Polda Metro Amankan Tokoh Khilafatul Muslimin, Diyakini Sebagai Menteri Pendidikan
Polisi sebut AS atas perintah khalifah memiliki peran menetapkan bahan ajar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajaran Polda Metro Jaya kembali mengamankan tokoh Khilafatul Muslimin berinisial. Diduga AS memiliki peran sentral sebagai menteri pendidikan Khilafatul Muslimin. AS ditangkap di Mojokerto, pada Senin (13/6) sekitar pukul 00.30 WIB.
"AS atas perintah khalifah memiliki peran menetapkan bahan ajar atau kurikulum lembaga pendidikan yang terafiliasi dengan Khilafatul Muslimin," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan dalam keterangan kepada awak media, Senin (13/6).
Menurut Zulpan, sebagai menteri, tersangka AS berperan dalam pembuatan konten di buletin dan sejumlah tulisan yang diterbitkan oleh Khilafatul Muslimin. Diduga tulisan yang dibuat oleh AS dan bertentangan dengan Pancasila.
"Yang bersangkutan juga penulis di buletin, koran, dan lain-lain yang di keluarkan oleh Khilafatul Muslimin yang berisikan ajaran ataupun paham yang bertentangan dengan Pancasila," ujar Zulpan.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menegaskan akan menindak semua organisasi masyarakat (Ormas) yang kedapatan melanggar hukum. Termasuk Ormas Khilafatul Muslimim yang sedang dalam penyidikan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), Polda Metro Jaya.
"Terkait penyidikan Khliafatul Muslimin apapun namanya semua ormas yang melakukan pelanggaran hukum Polda Metro Jaya konsisten untuk melakukan penegakan hukum," tegas Fadil Imran di Lapangan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (13/6).
Dalam kasus pengungkapan Khilafatul Muslimin, pihak kepolisian telah menangkap sejumlah tokoh organisasi tersebut. Orang yang pertama kali ditangkap adalah pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja di Lampung pada Selasa (7/6). Lalu empat orang berinisial AA, IN, F, dan SW ditangkap di Lampung, Medan, dan Bekasi.
Akibat perbuatannya, mereka disangkakan dengan Pasal 59 ayat 4 dan 82 ayat 1 UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas. Kemudian pasal 14 ayat 1 dan 2, dan atau pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun penjara.