Nilai Tukar Petani Hortikultura Kaltim Naik Jadi 118,84 pada Juni
NTP subsektor hortikultura merupakan subsektor yang mengalami peningkatan tertinggi.
REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada Juni 2022 mencapai 118,84 atau naik 7,45 persen ketimbang bulan sebelumnya yang tercatat 111,39.
"Dari lima subsektor pertanian yang disurvei BPS, nilai tukar petani subsektor hortikultura merupakan subsektor yang mengalami peningkatan tertinggi pada Juni 2022," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim Yusniar Juliana.
Nilai Tukar Petani (NTP) yang mengalami kenaikan tertinggi kedua adalah subsektor perkebunan rakyat yang mengalami kenaikan sebesar 2,91 persen dari 153,03 pada Mei menjadi 155,94 pada Juni. Peningkatan ketiga dicapai oleh subsektor peternakan yang naik 2,21 persen, dari 109,91 pada Mei menjadi 112,12 pada Juni.
"Pada Juni 2022 terdapat tiga subsektor yang mengalami peningkatan NTP, yakni subsektor hortikultura, subsektor tanaman perkebunan rakyat, dan subsektor peternakan," kata dia.
Sedangkan untuk dua subsektor lainnya justru mengalami penurunan yakni subsektor tanaman pangan turun 0,80 persen dan subsektor perikanan turun 1,09 persen. Secara keseluruhan, lanjutnya, NTP Kaltim pada Juni 2022 sebesar 124,28, terjadi kenaikan sebesar 2,26 persen jika dibandingkan dengan Mei 2022 yang tercatat 122,02.
Angka keseimbangan NTP adalah 100, jika NTP di bawah 100 berarti petani merugi, jika pas 100 berarti petani tidak untung dan tidak rugi, jika di atas 100, berarti tingkat kehidupan petani makmur. Ini berarti pada Juni 2022 secara ekonomi tingkat kehidupan petani lebih makmur.Ia melanjutkan peningkatan NTP disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani (It) mengalami kenaikan lebih tinggi ketimbang indeks harga yang dibayar petani (Ib).
NTP yang diperoleh dari perbandingan It terhadap Ib, katanya, merupakan salah satu indikator untuk melihat kemampuan atau tingkat daya beli petani di pedesaan. "NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif makin kuat pula daya beli petani," kata Yusniar.