Masuknya Subvarian Baru BA.4 dan BA.5 Memang Hanya Masalah Waktu

Tingkat keparahan BA.4 atau BA.5 disebut lebih rendah dari varian Omicron lain.

www.wikimedia.org
Empat kasus yang teridentifikasi varian Omicron BA.4 dan BA.5 teridentifikasi di Indonesia.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dian Fath Risalah, Gumanti Awaliyah

Masuknya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 ke Indonesia sebenarnya sudah diprediksi. Terutama ketika negara-negara terdekat dengan Indonesia sudah mengonfirmasi masuknya subvarian baru dan perbatasan antarnegara juga sudah dibuka.  

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, situasi Covid-19 global, apalagi di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Australia, akan sangat mempengaruhi situasi Covid-19 di Indonesia. "Pandemi seperti itu, sementara kita tidak mungkin menutup diri mencegah masuknya virus dengan menutup pintu masuk dengan mengandalkan blokade. Artinya ketika di Singapura terdeteksi BA.4 dan BA.5,  di negara Eropa juga sudah terdeteksi maka itu perkara waktu saja terdeteksi di Indonesia," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (10/6/2022).

Menurutnya, situasi globalisasi saat ini yang melonggarkan interaksi maka sulit menghindari masuknya satu varian atau subvarian baru. Bahkan, ketika varian atau subvarian ditemukan di negara tetangga seperti Singapura maka potensi terjadi di Indonesia tentu jelas besar.

Dicky memperkirakan, ketika satu kasus ditemukan di Indonesia, sebetulnya kejadian Omicron dan subvariannya sudah ada sejak sepekan lalu. Apalagi, ia mengingatkan kasus Covid-19 didominasi oleh yang tidak bergejala.

"Kemudian, kalau ditanya apakah infeksi ini bisa menambah kasus Covid-19 di Indonesia? Ya jelas ada dan itu sudah terbukti terjadi di banyak negara seperti China, Jepang, hingga Taiwan. Jadi, kasus infeksinya sulit dihindari karena kemampuan BA.4 dan BA.5 yang bisa bersirkulasi dan menginfeksi," katanya.

Bahkan, Dicky memperkirakan kasus subvarian BA.4 dan BA.5 bisa menginfeksi orang yang sudah divaksin. Namun, karena orang yang divaksin sudah memiliki proteksi karena sudah disuntik tiga dosis maka lebih aman meski terinfeksi tanpa gejala. Yang menjadi masalah dan Dicky khawatirkan adalah ketika cakupan vaksinasi Covid-19 tiga dosis rendah, khususnya kelompok rawan seperti lanjut usia, penyakit penyerta (komorbid) yang akan berpotensi menambah kasus atau perawatan rumah sakit, hingga kematian.

"Bahkan, di Taiwan, angka kematian akibat penularan subvarian ini lebih tinggi dibandingkan varian Delta," ujarnya.

Oleh karena itu, Dicky kembali mengingatkan supaya masyarakat tidak boleh terlalu euforia karena status Covid-19 masih pandemi. Ketika terjadi pandemi, dia melanjutkan, apa yang terjadi di luar negeri bisa terjadi di Indonesia. Untuk menghadapi masalah ini, ia meminta pemerintah melakukan akselerasi cakupan vaksin Covid-19 dosis ketiga, khususnya kelompok rawan yang berisiko tinggi.

"Kalau rekomendasi saya di akhir tahun ini ditargetkan 50 persen dari total populasi Indonesia sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis ketiga dan setidaknya 70 persen dari kelompok berisiko juga mendapatkan dosis ketiga. Bila diperlukan, di beberapa kasus dan kelompok bisa diberikan dosis keempat," katanya.

Selain itu, Dicky juga meminta adanya literasi membangun kewaspadaan, persepsi risiko dengan strategi risiko yang baik, konsisten agar masyarakat tetap menerapkan pola hidup sehat, bersih, dan adaptif terhadap situasi pandemi. Yaitu memakai masker, mencuci tangan, meminimalisir keramaian dan kerumunan. Ia menambahkan, selain literasi, pemerintah juga berkewajiban menjaga konsistensi surveillans sesuai skala. Selain itu, ia meminta adanya perbaikan sirkulasi udara dan ventilasi di banyak tempat, khususnya dalam ruangan seperti jendela.

"Karena ini penyakit ditularkan melalui udara. Jadi, faktor lingkungan diperbaiki," katanya.

Selain itu, ia meminta faktor manusia diperbaiki, baik internal yaitu proteksi vaksinasi maupun eksternal perilaku pakai masker yang dibenahi. Dicky menegaskan, upaya ini tak bisa ditunda. Kalau upaya ini tidak bisa dilakukan segera maka artinya menumpuk pekerjaan rumah. Dicky memperkirakan dampak Covid-19 nantinya juga masih ada langsung atau tak langsung.

