Menlu Palestina: Turki Coba Wujudkan Solusi, Tapi Dihalangi Zionis Israel

Turki disebut berupaya tengahi konflik Palestina Israel namun dihalingi Israel

Republika/Iman Firmansyah
Menlu Palestina Riyad al-Maliki, menyebut Turki berupaya tengahi konflik Palestina Israel namun dihalingi Israel
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menyebut Israel kemungkinan adalah penghalang Turki untuk mewujudkan negosiasi politik dan solusi atas konflik Israel dan Palestina. 


Al-Maliki menekankan, Turki selalu berupaya melakukan pendekatan yang baik untuk menyudahi konflik.

"Turki selalu ingin proaktif, mencoba memecahkan masalah. Masalahnya bukan Turki atau Palestina, masalahnya adalah Israel," kata al-Maliki, seperti dilansir Daily Sabah, Senin (23/5/2022).

Al-Maliki mengatakan, Tel Aviv menolak negosiasi Palestina-Israel. Dia juga ingat, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menyuarakan bahwa dia menentang solusi dua negara, negosiasi, dan negara Palestina yang berdaulat. Bennett juga tidak percaya inisiatif yang dimulai oleh Turki atau negara lain akan dibalas oleh Israel. 

"Kita harus bisa melihat bahwa hubungan antara Turki dan Israel sudah matang, bahwa Turki dapat menekan Israel untuk melayani rakyat Palestina," kata al-Maliki. 

Dia akan berdiskusi dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Avusoglu mau dibawa ke mana arah hubungan ini. Termasuk bagaimana Turki berupaya membebaskan Palestina dari kebuntuan ini dan bagaimana mengakhiri masalah akibat pendudukan Israel yang sedang berlangsung. 

Pekan ini, Menlu Turki Avusoglu akan melakukan perjalanan ke Israel dan Palestina. Dia akan mengunjungi Israel pada 25 Mei di tengah meningkatnya upaya antara rival regional untuk memperbaiki hubungan, empat tahun setelah mereka mengusir duta besar Turki. 

Avusoglu bakal melakukan perjalanan ke Israel dan Palestina dengan Menteri Energi Fatih Donmez pada 24 Mei dan akan membahas penunjukan duta besar dengan mitra Israelnya selama kunjungan. Kerjasama energi diharapkan menjadi topik lain dalam agenda. 

Turki dan Israel baru-baru ini mencoba membuka lembaran baru dalam hubungan mereka, yang ditandai dengan kunjungan Presiden Israel Isaac Herzog dan pertemuannya dengan Presiden Recep Tayyip Erdoğan di Ankara pada Maret lalu. 

Pada 2010 lalu, Israel dan Turki masing-masing menarik duta besar mereka setelah pasukan Israel menyerbu armada menuju Gaza yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Palestina yang melanggar blokade Israel. Insiden itu mengakibatkan kematian sembilan aktivis Turki. 

Hubungan rusak lagi pada 2018, ketika Turki yang marah karena Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem. Dan sekali lagi memanggil duta besarnya, mendorong Israel untuk menanggapi dengan cara yang sama. Kedua negara belum menunjuk kembali duta besar mereka. 

Al-Maliki menambahkan, Palestina menyambut baik kunjungan delegasi besar dari Turki dan kesepakatan diharapkan akan ditandatangani setelah putaran kedua Komite Bersama Turki-Palestina. 

Duta Besar Palestina untuk Turki Faed Mustafa juga menuturkan, pemulihan hubungan baru-baru ini antara Turki dan Israel tidak menjadi perhatian bagi Palestina. Menurutnya, dukungan dari pemerintah dan rakyat Turki untuk perjuangan Palestina akan terus berlanjut. 

"Kami tidak berpikir itu (hubungan antara Israel-Turki) akan berdampak negatif. Kami menghormati pilihan Turki. Kami menghormati kedaulatan Turki. Turki memutuskan sendiri dengan siapa dia menjalin hubungan atau tidak. Namun hal ini tidak akan membuat kami senang baik dari Turki atau negara lain mana pun di dunia," ujar Mustafa. 

"Karena Israel, bagi kami, adalah negara pendudukan. Negara pendudukan ini harus dikepung dan diperhitungkan atas kejahatan yang dilakukannya. Namun, kami yakin bahwa Turki mendukung rakyat Palestina. Sikap Turki adalah jujur, kuat, dan mantap. Kepercayaan kami pada Turki sangat besar," tambahnya.      

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler