Perjalanan Konflik Kuil dengan Masjid, Warisan India yang Masih Diperebutkan

Kondisi saat ini memicu kekhawatiran akan kembali terjadi insiden Masjid Babri.

Reuters
Masjid Gyanvapi di Varanasi, Uttar Pradesh, India. Perjalanan Konflik Kuil dengan Masjid, Warisan India yang Masih Diperebutkan
Rep: Amri Amrullah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai klaim oleh kelompok Hindu ekstremis sayap kanan terkait setidaknya enam situs keagamaan di India telah memicu kekhawatiran akan terulangnya insiden Masjid Babri di seluruh negera ini. Sebagaimana diketahui, 6 Desember 1992 dikenang dengan 'hari hitam' atau masa kelam karena konflik antaragama di India.

Baca Juga


Setidaknya, hampir 150 ribu orang menerobos barikade di sekitar Masjid Babri di kota negara bagian Uttar Pradesh, Ayodhya saat itu. Beberapa jam kemudian, mereka menghancurkan situs masjid bersejarah peninggalan abad ke-16 tersebut.

Sebelum penyerangan dan pembongkaran terhadap masjid itu, lembaga Survei Arkeologi India (ASI) memulai survei yang diperintahkan pengadilan untuk mengetahui apakah kuil Hindu Ram ada di situs tersebut. Lembaga ini mengklaim menemukan bukti sebuah kuil kuno, tetapi umat Muslim membantah temuan itu.

Pada 2019, Mahkamah Agung India kemudian memerintahkan tanah seluas 2,77 hektare di sekitar lokasi masjid tersebut untuk diberikan kepada umat Hindu, untuk kuil Hindu Ram. Badan Wakaf Sunni diberi lahan alternatif sebagai pengganti seluas lima hektare untuk membangun masjid.

Untuk saat ini, tempat itu tetap terbuka, tanah tandus yang dilapisi dengan kawat berduri. Ini sebagai sebuah monumen memorial pengingat dimana sebuah hari telah memicu ketidakharmonisan komunal.

Padahal, kedua umat beragama ini telah beratus-ratus tahun beribadah dan berdoa berdekatan satu sama lain di sebuah kuil dan masjid yang juga berdekatan satu sama lain. Melangkah ke tahun 2022, Masjid Gyanvapi di kota Varanasi di negara bagian Uttar Pradesh sekarang berada dalam pergolakan perselisihan yang berpotensi memicu ketegangan baru di India yang mayoritas beragama Hindu.

Umat Hindu mengklaim masjid ini dibangun di atas reruntuhan kuil Vishwanath, sebuah kuil Hindu abad ke-16 yang megah pada 1669. Sebagian mereka percaya kuil telah dihancurkan atas perintah Aurangzeb, kaisar Mughal keenam.

Atas dasar itu, kelompok ekstremis sayap kanan-Hindu telah mengajukan ke pengadilan setempat untuk meminta akses berdoa di dalam kompleks masjid tersebut. Akibatnya, pengadilan setempat memerintahkan pihak berwenang melakukan survei yang direkam dengan video.

 

Ia mengklaim menemukan shivalinga, sebuah artefak batu yang mewakili dewa Hindu bernama Siwa di situs tersebut. Klaim ini dibantah oleh otoritas masjid. Sejak itu, sebagian masjid disegel oleh pengadilan.

Kondisi ini sekarang telah memicu kekhawatiran akan kembali terjadi seperti insiden Masjid Babri di seluruh negeri. Meskipun kini ada undang-undang tahun 1991 yang disebut Undang-Undang Tempat Ibadah. Undang-undang tersebut melarang konversi tempat ibadah sejak kemerdekaan negara itu pada 1947.

“Satu-satunya jalan ke depan bagi India adalah menarik garis tegas dan berkata konflik ini tidak akan terjadi lebih jauh. Dan satu-satunya titik di mana kita dapat menarik garis batas adalah 15 Agustus 1947,” kata seorang analis politik Yogendra Yadav.

“Bangunan suci apa pun yang ada dalam bentuk apa pun pada hari itu tidak dapat diubah. Itulah tepatnya yang dikatakan UU tahun 1991. Itulah sebabnya Undang-undang itu harus membimbing kita hari ini, bukan hanya karena itu adalah hukum negara (dapat dicabut kapan saja), tetapi karena itu memformalkan kondisi keberadaan kita yang beradab," kata Yogendra.

Menurut Richard M. Eaton, yang mengajar sejarah Asia Selatan di Universitas Arizona, sejarawan mengatakan setidaknya 14 kuil 'pasti dihancurkan' oleh petugas Mughal selama 49 tahun pemerintahan Aurangzeb. Dia telah mencatat 80 contoh di India antara abad ke-12 dan ke-18.

Namun, kelompok ekstremis sayap kanan Hindu mengatakan ada 60 ribu kuil dihancurkan di bawah pemerintahan Muslim. Namun, tuduhan itu dibantah Syed Ali Nadeem Rezavi, seorang profesor sejarah di Universitas Muslim Aligarh.

Syed Ali mengatakan tuduhan itu berlebihan. “Jumlah tempat yang diperdebatkan jauh lebidi sedikit daripada yang disebutkan angka-angka ini. Namun, tidak dapat disangkal ada tempat-tempat yang sebelumnya adalah kuil dan diubah menjadi masjid,” katanya kepada TRT World.

Selain masjid Gyanvapi, pada saat ini, pola klaim yang sama oleh dituduhkan oleh kelompok ekstremis Hindu sayap kanan. Mereka menyebut setidaknya lima situs keagamaan kini, diantaranya, masjid Shahi di Mathura, kompleks Bhojshala di Dhar, Qutub Minar di Delhi, Teeli Wali masjid di Lucknow dan Hazrat Khwaja Gharib Nawaz Dargah di Ajmer.

Masjid Babri di Ayodhya, India yang sejak lama menjadi sengketa antara Muslim dan Hindu. - (AP Photo)

 

Masjid Shahi di Mathura adalah salah satu masjid yang menjadi subjek klaim bahwa masjid itu dibangun di atas tempat kelahiran dewa Hindu Krishna dan harus disingkirkan. Lebih banyak petisi dirilis untuk didengar pada 1 Juli menuntut penyegelan kompleks masjid dan komplek keamanannya ditingkatkan. Sehingga 'bukti kuil seperti simbol agama Hindu dll, yang ada di sana tidak dihancurkan'.

Kemudian, Qutub Minar, bangunan pada ketinggian 240 kaki, Ini adalah salah satu monumen paling ikonik di Delhi. Situs Warisan Dunia ini dibangun sebagai menara kemenangan oleh sultan pertama Delhi, Qutbuddin Aibak setelah ia mengalahkan penguasa Hindu pada 1192.

Menurut sejarawan, 27 kuil Hindu dan Jain yang berada disana juga dihancurkan, dan puing-puingnya digunakan untuk membangun masjid. Sekarang lebih dari 800 tahun kemudian, kelompok ekstrimis Hindu berusaha merebut kompleks tersebut.

Tahun lalu, pengadilan sipil menolak permohonan awal yang mengatakan kesalahan yang dilakukan di masa lalu tidak dapat menjadi dasar untuk mengganggu kedamaian kita sekarang dan masa depan. Diikuti dengan tuntutan untuk mengganti nama kompleks Wisnu Stambha, mantan direktur regional Survei Arkeologi India (ASI) Dharamveer Sharma mengatakan itu dibangun oleh Raja Vikramaditya, seorang raja India pada abad ke-5, untuk mempelajari arah matahari dan bukan oleh Qutbuddin Aibak.

“Ada kemiringan 25 inci di menara Qutb Minar. Itu karena dibuat untuk mengamati matahari dan karenanya, pada 21 Juni, antara pergeseran titik balik matahari, bayangan tidak akan jatuh di daerah itu selama setidaknya setengah jam. Ini adalah fakta ilmiah dan arkeologis," katanya seperti dikutip dalam laporan media.

Pada 9 Juni, pengadilan menunda perintahnya untuk 24 Agustus. Kompleks Bhojshala di distrik Dhar Madhya Pradesh adalah monumen abad ke-11 yang dilindungi ASI, yang diklaim oleh kelompok Hindu sayap kanan sebagai kuil Vagdevi (Dewi Hindu Saraswati). Pada saat yang sama, umat Islam menyebutnya Masjid Kamal Maula.

Pada 2003, ASI mengatur agar umat Hindu melaksanakan ibadah di tempat itu setiap hari Selasa, sementara umat Islam melakukannya pada Jumat. Namun, pada Mei, sebuah litigasi diajukan oleh kelompok sayap kanan Hindu Front for Justice, menentang perintah ASI.

“Hanya anggota komunitas Hindu yang memiliki hak mendasar berdasarkan Pasal 25 Konstitusi India untuk melakukan puja (doa) dan ritual di tempat Dewi Vagdevi Saraswati di dalam tempat Saraswati Sadan, umumnya dikenal sebagai Bhojshala terletak di Dhar. Anggota komunitas Muslim tidak berhak menggunakan bagian apa pun dari properti tersebut di atas untuk tujuan keagamaan apa pun," kata petisi tersebut.

Tepi Sungai Sarayu didekorasi pada malam upacara peletakan batu pertama sebuah kuil yang didedikasikan untuk dewa Hindu Ram di Ayodhya, India, Selasa, 4 Agustus 2020. Upacara peletakan batu pertama hari Rabu menyusul keputusan Mahkamah Agung India November lalu yang mendukung pembangunan kuil Hindu di situs sengketa di negara bagian Uttar Pradesh. Orang Hindu percaya bahwa dewa mereka, Ram, lahir di lokasi itu dan mengklaim bahwa Kaisar Muslim Babur membangun sebuah masjid di atas sebuah kuil di sana. Masjid Babri abad ke-16 dihancurkan oleh kelompok Hindu garis keras pada bulan Desember 1992, memicu kekerasan besar-besaran Hindu-Muslim yang menewaskan sekitar 2.000 orang. - (AP/Rajesh Kumar Singh)

Kemudian, Masjid Teele Wali, yang menurut para sejarawan, dibangun pada abad ke-16, juga disengketakan dengan alasan kuil-kuil bersejarah yang dipersembahkan untuk Shesh Nageshatileshwar dan dewa-dewa lain di kompleks itu dirusak. Kelompok ekstrem kanan Hindu, mengklaim Masjid Teele Wali adalah Laxman Tila dan harus dikembalikan kepada umat Hindu.

Petisi lain menentang Hazrat Khwaja Garib Nawaz Dargah di distrik Ajmer Rajasthan telah mengejutkan komunitas Muslim. Ini adalah makam Wali Sufi Khwaja Moinuddin Chishti, seorang yang dianggap orang suci Sufi abad ke-13 dan filsuf. Pada Mei, sebuah petisi diajukan kembali oleh kelompok sayap kanan Hindu Maharana Pratap Sena. Mereka mengklaim situs tersebut adalah sebuah kuil dan menuntut survei itu oleh Survei Arkeologi India (ASI).

“Dargah Khwaja Gareeb Nawaj adalah kuil Hindu kuno sebelumnya. Simbol Swastik ada di dinding dan jendela. Kami menuntut agar ASI melakukan survei terhadap dargah tersebut,” kata ketua kelompok itu kepada wartawan.

Menurut Rezavi, tuntutan saat ini untuk merestorasi kuil lebih tentang retribusi daripada keadilan, karena pengadilan sekarang sering mengizinkan petisi terhadap masjid sehingga membantu kelompok Hindu. Agenda kanan Hindu hampir selalu adalah untuk menjelek-jelekkan Muslim dengan menggunakan versi sejarah yang menunjukkan penguasa Muslim India pada abad pertengahan sebagai orang yang sulit diatur dan tidak adil.

“Nasionalis Hindu sekarang percaya negara bersama mereka, dan mereka sekarang dapat menuntut kembalinya tempat ibadah Muslim lainnya kepada umat Hindu. Inilah sebabnya mengapa di Mathura atau Mysuru, nasionalis Hindu menuntut hak untuk beribadah di tempat-tempat suci Muslim atau mengancam untuk menghancurkan mereka," kata Manimugdha Sharma, peneliti PhD dalam Sejarah di University of British Columbia, Kanada, dan rekan di Institute of Asian Research, School of Public Policy and Global Affairs.

Rezavi menggemakan pandangan yang sama, mengatakan Muslim dikambinghitamkan atas apa yang dilakukan beberapa raja abad pertengahan terhadap umat Hindu di abad ke-17 adalah bagian utama dari revisionisme sayap kanan Hindu, yang sangat kontras dengan apa yang telah diajarkan dalam buku teks India sejak negara itu memenangkan kemerdekaan dari Inggris pada 1947.

Bagi Sharma, India telah sampai pada titik di mana semangat nasionalistik Hindu mengalahkan kesarjanaan. "Fakta tidak penting di sini. Dalam pertempuran iman versus fakta, fakta jarang menang," katanya.

https://www.trtworld.com/magazine/the-temple-mosque-conflict-india-s-contested-heritage-58281

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler