Sejarah di Balik Angka dan Nama Bangunan Tua di Padang dan Alahan Panjang
Sejarah di Balik Angka dan Nama Bangunan Tua di Padang dan Alahan Panjang
Sering muncul pertanyaan dalam diri kita saat melihat sebuah bangunan tua apakah berupa gedung atau rumah tua. Pertanyaannya tahun berapakah bangunan ini didirikan? Kapankah tepatnya masjid ini dibuat? Siapakah yang membuatnya? Untuk apa dibuat? Siapakah pemilik bangunan itu sekarang? Bagaimana proses pembuatan bangunan tersebut
Pertanyaan kapan tentu terkait dengan waktu dan tahun. Pertanyaan ini sebetulnya gampang dijawab jika sipemilik atau yang membuat mencantumkan tahun pembuatan dibangunaan yang didirikannya. Beberapa bangunan tua di Kota Padang mencantumkan atau membuat tahun pembuatan di bangunan mereka dan hal ini tentunya menjawab keinginan kita untuk mengetahui kapan atau waktu tepat bangunan itu didirikan. Kita tidak perlu lagi memperpanjang pertanyaan hanya untuk sekedar mengetahui kapannya itu. Bangunan tua yang konon dahulunya adalah sebuah hotel di Kawasan pasar Gadang mencantumkan Anno , 50201918, kemudian ada lagi sebuah bangunan yang dulunya digunakan sebagai gudang Semen Padang tertulis di bagian atasnya 1913. Selain itu ada lagi sebuah Klenteng yang kelihatan sudah mengalami pemugaran dimana di bagian atas depannya tertulis HBT 1876. Semuanya merujuk pada tahun pendirian gedung tersebut. Minimal untuk sementara seperti itulah kita menyimpulkannya.
Menilik dari bangunan yang mencantumkan tahun seperti itu sebagian besar merupakan bangunan berbahan semen. Bangunan dari kayu hampir tidak ada yang mencantumkan tahun pembuatan. Besar kemungkinan saat itu bangunan yang terbuat dari semen adalah sebuah kebanggaan atau prestise tersendiri bagi pemiliknya sehingga si pemilik merasa perlu mencantumkan tahun pembuatan dibangunan tersebut. Selain itu menuliskan sesuatu memang lebih mudah pada bangunan berbahan semen dibandingkan bahan lain.
Kebanggaaan memiliki bangunan berbahan semen juga terlihat dari letak angka tahun itu dituliskan. Hampir semuanya menempatkan angka tahun itu di puncak bagian depan rumah atau bangunan yang dibuat. Tujuannya tentu saja agar mudah dilihat oleh siapa saja. Angka serupa hampir tidak ditemukan pada bagian dalam bangunan. Rata-rata bangunan yang berangka tahun memang hanya ditulis angka tahunnya saja. Penulisan secara lengkap seperti Anno, 50201918 diatas jarang ditemukan.
Dapat diperkirakan bahwa pemilik bangunan bukan orang biasa atau orang kebanyakan pada masa itu. Mereka diyakini telah berpendidikan dan mengenal angka atau saudagar kaya yang memiliki keinginan untuk mengenang hasil jerih payahnya. Orang awam atau orang biasa ketika tentunya belum mampu memiliki bangunan berbahan semen.
Lain halnya di Alahan Panjang, sebuah kota kecil yang terletak di Kabupaten Solok, rumah dan bangunan disana tidak berangka tahun melainkan bernama. Pemilik rumah tidak mencantunkan tahun tetapi namanya sendiri seperti Patma Abbas, Ahmad dan Nurseha. Ketiga nama ini mencantumkan namanya di rumah yang terbut dari kayu. Ketika ditelusuri ternyata Ahmad dan Nurseha adalah suami istri yang namanya ditulis berbeda didua bagian bangunan yang berdekatan. Entah kenapa.
Kebiasaan menuliskan atau mencantumkan angka tahun dan nama pada sebuah bangunan adalah kebiasaan yang langka yang semestinya diwarisi. Terlepas dari tujuan awal untuk sebuah kebanggaan atau apa jelas bahwa kebiasaan itu telah membantu kita mengetahui masa lalu. Kebiasaan ini jelas juga merupakan kebiasaan yang dimiliki orang terpelajar.
Menuliskan angka tahun seperti itu juga merupakan satu bentuk kesadaran sejarah yang dimiliki oleh generasi terdahulu. Untuk menanamkan kesadaran sejarah sepertinya dapat dimulai dengan cara seperti ini yakni dengan mencantumkan hari tanggal dan tahun disetiap kegiatan. Kita tidak harus marah dengan coretan-coretan yang dilakukan anak muda hari ini. Suatu saat bukan tidak mungkin sebuah sejarah akan ditulis dari coretan-coretan seperti itu seperit hanya coretan-coretan siswa kita di bangku dan meja mereka.