Hari ini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap varian baru corona BA.4 dan BA.5 yang dikhawatirkan menjadi pemicu gelombang Omicron baru Singapura sudah ditemukan di Indonesia. Menurutnya, hal ini menjadi penyebab utama Corona di Indonesia belakangan kembali meningkat.

Ia menyebut ada empat kasus yang teridentifikasi varian baru Corona BA.4 dan BA.5. Menkes mengingatkan kedua varian tersebut bisa lolos dari imunitas pasca vaksinasi Covid-19. "Yang perlu dipahami kenaikan dari kasus disebabkan oleh varian baru jadi kita sudah memastikan penyebab kasus naik pasti adanya varian baru," tuturnya saat ditemui di Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jumat (10/6/2022).

Baca Juga


Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH mengatakan, mayoritas pasien subvarian Omicron yang baru yaitu BA.4 dan BA.5 tidak bergejala. Dari empat orang yang terkonfirmasi hanya satu yang bergejala ringan seperti gatal di tenggorokan dan badan pegal.

"Dari kondisi ini tiga orang itu tidak bergejala. Hanya satu orang yang bergejala ringan dengan sakit tenggorokan dan badan pegal. Mereka rata-rata sudah divaksin bahkan sudah ada 4 kali divaksin," ungkap Syahril.

Dari empat kasus subvarian baru Covid-19 itu, subvarian BA.4 ditemukan pada 1 orang Warga Negara Indonesia (WNI). Sementara BA.5 ditemukan pada 3 orang Warga Negara Asing (WNA). "Untuk kondisi klinis WNI tidak bergejala dan vaksinasi Covid-19 sudah dua kali," ujarnya.

Kemudian 3 WNA positif subvarian BA.5, semuanya laki-laki merupakan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). WNA pertama berusia 45 tahun, merupakan delegasi The Global Platform Disaster Risk Reduction (GPDRR).

"Pasien kedua ini tidak bergejala dan sudah vaksin tiga kali (J&J)," kata dia.

Kemudian, WNA kedua berusia 57 tahun, kondisi klinisnya bergejala ringan yakni sakit tenggorokan dan bedan pegal-pegal. Ia juga merupakan bagian delegasi GPDRR.

"Pasien ketiga ini bahkan sudah divaksin sebanyak empat kali (Pfizer)," terangnya.

Sementara WNA yang merupakan pasien keempat laki-laki berusia 34 tahun juga sebagai delegasi GPDRR. Hasil PCR positif namun tidak menunjukan gejala. Ia juga sudah mendapatkan vaksin 3 kali, 2 kali dengan AstraZeneca dan satu kali dengan J&J.

Kemenkes menyatakan, keempat kasus tersebut dilaporkan pada tanggal 6 Juni 2022 lalu. Setelah melalui pemeriksaan Whole Genome Sequencing atau WGS, maka hasilnya pada 9 Juni menyatakan, satu orang positif BA.4 dan tiga orang positif BA.5.

Sebelumnya, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) sudah memperingatkan bahwa dua subvarian Omicron, yaitu BA.4 dan BA.5, mungkin dapat menghindari vaksin dan mendominasi kasus Covid-19 di Eropa. Kedua sub varian itu telah dilabeli "variant of concern".

"Kehadiran varian ini bisa menyebabkan peningkatan kasus Covid-19 yang signifikan di Uni Eropa/European Economic Area dalam beberapa pekan dan bulan mendatang, meskipun saat ini proporsi keseluruhan BA.4 dan BA.5 masih rendah," kata ECDC, seperti dilansir The Sun, Ahad (15/5/2022).

Para ahli di ECDC memperkirakan peningkatan pasien di rumah sakit dan ICU kemungkinan akan terjadi jika infeksi meluas. Karenanya badan itu mendesak semua negara untuk tetap waspada akan hal tersebut.

ECDC juga mengimbau semua individu berusia lebih dari 80 tahun untuk mendapatkan suntikan booster kedua sebagai upaya perlindungan dari infeksi SARS-CoV-2. Tidak hanya itu, individu di atas 60 dan kelompok rentan lainnya juga harus mendapat booster kedua.

Strain BA.4 dan BA.5 pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan masing-masing pada Januari dan Februari 2022 hingga kemudian mendominasi di negara itu. Temuan itu memicu kekhawatiran gelombang Covid-19 kelima di Afrika Selatan, ketika negara itu menuju musim dingin. Sementara BA.5 dikhawatirkan menjadi varian paling umum di Portugal pada 22 Mei.

Meskipun ada peringatan bisa menerobos pertahanan vaksin, ECDC melaporkan bahwa hingga kini tidak ada indikasi perubahan tingkat keparahan BA.4 atau BA.5 dibandingkan dengan garis keturunan Omicron sebelumnya.

Kasus Covid-19 akibat son of omicron. - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler