PMK Sudah Ditemukan di 12 Kapanewon di Sleman

Gambaran kasus PMK di Kabupaten Sleman yang telah dilaporkan mencapai 908 kasus.

Wihdan Hidayat / Republika
Veteriner Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman memeriksa sapi di Pasar Hewan Ambarketawang, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (21/5/2022). Pemeriksaan ini untuk antisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak yang dijual. Selain itu, dinas terkait saat ini menghimbau pedagang untuk tidak membeli dan memasukkan hewan ternak dari luar Sleman.
Rep: Wahyu Suryana Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penyebaran virus penyakit mulut dan kuku (PMK) telah masuk Kabupaten Sleman. Wilayah yang dilewati lalu lintas ternak antar daerah dan berbatasan dengan wilayah kabupaten lain turut memiliki potensi terjadinya kasus PMK.


Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Nawangwulan mengatakan, tersisa lima kapanewon di Sleman yang belum ditemui kasus PMK. Situasi terkini penyebaran PMK telah ditemukan di 12 kapanewon.

"Mulai dari Kapanewon Moyudan, Gamping, Tempel, Mlati, Sleman, Ngaglik, Pakem, Ngemplak, Cangkringan, Berbah, Prambanan dan Kalasan," kata Nawangwulan, Kamis (9/6/2022).

Mengamankan ternak ruminansia bernilai ekonomi Rp 663.964.707.000 mutlak harus dilakukan. Terdiri dari sapi potong 32.625 ekor, sapi perah 3.419 ekor, kerbau 189 ekor, kambing 23.802 ekor dan domba 36.113 ekor milik peternak Sleman.

Sampai 8 Juni 2022, gambaran kasus PMK di Kabupaten Sleman yang telah dilaporkan mencapai 908 kasus. Terdiri dari 882 suspect ditambah 26 terkonfirmasi uji PCR PMK positif. Dari 908, 897 sakit dan ditangani, tiga mati dan delapan sembuh.

"Sebanyak 897 dalam pengawasan dan pengobatan oleh petugas teknis kesehatan hewan dan tidak ada yang dipotong paksa," ujar Nawangwulan.

Dari hasil investigasi di semua titik kejadian kasus, penyebaran penyebaran PMK di Sleman ditengarai berasal dari masuknya ternak dari luar daerah. Pedagang ternak dan alat angkut dari luar daerah atau lokasi lain di Kabupaten Sleman.

Kemudian, mutasi ternak dalam wilayah di kabupaten Sleman, didukung sifat alami virus PMK yang bisa menyebar melalui udara. Tingginya angka kasus PMK di Sleman disebabkan kecepatan respon dan penelusuran oleh petugas teknis kesehatan hewan.

Ia menilai, ketersediaan sumber daya manusia dan pusat kesehatan hewan yang ada sangat mendukung kecepatan respon selama ini. Karenanya, Pemkab Sleman melalui Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan terus melakukan upaya-upaya penanganan.

Mulai dari melakukan koordinasi internal dan menggerakkan semua petugas di UPTD Balai Penyuluhan Pertanian, Pangan dan Perikanan, UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan , UPTD Pasar Hewan (RPH), Rumah Potong Hewan dan Pusat Kesehatan Hewan.

"Untuk bersinergi mengawasi dan melakukan sosialisasi komunikasi, informasi dan edukasi PMK, serta respon cepat terhadap laporan masyarakat setiap kapanewon," kata Nawangwulan.

Memastikan ketersediaan obat, desinfektan, alat pelindung diri dan sarana lain di UPTD Pelayanan Kesehatan Hewan dan Pusat Kesehatan Hewan siap dipakai. Lalu, membuat tim monitoring lalu lintas ternak yang bertugas setiap kali pasaran.

Selain itu, melakukan cek dan re-cek terhadap laporan dari masyarakat terkait ternak yang menunjukkan gejala sakit, terutama yang mengarah ke PMK. Kemudian, melakukan pengobatan ke ternak yang secara klinis sudah menunjukkan adanya PMK.

"Adanya partisipasi dan peran serta dari pemilik dalam penanganan ternak yang menunjukkan gejala klinis PMK menunjukkan adanya kesembuhan ternak tersebut," ujar Nawangwulan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler