Rachmat Gobel: Impor Baju Ancam Industri Garmen

Industri garmen rumahan dan UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional

ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Warga memilih pakaian eks impor di sebuah lapak di Pasar Tradisional Masomba, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (3/2/2022). Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menyayangkan masih terjadi impor pakaian bekas di Indonesia.
Rep: ANTARA Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menyayangkan masih terjadi impor pakaian bekas di Indonesia. Padahal, impor pakaian bekas melanggar peraturan dan mengancam keberadaan industri garmen kecil dan rumahan.

"Ini sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan," kata Rachmat Gobel melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (12/6/2022).

Pemberitaan media nasional beberapa waktu lalu mengungkapkan masih marak impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah, bahkan angkanya terus meningkat sejak 2017. Padahal, kata Rachmat Gobel yang pernah menjadi Menteri Perdagangan pada Kabinet Kerja I Presiden Joko Widodo, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 menyebutkan impor pakaian bekas dilarang dan jika sudah masuk harus dimusnahkan. Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Ia mengatakan industri garmen rumahan dan skala UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional karena banyak menyerap tenaga kerja terutama dari lapisan bawah. Karena itu, ia menilai impor pakaian bekas tidak sesuai dengan konsep Presiden Jokowi yang membangun dari pinggiran dari desa dan dari bawah.

"Impor pakaian bekas tentu bertentangan dengan visi Bapak Presiden dan memperburuk ekonomi di lapis bawah serta melemahkan UMKM," ujar Rachmat Gobel.

Ia juga menilai pakaian bekas berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena di negara asalnya dikategori limbah dan sampah. "Tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia," kata dia.

Rachmat Gobel yang juga mantan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri, Ristek, dan Maritim itu mengatakan, membangun industri, khususnya garmen, membutuhkan kreativitas dan intelektualitas. Sebab pelaku industri ini harus memahami desain, tren, pasar, manajemen industri, hingga manajemen sumber daya manusia.

"Ini tidak sebanding dengan kemampuan importir pakaian bekas yang hanya membutuhkan koneksi dengan para pemegang kekuasaan dan kekuatan modal saja," katanya.

Ia menegaskan kemampuan membangun industri sekecil apapun akan memiliki dampak bagi keluarga dan masyarakat sekelilingnya.

Baca Juga


 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler