Kinerja Pemberantasan Korupsi, Boyamin: Kejakgung Berprestasi, KPK Ogah-ogahan

Anggaran yang diberikan untuk pemberantasan korupsi di KPK jauh lebih besar.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Koordinator MAKI Boyamin Saiman memberikan pandangannya saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/11/2021). Dalam RDP tersebut MAKI memberikan masukan dan pendapat mengenai substansi RUU tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu Jaksa berwenang melakukan koordinasi dalam rangka supervisi untuk percepatan dan atau penyelesaian penyidikan.
Rep: Amri Amrullah Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dan penggiat antikorupsi dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengakui saat ini Kejaksaan Agung (Kejakgung) giat dalam pemberantasan korupsi. Perbaikan kinerja pemberantasan korupsi di Kejakgung cukup terlihat dibandingkan KPK.

Sementara di KPK, Boyamin menilai upaya penyelesaian kasus korupsi cenderung menurun. KPK justru terkesan belum bekerja maksimal. Sedangkan di Kejakgung berusaha tunjukkan prestasinya

"Kejakgung saat ini sangat ingin berprestasi dalam pemberantasan korupsi. Sementara KPK nampaknya kurang maksimal, atau bahkan kelihatan bekerja ogah-ogahan. Ini yang nampak di sisi KPK," kata Boyamin kepada wartawan, Kamis (16/6/2022).

Boyamin menambahkan, Kejakgung saat ini terlihat bersemangat menindak berbagai kasus besar korupsi. Seperti kasus Jiwasraya, ASABRI, Garuda dan kasus besar lainnya. TeraKhir adalah kasus terkait penyelewengan minyak goreng di masyarakat.

Banyaknya kasus korupsi yang ditangani KejaKgung ini, menurut Boyamin, akhirnya berkorelasi terhadap kinerja KejaKgung. Sementara di KPK penanganan kasus korupsi Bansos terakhir, yang diharapkan masyarakat semakin membesar pengungkapannya, justru kini meredup. "Ya otomatis, kesannya kinerja pemberantasan korupsi di KPK ini jadi ada penurunan. Sedangkan anggaran yang diberikan jauh lebih besar," ujar Boyamin.

Di sisi lain, ia melihat kini Kejakgung telah berupaya memperbaiki lembaganya, dengan berusaha membuka diri menerima aduan dari masyarakat. Seperti dari ICW, MAKI, dan kelompok masyarakat sipil antikorupsi.

Apapun aduan dari masyarakat yang tidak memiliki kepentingan selain pengungkapan korupsi. Semua aduan itu memungkinkan untuk didalami oleh Kejakgung. Sementara KPK, ungkap dia, semakin ke sini semakin justru semakin tertutup dari pengaduan masyarakat.

"Dahulu KPK membuka diri terhadap peran serta masyarakat yang tidak punya kepentingan seperti ICW dan MAKI. Namun kemudian belakangan ini tertutup. Ini yang menjadikan menyulitkan KPK itu sendiri. Sementara Kejakgung terus membuka diri. Sangat terbuka untuk diskusi dengan teman-teman ICW dan MAKI," imbuhnya.

Kalau alasannya KPK kini fokus ke pencegahan, ia menegaskan justru Kejagung dan banyak lembaga pengawasan juga sama. Mereka sedang memperkuat pencegahan dari tindak pidana korupsi. Malahan, kata Boyamin, justru pencegahan di Kejakgung juga lebih besar. Seperti yang dilakukan Jamintel dan banyak me-review dan mengevaluasi semua kebijakan pemerintahan.

Karena itu, Boyamin mengingatkan ini semua kembali ke posisi kepemimpinan lembaga tersebut. Tampaknya, menurut dia, di kepemimpinan Kejakgung saat ini memang mengedepankan prestasi kinerja pemberantasan korupsi. "Setelah kasus Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra, Kejagung berbenah. Memperbaiki diri dan menunjukkan prestasinya. Sedangkan KPK dikritik bukan berbenah, justru sebaliknya menanggapi dengan negatif," tegasnya.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler