Pengamat: Langkah Nasdem Dirasa untuk Tarik Perhatian Masyarakat
Figur atau ketokohan lebih berperan dibandingkan dengan partai politik.
REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL -- Pilpres baru dimulai 2022 mendatang. Namun, isu-isu seputar pesta demokrasi terbesar ini sudah tumpah ruah di masyarakat. Antara lain isu-isu tentang siapakah sosok yang diusung untuk jadi bakal calon presiden Indonesia.
Terbaru, Nasdem mengusung tiga nama sebagai rekomendasi bakal calon. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa. Ini menjadikan Nasdem parpol pertama yang deklarasi.
Pakar politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Tunjung Sulaksono mengatakan, kemunculan nama-nama yang dianggap berpeluang ke permukaan wajar. Sebab, figur atau ketokohan lebih berperan dibandingkan dengan partai politik.
Meski begitu, sesuai UU 7/2017 tentang Pemilu jelas tertulis calon presiden harus diajukan parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi di DPR RI atau 25 persen secara nasional. Ini berarti ketokohan harus didukung adanya parpol.
Lewat langkah ini Nasdem secara politis berharap implikasi masyarakat melihatnya sebagai partai dan memberi keuntungan dalam pemilu legislatif. Apalagi, dari tiga nama yang diusung tersebut, tidak ada satupun yang merupakan kader Nasdem.
"Lho, terus kenapa direkomendasikan? Bisa saja agar partai Nasdem tercatat sebagai partai yang berani memunculkan capres pertama. Bisa dibilang untuk menarik perhatian masyarakat," kata Tunjung, Kamis (23/6/2022).
Dua nama yang diusung, Anies dan Ganjar, masih menjabat sebagai kepala daerah di daerah masing-masing. Namun, keduanya cukup populer dalam bursa balon presiden. Posisi Anies dan Ganjar dapat dikatakan sebagai investasi dalam dunia politik.
Bagi Dosen Ilmu Pemerintahan UMY itu, secara tidak langsung saat menjalankan kepemimpinannya, kepala daerah telah menanamkan pengaruhnya atau berkampanye. Dalam satu periode, lima tahun dekat dengan masyarakat jadi kampanye gratis.
Artinya, lanjut Tunjung, jika kepemimpinannya berhasil, maka simpatisan dari daerah akan datang dengan sendirinya. Lalu, pengalaman dalam pemerintahan pada tingkat daerah dengan seluk beluk yang ada sudah cukup untuk menjadi bekal.
"Mudah sekali untuk dilihat, jika memimpin daerah saja awut-awutan ya perlu dipertanyakan," ujar Tunjung.
Nama Andika yang masih aktif dalam dunia militer turut diusung Nasdem. Padahal, dalam aturannya seseorang yang masih aktif di TNI tidak boleh berpolitik, bahkan tidak memiliki hak untuk dipilih dan memilih dalam agenda-agenda pemilihan umum.
Untuk itu, jika pencalonan Andika benar-benar terjadi, maka harus melepaskan status kemiliterannya. Perjalanan karir yang panjang dan berpindah tempat tentu memperdalam pengalaman dan pemahaman seorang militer mengenai sebuah daerah.
"Sosok dengan latar belakang militer ini juga kerap dikenal sebagai sosok yang tegas, ketegasan ini dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai sebuah keuntungan," kata Kepala Program Studi (Prodi) Ilmu Pemerintahan UMY tersebut.
Ia merasa, tiga nama itu sama-sama memiliki kesempatan untuk naik jadi capres. Namun, dikembalikan lagi ke parpol sebagai kendaraan politik mencalonkan diri. Pemerintah yang terbentuk nantinya pemerintah koalisi berbagai partai politik.
Ini disebabkan tidak adanya parpol yang dapat meraih suara mayoritas. Pencarian mitra koalisi yang tepat jadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pilpres ke depannya. Sejak merdeka, Indonesia telah dipimpin berbagai rezim pemerintahan.
Dalam rezim kini, Indonesia mengalami kondisi state qua state. Pemerintah masih memikirkan diri sendiri dan belum penuh berorientasi rakyat. Demokrasi Indonesia akhir-akhir ini malah mengalami kemunduran dan menjadi established democracy.
Yang paling kasat mata kasus Omnibus Law. Rakyat di seluruh Indonesia kompak bergerak turun ke jalan untuk menolaknya, namun pemerintah tetap jalan terus. Jadi, tidak sejalan yang diharapkan rakyat dengan yang dijalankan pemerintah.
Lalu, UU ITE yang membatasi rakyat untuk berpendapat dan mengeluarkan kritiknya kepada pemerintah. Karenanya, ia berharap, nanti presiden yang terpilih adalah benar-benar presiden yang mau mendengarkan suara rakyat.
"Tugas bagi presiden selanjutnya untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah. Selain itu kesejahteraan rakyat juga harus menjadi perhatian utama presiden," ujar ujar Tunjung.