Hepatitis Akut Bisa Dicegah dengan Menjaga Kebersihan Makanan
Menjaga kebersihan makanan menjadi salah satu langkah pencegahan hepatitis akut
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menjaga kebersihan makanan menjadi salah satu langkah pencegahan sementara untuk menghadapi hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya (acute hepatitis of unknown aetiology) yang banyak menyerang anak-anak. Imbauan ini disampaikan epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono.
"Kalau hepatitis akut kebanyakan infeksi atau melalui makanan jadi menurut saya kalau infeksinya tidak diketahui, anggap saja infeksinya bisa lewat pernapasan atau pencernaan. Jadi upayanya makanan dulu kita harus jamin kebersihannya," kata Miko ketika dihubungi Antara dari Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Secara khusus dia menyoroti pentingnya standar yang lebih rinci terkait kesehatan dan kebersihan makanan yang dikonsumsi masyarakat. Tidak hanya terbatas untuk produk makanan yang harus memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tapi juga makanan lain seperti yang dijual di rumah makan umum.
Adanya standar kesehatan itu diharapkan dapat mendorong lebih banyak produk makanan sehat dan murah yang dapat diakses oleh masyarakat. "Kemudian cara makan yang sehat juga digaungkan. Standar alat makan yang sehat juga seperti apa," jelasnya.
Untuk memastikan standar tersebut, menurut dia, Dinas Kesehatan di berbagai daerah diharapkan tidak hanya melakukan sertifikasi tapi juga pengawasan terkait produk makanan dan tempat produksi dari makanan yang berpeluang dikonsumsi masyarakat. Hal itu penting dilakukan mengingat penyebab hepatitis misterius itu masih belum terkonfirmasi secara pasti. Menjaga kebersihan makanan masih menjadi salah satu langkah untuk mencegah infeksinya.
Sebelumnya Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril melaporkan situasi global terkait penularan yang diduga penyakit hepatitis akut belum diketahui penyebabnya per 21 Mei 2022 adalah berjumlah 614 kasus. Berbicara dalam keterangan pers secara virtual pada Selasa (24/5/2022), Syahril juga menjelaskan separuh dari total 35 laporan kasus di Indonesia tidak terbukti secara klinis sebagai penyakit hepatitis akut misterius.