Dokter Juga Terkejut, Obat Ini Sembuhkan Semua Pasien Kanker Rektum dalam Uji Klinis
Dalam uji klinis, obat dostarlimab tampak mujarab pada 12 pasien kanker rektum.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah uji klinis yang melibatkan 12 pasien kanker rektum menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan para dokter. Alasannya, obat bernama dostarlimab yang diteliti dalam uji klinis ini berhasil menghilangkan tumor dari rektum pasien.
Seluruh pasien yang terlibat dalam uji klinis ini merupakan pasien kanker rektum yang memiliki tumor dengan mismatch repair-deficient (MMRd) atau microsatellite instability (MSI). Seluruh pasien yang terlibat sebelumnya sudah menerima terapi lain, seperti kemoterapi.
Selama uji klinis berlangsung, para partisipan diberikan obat dostarlimab dengan dosis 500 miligram setiap tiga pekan sekali. Pemberian obat ini berlangsung selama enam bulan.
Mulanya, tim peneliti menilai para pasien masih akan memerlukan terapi tambahan seperti kemoterapi atau radioterapi setelah dostarlimab diberikan. Akan tetapi, para pasien yang menerima obat dostarlimab ternyata tak lagi menunjukkan tanda kanker di bulan keenam.
Hal ini dapat terlihat melalui perbandingan foto atau gambaran kondisi rektum para pasien yang dibagikan oleh tim peneliti melalui New England Medical Journal. Foto-foto ini diambil melalui prosedur endoskopi, MRI, dan PET scan pada tiga waktu berbeda.
Ketiga waktu tersebut, yaitu sebelum pasien mengonsumsi obat dostarlimab, pada bulan ketiga, dan pada bulan keenam. Pada foto pertama, rektum para pasien tampak ditumbuhi oleh tumor.
Namun, pada foto yang diambil di bulan ketiga, rektum pasien sudah tampak hampir bersih. Dan, di bulan keenam, tumor benar-benar tak terlihat di rektum para pasien.
Tim peneliti mengungkapkan bahwa berbagai pemindaian tak lagi bisa mendeteksi keberadaan tumor pada pasien. Setelah satu tahun berlalu, tak ada satu pun dari pasien-pasien tersebut yang membutuhkan terapi lebih lanjut.
Dua tahun setelah uji klinis, yaitu saat ini, seluruh pasien masih menunjukkan kondisi yang prima. Mereka tak membutuhkan terapi lebih lanjut.
"Ini sangat luar biasa. Kami tak menyangka hal ini akan terjadi. Kami tak pernah melihat ini sebelumnya," jelas ahli onkologi dari Memorial Sloan Kettering Cancer Center dan salah satu peneliti Dr Andrea Cercek, seperti dilansir The Sun, Rabu (8/6/2022).
Bukan hanya tim peneliti yang merasa terkejut akan hasil pengobatan ini. Para pasien dalam uji klinis pun merasa sangat terkejut dan bahagia. Tak sedikit dari mereka yang menangis bahagia karena bisa mencapai remisi.
"Ada banyak tangisan bahagia," ungkap Dr Cercek.
Dr Cercek mengatakan temuan ini merupakan hal yang diimpikan oleh banyak dokter spesialis kanker. Terlebih, obat ini tak hanya memiliki efikasi yang baik, tetapi juga hampir tak memiliki toksisitas.
Peneliti meyakini bahwa obat dostarlimab ini telah membantu mengecilkan dan mengeliminasi tumor pada para pasien. Obat tersebut bekerja dengan cara membuka "persembunyian" sel-sel kanker sehingga sistem imun bisa menemukan dan menghancurkan sel-sel kanker tersebut.
Sebagai hasilnya, para pasien tak lagi membutuhkan terapi lebih lanjut untuk mengatasi kanker mereka. Hal ini turut meningkatkan kembali kualitas hidup para pasien.
Meski hampir tak memiliki toksisitas, obat ini tetap memiliki sedikit efek samping. Namun, efek samping ini bisa diatasi dengan mudah dan hanya dialami oleh 20 persen pasien saja.
Selain itu, ada satu pasien yang mengalami perdarahan rektum. Namun, ia tak mengalami gejala lain.
Dari segi harga, terapi menggunakan obat dostarlimab membutuhkan biaya yang cukup besar untuk sebagian orang. Obat dostarlimab dibanderol dengan harga 9.000 euro atau sekitar Rp 139 juta per dosis.
Ahli onkologi dari Lineberger Comprehensive Cancer Center Dr Hanna Sanoff turut memuji temuan ini. Dr Sanoff menilai temuan dalam uji klinis ini telah membawa optimisme yang besar.
Akan tetapi, meski temuan ini sangat menjanjikan, Dr Sanoff mengatakan, obat dostarlimab belum bisa menjadi terapi pengobatan standar untuk kanker. Alasannya, uji klinis ini hanya melibatkan 12 orang pasien kanker rektum dari Amerika Serikat sebagai partisipan. Dibutuhkan uji klinis dengan cakupan yang lebih luas sebelum obat ini bisa dijadikan sebagai standar terapi untuk kanker rektum.