja sama, mereka juga bisa berfokus pada perlindungan anak-anak seraya mendorong privasi di internet.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler