Setahun Setelah Serangan Teror, Muslim Kanada Masih Hidup dalam Kekhawatiran
Menyebut serangan bermotivasi kebencian sebagai Islamofobia jadi isu kontroversial.
REPUBLIKA.CO.ID, ONTARIO -- Setahun setelah empat anggota keluarga Muslim di London, Ontario, dibunuh dalam serangan mobil yang dimotivasi kebencian, seorang warga Kanada Ingy Akkary mengaku anaknya masih gelisah ketika menyeberang jalan. Kekhawatiran masih dirasakan hingga kini.
"Dia takut menyeberang jalan. Bahkan di lingkungan itu, jika dia melihat mobil datang, dia akan lari ke halaman depan," kata Akkary dilansir dari CBC, Senin (6/6/2022).
Dia mengatakan reaksi putranya menghancurkan hatinya. Tapi terlepas dari ketakutannya, dia tidak bisa meyakinkannya serangan serupa tidak akan pernah terjadi lagi.
"Saya mencoba mengatakan kepadanya tidak ada yang akan terjadi padanya, tetapi saya tahu apa pun bisa terjadi. Saya terus berbicara dengannya seolah-olah itu adalah takdir. Jika sesuatu ditakdirkan untuk terjadi, itu akan terjadi di mana saja," katanya.
"Tapi tidak apa-apa. Kita bisa berjalan bersama. Aku memegang tanganmu. Jika Allah bersamamu, jangan takut," tambahnya.
Sudah setahun sejak Salman Afzaal, istrinya Madiha Salman, putri mereka, Yumna, dan ibu Salman Afzaal, Talat, terbunuh saat sedang berjalan-jalan di dekat rumah mereka di London, Ontario, Kanada.
Pelaku didakwa dengan empat tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan satu tuduhan percobaan pembunuhan, serta tuduhan terorisme. Fayez, putra Salman dan Madiha yang berusia sembilan tahun, adalah satu-satunya yang selamat dari serangan itu. Dia adalah teman sekelas Youssef.
Sejak acara tersebut, Akkary mengatakan komunitas Muslim berusaha untuk lebih merayakan kehidupan Afzaal dan fokus pada bagaimana orang Kanada bersatu melawan Islamofobia. "Melihat semua orang berkumpul, anak-anak kita melihat itu, kaum muda kita melihat itu. Mereka merasa bahwa, oke, semua orang berdiri bersama dan tidak ada yang akan baik-baik saja dengan kebencian," katanya.
Sebuah tonggak sejarah komunitas
Lebih dari 1.000 orang bergabung dalam pawai di London untuk memperingati keluarga Afzaal dan memerangi Islamofobia pada Ahad (5/6/2022). Di antara mereka yang hadir adalah Perdana Menteri Justin Trudeau.
"Kami berkumpul di sini untuk menghormati para korban tragedi mengerikan ini. Nyawa tiga generasi keluarga Afzaal diambil oleh tindakan kekerasan teroris yang brutal, pengecut dan kurang ajar," katanya.
Direktur komunikasi untuk Masjid Al Rashid di Edmonton Noor Al-Henedy mengatakan penting bagi perdana menteri untuk menyebut serangan itu sebagai tindakan terorisme karena Muslim distereotipkan sebagai teroris, sementara serangan terhadap Muslim jarang diklasifikasikan seperti itu.
"Jadi untuk melihat perdana menteri menyebut ini serangan teroris, ini adalah tonggak besar bagi komunitas kami," katanya.
Wakil Ketua Kedua Masjid Muslim London Nusaiba Al-Azem mengatakan merujuk serangan bermotivasi kebencian ini sebagai Islamofobia telah menjadi isu kontroversial di masa lalu. Jadi, itu adalah momen tonggak sejarah dalam kesadaran Muslim kolektif.
"Anda tidak dapat memperbaiki masalah jika Anda berpura-pura itu tidak ada," katanya.
Ini juga membantu kota-kota seperti London menjadi lebih sadar akan Islamofobia lokal dan bekerja lebih keras memerangi masalah ini. Awal tahun ini, kota tersebut merilis sebuah rencana aksi mengatasi Islamofobia.
Laporan tersebut, yang ditugaskan setelah serangan mobil 6 Juni 2021, merekomendasikan lebih banyak pendidikan tentang kontribusi Muslim dan pembentukan dewan penasihat anti-Islamofobia, di antara langkah-langkah lainnya. “Di atas kertas, rencana tersebut terlihat bagus dan tentunya mendapat dukungan dari komunitas Muslim di sini. Kami hanya perlu melihat bagaimana itu diluncurkan sekarang,” kata Al-Azem.