KPK Duga Ade Yasin Minta Uang ke Swasta untuk Biaya Suap Auditor BPK Jabar

Suap diberikan agar pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat WTP TA 2021.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Tersangka Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (kanan).
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Bupati Ade Yasin meminta uang dari para kontraktor. Uang itu kemudian dipakai oleh politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk operasional suap bagi auditor Badan Pemeriksa Keuangan Jawa Barat (BPK Jabar).


Hal tersebut didalami penyidik KPK saat memeriksa sembilan orang saksi terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Bogor, Ade Yasin. Mereka memberikan keterangan terkait dugaan berbagai aliran penerimaan sejumlah uang oleh tersangka Ade Yasin melalui perantaraan tersangka Rizki Taufik dari beberapa pihak swasta.

"Turut diduga pula bahwa uang-uang ini yang kemudian diberikan pada tersangka ATM dkk sebagai dana operasional selama proses audit berlangsung," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (31/5).

Adapun, kesembilan saksi itu antara lain Wiraswasta, Hartanto Hoetomo; Direktur CV Arafah, M Hendri; Direktur CV Perdana Raya, Yusuf Sofian; Direktur CV Oryano, Maratu Liana; dan Direktur PT Rama Perkasa, Susilo. Selanjutnya, Direktur PT Lambok Ulina, Bastian Sianturi; karyawan PT Lambok Ulina, Makmur Hutapea; Dirut PT Tureloto Battu Indah, Yosep Oscar Jawa Battu; dan Direktur CV Cipta Kesuma Ma'arup Fitriyadi.

Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin (30/5) lalu. Disaat yang bersamaan, KPK juga memeriksa Direktur PT Nenci Citra Pratama, Nelse S dan seorang wiraswasta yakni Dedi Wandika dan pensiunan Amhar Rawi sebagai saksi dalam kasus serupa.

"Ketiganya tidak hadir dan informasi yang kami terima ketiganya tanpa memberikan konfirmasi alasan ketidak hadirannya. Tim Penyidik segera akan menjadwalkan pemanggilan berikutnya," katanya.

Dalam kasus ini KPK menetapkan delapan tersangka termasuk Ade Yasin. Ketujuh tersangka lainnya yakni Sekretaris Dinas PUPR, Maulana Adam; Kasubid Kas Daerah BPKAD, Ihsan Ayatullah dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR, Rizki Taufik sebagai pemberi suap.

Sedangkan tersangka penerima suap yakni sejumlah pegawai BPK Jawa Barat seperti Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis, Anthon Merdiansyah; Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor, Arko Mulawan dan dua orang pemeriksa, Hendra Nur Rahmatullah Karwita dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring OTT KPK. Dalam operasi senyap itu, KPK juga mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp 1,024 miliar, terdiri dari uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta.

Suap diberikan agar pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat. Selanjutnya BPK Perwakilan Jawa Barat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2021 milik Pemkab Bogor.

BPK melakukan audit mulai Februari hingga April 2022. Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh Ade Yasin melalui Ihsan dan Maulana pada tim pemeriksa dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler