Naskah Khutbah Jumat: Meraih Kebahagiaan di Negeri Akhirat

Tuhan yang disembah itu hanyalah Allah SWT.

ANTARA/Budi Candra Setya
Naskah Khutbah Jumat: Meraih Kebahagiaan di Negeri Akhirat
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yoesmanam, Kader Muhammadiyah dari Ranting Krapyak, Semarang Barat, Kota Semarang

Baca Juga


إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونَسْتَعِيْنُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، ونَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ َأَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ، فَلَا هَادِيَ لَهُ. وأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Pada kesempatan yang penuh rahmat ini Khatib mengajak kepada diri sendiri maupun jama’ah untuk tidak bosan-bosannya selalu memanjatkan puja-puji serta syukur kepada Allah SwT atas nikmat-nikmat-Nya yang tiada terhingga yang dilimpahkan kepada kita. Mensyukuri nikmat hendaknya dimantapkan dalam hati serta dijabarkan ke dalam bentuk perkataan dan perbuatan nyata. Artinya rasa syukur hendaknya selalu bisa mewarnai sepak terjang dalam kehidupan kesehari-harian kita. Dan usaha ini bisa dilakukan, manakala kadar serta kualitas keimanan serta ketakwaan seseorang kepada Allah SwT benar-benar teruji ke-eksistensiannya.

Shalawat dan salam untuk junjungan kita nabi besar Muhammad saw. Dan atas tuntunan serta keteladanannya sehingga kita bisa menjadi seorang Muslim yang kreatif dan dinamis sesuai pedoman hidup kita, yaitu Al Qur’anul Kariim.

 

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Al Qur’an, seperti diketahui adalah diturunkan di muka bumi ini, tepatnya di negara Arab 14 abad silam, saat mana di negara-negara tersebut begitu berkecamuknya pola pemikiran dan gaya hidup kebanyakan orang seorang yang bernuansakan kejahiliyahan, baik dalam hubungan dengan sesama manusia, maupun hubungan dengan Tuhan.

Mereka melakukan penyembahan-penyembahan terhadap benda/makhluk yang dianggap bisa mendatangkan manfaat serta diyakini bisa menghindarkan dari kemudharatan atau malapetaka. Seperti berhala, matahari, bulan, binatang serta benda atau makhluk yang lainnya.

Di samping itu secara rutin mereka juga mengadakan upacara atau acara ritual, misal mencari air antara bulan Rajab dan Ramadlan, yang kemudian dikenal sebagai upacara ritual atau peribadatan – nisfu Sa’ban – Mengapa hal itu dilakukannya? Mereka bermaksud mendatangkan air hujan, karena pada bulan-bulan itu di negara tersebut udara sangat panas, terjadi kekeringan dimana-mana.

Sayangnya, acara-acara yang tidak berdasar syar’i ini kini masih dilestarikan oleh sebagian ihwan Muslim kita, yaitu mengadakan serangkaian acara atau peribadatan guna menyongsong nisfu Sya’ban.

Al Qur’an telah diturunkan ke bumi ini, maka bagi seseorang yang mengaku dirinya Muslim harus meyakini kebenarannya. Firman Allah SwT sebagai tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an adalah benar-benar sebagai penerang serta sebagai satu-satunya solusi yang tepat, benar/hak untuk membebaskan pemikiran serta akhlak manusia dari belenggu kejahiliyahan untuk menuju kepada pemapanan pemikiran dan kehidupan serta pemantapan keyakinan menuju pemahaman akidah yang murni, yaitu mentauhidkan Tuhan Allah SwT.

Mungkin timbul suatu pertanyaan, benarkah dengan diturunkannya Al-Qur’an, apakah orang seorang sudah terbebas dari nuansa kejahiliyahan? Jawabannya, belum semua! Mengapa begitu? Karena sebagian besar manusia masih suka serta mencintai dan menggemari kejahiliyahan!

 

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Menurut akal fitrah, bahwa nuansa kejahiliyahan ini bisa diatasi dengan berpegang kepada keyakinan, serta akhlak yang baik, yang mapan. Sedang akhlak yang baik itu bisa dimiliki seseorang manakala pemikiran serta polah tingkah kehidupannya selalu berpedoman kepada Al-Qur’an serta sunnah Rasul yang shahih. Sebab banyak ditengarai, apabila mengambil sarana di luar Al-Qur’an serta di luar sunnah Rasul saw, tidak jarang akan menjadikan akhlak eror dan iman selalu goyah.

Lalu bagaimana untuk meraih kemurnian akidah serta mengamalkan akhlak yang baik di tengah masyarakat sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan hidup di negeri akhirat? Baiklah dalam format ini Khatib petikan sebuah firman Allah SwT dalam Al-Qur’an yang barangkali bisa digunakan sebagai rujukan, sebagaimana ditegaskan-Nya:

Katakanlah: “Sesungguhnya aku (Muhammad) ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku; Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa,” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Q.s. Al-Kahfi [18]: 110).

Apabila kita kaji maka ayat di atas memberikan petunjuk kepada manusia bahwa Tuhan yang disembah itu hanyalah Allah SwT. Di samping itu kepada siapa saja yang ingin berjumpa dengan Allah SwT, agar mengerjakan amal-amal shalih, serta manusia dilarang untuk memperse­kutukan seorang-pun dengan Allah SwT.

