Psikolog: Beri Ruang Lebih Luas untuk Keluarga Ridwan Kamil

Musibah hilangnya Emmeril di Sungai Aere, Bern adalah peristiwa traumatik.

Tangkapan layar
Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil melantunkan adzan di tepi Sungai Aare, Bern, Swiss, Kamis (2/6/2022).
Rep: Arie Lukihardianti Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat diminta untuk terus memberikan dukungan moril pada Ridwan Kamil dan Attalia Praratya yang pulang ke Indonesia usai memantau proses pencarian Emmeril Kahn Mumtadz di Sungai Aere, Bern, Swiss. Dari rilis KBRI Bern, Jumat (3/6/2022), Ridwan Kamil dan Attalia Praratya pulang ke Indonesia, pada Kamis sore (2/6/2022) untuk menjalankan tugas sebagai Gubernur Jawa Barat.

Baca Juga


Psikolog Universitas Islam Bandung (Unisba) Dinda Dwarawati menilai, Ridwan Kamil dan Atalia menjalani satu pekan yang sangat berat. Tak hanya kedua pasangan tersebut, keluarga besar pun merasakan hal yang sama.

"Saya lihat hampir satu pekan ini sangat berat buat beliau berdua dan keluarga besar," ujar Dinda, kepada wartawan, Jumat (3/5/2022).

Dinda mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi ketegaran yang ditunjukan oleh Ridwan Kamil dan Atalia dalam mengikuti proses pencarian Emmeril oleh tim SAR Swiss. Meskipun situasi sedang tidak baik-baik saja, Dinda menilai, publik perlu memahami situasi psikologis dengan memberikan dukungan positif.

 

Warga melakukan shalat ghaib untuk putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril usai shalat Jumat di Masjid Raya Bandung, Alun-alun Kota Bandung, Jumat (3/6). Meski jenazah belum ditemukan, Ridwan Kamil beserta keluarga sudah mengikhlaskan sepenuhnya bahwa Eril kemungkinan sudah meninggal di Sungai Aare, Swiss. Memperhatikan keterangan dari pihak keluarga, serta dengan memperhatikan ketentuan agama, maka MUI Jawa Barat menyerukan warga untuk melakukan sholat Ghaib. - (Edi Yusuf/Republika)

Yakni, kata dia, dengan terus mengalirkan empati adalah bentuk dukungan positif. Publik juga diminta memahami kondisi mental Ridwan Kamil dan keluarga dengan bersikap bijak di sosial media. 

“Publik tidak boleh judgemental atau menghakimi. Tidak menduga-duga tanpa dasar yang dirasakan, tidak mengaitkan hal yang tidak relevan dengan musibah ini, misal soal podcast yang mengaitkan (musibah, red) dengan ucapan Kang Emil, tidak perlu,” paparnya.

Menurutnya, sikap memberi ruang pada Ridwan Kamil dan Atalia sudah ditunjukan oleh keluarga besar dan pemerintah. Keluarga berperan memberikan informasi yang jernih lewat kebijakan satu pintu, dan pemerintah memberikan perpanjangan izin bagi Ridwan Kamil di luar negeri.

“Dengan cara ini Kang Emil dan keluarga di sana bisa tenang, mereka bisa mendapat informasi langsung dari Tim SAR yang masih melakukan pencarian. Dan ini membuat mereka bisa mengukur kemungkinan buruk dan baik,” kata Dinda.

Dinda pun menganjurkan agar semua memberi ruang yang lebih luas pada keluarga dan kerabat setelah Ridwan Kamil beserta Atalia Praratya pulang ke Indonesia. Dukungan dari keluarga ini, akan semakin menguatkan Ridwan Kamil, Atalia dan adik Eril. 

“Keluarga terdekat dan keluarga besar harus jadi gerbang dan jadi ruang untuk validasi apa yang mereka rasakan. Support yang diberikan keluarga akhirnya menguatkan Kang Emil dan istri,” katanya.

Dinda menilai, musibah hilangnya Emmeril di Sungai Aere, Bern adalah peristiwa traumatik. Karena, kejadian yang bersifat tiba-tiba dan luar biasa. Namun jika ruang dan suasana positif itu dihadirkan publik dan keluarga, maka akan membuat Ridwan Kamil dan istri serta anak lebih nyaman dan lepas dari trauma.

“Kita biasanya melihat Kang Emil, Bu Atalia aktif di media sosial, sekarang dibatasi. Adiknya menutup Instagram, ini normal. Ini sangat berat untuk mereka, dan bukan hal yang mudah. Mereka butuh waktu,” paparnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler