Gobel: APBN 2023 Harus Dorong Ekonomi Berkualitas
Rachmat Gobel mengatakan APBN 2023 harus dimanfaatkan untuk memperkuat SDM
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, mengatakan APBN 2023 harus dimanfaatkan untuk memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), memperkuat industri dalam negeri, dan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Jangan untuk impor dan jangan untuk yang sifatnya fisik saja. APBN 2023 harus mendorong ekonomi yang berkualitas. Ini momentum yang baik pascapandemi Covid-19 dan sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo,” katanya, Selasa (31/5/2022).
Hal itu ia kemukakan merespons Tanggapan Pemerintah atas Pandangan Fraksi-fraksi terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PKF) Tahun 2023 yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa. Sebelumnya pada Jumat (20/5/2022), mewakili pemerintah Menkeu menyampaikan pidato pengantar tentang KEM-PKF Tahun 2023.
Pada kesempatan itu, Menkeu menyampaikan sejumlah asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023, yaitu: pertumbuhan ekonomi 5,3-5,9%, inflasi 2-4%, nilai tukar rupiah Rp 14.300-14.800 per dolar AS, tingkat suku bunga SBN 10 tahun 7,34-9,16%, harga minyak mentah 80-100 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 619-680 ribu barel per hari, dan lifting gas 1,02-1,11 juta barel setara minyak per hari. Ia juga menyampaikan tiga tantangan yaitu pandemi Covid-19 belum sepenuhnya selesai, lonjakan inflasi global, dan percepatan pengetatan kebijakan moneter global, khususnya di Amerika Serikat.
Untuk itu ia menyampaikan sejumlah langkah yang harus dilakukan yaitu akselerasi agenda reformasi struktural melalui peningkatan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur, serta reformasi birokrasi dan regulasi. “Penguatan program pendidikan, kesehatan, serta perlindungan sosial sangat krusial dalam mengatasi isu fundamental perekonomian, termasuk rendahnya tingkat produktivitas nasional,” katanya.
Gobel menyampaikan ekonomi yang berkualitas adalah ekonomi yang memakmurkan seluruh lapisan masyarakat melalui pemerataan ekonomi dan kuatnya industri nasional dengan mengandalkan SDM berkualitas. Menurutnya, kemakmuran lebih mudah dicapai jika fokus pada pembangunan pertanian, peternakan, perikanan-kelautan, pariwisata, ekonomi kreatif, dan UMKM. Semua sektor itu, katanya, melibatkan tenaga kerja yang besar dan bertumpu di perdesaan serta masyarakat lapis bawah.
“Utamanya pertanian. Selain menjaga nilai tukar petani, juga menaikkan produktivitas pertanian. Ini juga akan memperkuat pangan nasional. Apalagi krisis pangan dunia mulai mengancam akibat perubahan iklim, pandemi, dan konflik Rusia-Ukraina,” katanya.
Lebih lanjut Gobel menyatakan fokus di bidang-bidang itu sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo untuk membangun dari pinggiran. “Saatnya pemerataan ekonomi,” jelasnya.
Khusus di bidang pertanian, Gobel menyebut sudah saatnya pula meninggalkan pertanian dengan pupuk subsidi dan beralih ke pupuk nonsubsidi. “Ini akan meningkatkan produktivitas dan sekaligus menaikkan kemakmuran petani. Untuk modalnya sudah ada KUR dan juga menguatkan koperasi petani,” terangnya.
Anggota DPR dari Partai Nasdem ini mengatakan di era persaingan global ini yang akan menang adalah negara-negara dan bangsa-bangsa yang memiliki daya dukung ekonomi nasional yang kuat dan yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang kompetitif. Ekonomi nasional yang kuat bukan terletak pada kekayaan alam yang melimpah, jumlah penduduk yang besar, atau wilayah yang luas. Akan tetapi kekuatan ekonomi nasional terletak pada kemampuannya dalam menguasai pasar dalam negerinya dengan produk-produk yang diproduksinya sendiri.
“Karena di balik itu ada manusia-manusia yang berkualitas," ungkap Gobel.
Sedangkan negeri dan bangsa yang mengandalkan kekayaan alamnya belaka, hanya berpikir jangka pendek hanya menggali dan menebang untuk kemudian menjualnya. “Biasanya, pasangan ekonomi seperti itu adalah cuma mengimpor dan menjual. Tak butuh kecanggihan apa pun. Ekonomi yang semacam ini tak menghasilkan peradaban. Hanya menghasilkan orang-orang kaya yang tercerabut dari akar bangsanya sendiri. Indonesia tak didirikan untuk menjadi negeri dan bangsa semacam itu,” kata Gobel.
Gobel menerangkan di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur, Indonesia justru masih melakukan impor untuk barang-barang yang justru sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Padahal, pemerintah telah memiliki regulasi tentang keharusan penggunaan produk dalam negeri tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Hal ini sangat tak memperkuat ekonomi nasional. Padahal itu proyek negara. Ini juga berarti APBN kita untuk membayar upah buruh negara lain. Jadi sama saja membuat makmur rakyat negara lain dan memperkuat industri negara lain,” katanya.
Di saat Indonesia gencar membangun, impor malah banjir. “Ini namanya mematikan industri dalam negeri,” katanya.
Menurutnya pembangunan justru harus memperkuat industri dalam negeri. APBN dan pasar dalam negeri yang besar merupakan insentif tersendiri dalam mengundang investasi asing untuk membangun industri nasional.
Berdasarkan pemberitaan di media, lanjut Gobel, pada 2021 impor baja naik 22 persen dan proporsi baja impor pada tahun itu mencapai 43 persen. Berdasarkan data statistik, impor besi dan baja pada 2017 senilai 7,985 miliar dolar AS. Namun pada 2021 melonjak menjadi 11,957 miliar dolar AS. Dari 2020 ke 2021, melonjak drastis 74,42 persen.
Sedangkan untuk barang elektronika, impor pada 2017 mencapai 17,931 miliar dolar AS. Pada 2021 melonjak menjadi 22,338 miliar dolar AS. Dari 2020 ke 2021 melonjak 17,4 persen. Khusus untuk alat pendingin ruangan (AC), 80 persen dikuasai produk impor. Padahal semua produk itu sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
Untuk membangun SDM berkualitas, kementerian pendidikan dan kebudayaan diminta lebih fokus pada manusianya. “Jangan sibuk pada proyek yang sifatnya fisik atau sibuk gonta-ganti sistem,” katanya.
Menurutnya, anggaran untuk sektor pendidikan sudah sangat besar. Bahkan pada usulan APBN P 2022, di tengah tekanan terhadap APBN akibat kenaikan harga minyak bumi dan subsidi energi yang membengkak, anggaran untuk pendidikan justru ditambah. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sangat peduli pada kualitas SDM.
“Kita harus bisa mengejar ketertinggalan akibat pandemi ini. Belajar secara daring telah memberikan dampak yang cukup besar. Ini saya temui sendiri saat saya turun ke pelosok-pelosok. Jadi jangan habiskan anggaran untuk hal-hal yang sifatnya fisik,” tegas Gobel. Selain itu, katanya, siapkan SDM yang kuat di sektor-sektor yang sedang kita kejar seperti pertanian dan lain-lain.