 

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Lalu bagaimana pelaksanaannya dengan konteks mencari kebahagiaan uhrawi. Dalam kasus ini, maka yang benar-benar perlu disadari, bahwa “muara baku”-nya adalah terletak pada masalah akidah. Di sini peranan akhlak yang baik yang konsisten adalah memegang kunci utama.

Oleh karenanya apabila terjadi kecacatan pada akhlak akan menjadikan pemahaman tentang ke-Esaan Allah bisa terganggu, bisa eror, dan bisa tidak murni. Dan apabila terkondisi yang demikian, maka ujung-ujungnya usaha meraih kebahagiaan negeri akhirat bakal tidak tercapai bahkan sebaliknya manusia akan memetik ulahnya itu dalam kesengsaraan yang panjang yang tiada taranya.

Sebagai gambaran yang simpel tentang ke-eroran akhlak dalam masalah akidah, misal: Memohon keselamatan dengan memberi sesaji/sesembahan kepada yang dianggap sebagai “penunggu/baureksa” perempatan/pertigaan jalan, jembatan, bumi, gunung, laut serta sesaji kepada macam-macam benda/makhluk; keris, patung, pepohonan, juga binatang. Serta mengkeramatkan kuburan seseorang yang dianggap shalih dsb.

Perbuatan semacam ini apabila dilakukan oleh seorang Muslim, secara sadar atau tidak sadar ia telah mencampur-baurkan antara pemahaman yang hak dan yang batil. Yang berarti telah terjadi kekacauan pada akhlak. Ia sudah terperangkap kepada perbuatan syirik, yaitu menyembah kepada selain Allah SwT.

Sebagai seorang Muslim seharusnya benar-benar menyadari bahwa memuja-muja atau menyembah selain kepada Allah SwT adalah syirik. Dan dosa syirik tidak bakal diampuni oleh Allah SwT, sebagaimana difirmankan-Nya;

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya,” (Q.s. An-Nisa’ [4]: 48).

Sebuah pertanyaan mungkin muncul; Mengapa sampai kini ada diantara seseorang Muslim yang masih saja mencampur-adukkan antara pemahaman yang hak/benar dan yang batil dalam masalah akidah ini? Jawabannya, karena dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SwT ia lakukan tidak sepenuh hati atau dengan kata lain masih setengah-setengah (meski mereka tidak mengakui sikap yang dilakukannya itu). Jadi unsur keragu-raguan masih berkecamuk dalam hati dan benaknya. Dalam kaitan ini Allah SwT telah memperingatkannya, sebagaimana firman-Nya;

“Dan di antara manusia ada orangyang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak penuh keyakinan); maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia     ditimpa suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (kembali melakukan kekufuran/kemusyrikan). Rugilah ia di dunia dan di akhirat…..,”. (Q.s. Al-Haj [22]: 11).

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَ لَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ العَظِيْمِ  وَ نَفَعَنِيْ وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَ تَقَبَّلَ اللهُ مِنّيْ وَ مِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah Kedua

الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَ الْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنِ وَ لَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ, أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه. فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَ إِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ, وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Mengakhiri khutbah kali ini, baiklah Khatib bacakan sebuah hadits qudsi yang merupakan peringatan dari Allah SwT, agar manusia dalam beramal yang baik atau beribadat tidak menyertakan unsur-unsur kemusyrikan, sebab hal itu akan membahayakan dirinya sendiri..

Nabi kita Muhammad saw bersabda, Allah SwT berfirman: “Aku adalah sebaik-baik sekutu. Barangsiapa meengerjakan suatu amal yang di situ dia mensekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku berlepas diri darinya dan dia diserahkan kepada sekutunya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Bertolak dari firman Allah SwT serta firman Allah pada Hadits qudsi sebagaimana Khatib bacakan di atas, maka marilah kita mumikan akidah kita serta kita “paterikan” dalam had bahwa Al-Qur’an benar-benar sebagai pedoman hidup kita dan kita siap serta konsekuen untuk menjabarkannya kepada tingkah laku sehari-hari. Apabila hal itu mantap menjadi tekad kita, maka yang kita harapkan untuk meraih kebahagiaan di negeri akhirat serta menikmati dari kenikmatan dunia insya-Allah bakal tercapai dengan selamat!. Amin ya Rabbal ‘alamin.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَعْوَاتِ. اللّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِهِمْ الْإِيْمَانَ وَالحِكْمَةَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يَشْكُرُوْا نِعْمَتَكَ الَتِي أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ.

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَجَنِّبْنَا الفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ، وَبَارِكْ لَنَا فيْ أَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوْبِنَا ، وَأَزْوَاجِنَا ، وَذُرِّيَّاتِنَا ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِيْنَ لِنِعْمَتِكَ ، مُثْنِيْنَ بِهَا ، قَابِلِيْهَا ، وَأَتَمَّهَا عَلَيْنَا

اللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيِنَ، وَ اخْذُلْ مَنْ خَذَلَ المُسْلِمِيْنَ, وَاهْلِكِ الكِفِرِةِ وِ المُشْرِكِيْنَ, أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ, وَاجْعَلْنَا مِنَ الصَّابِرِيْنَ, وَ اجْعَلْنَا مِنَ المُفْلِحِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, َقِنَا عَذَابَ النَّارِ, وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ, وَ الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

 

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler