Kemenkes Evaluasi Program Penanggulangan DBD

Program penanggulangan DBD dievaluasi guna memastikan efektivitas pelaksanaan.

ANTARA/Fransisco Carolio
Petugas melakukan fogging atau pengasapan menggunakan bahan kimia menjadi salah satu upaya untuk mengendalikan dan mencegah berkembangnya populasi nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah dengeu (DBD) terutama saat musim hujan.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan terus mengevaluasi program penanggulangan penyakit demam berdarah dengue (DBD) guna memastikan keefektifan pelaksanaannya. "Kita ada program lintas lembaga namanya pokjanal atau kelompok kerja operasional. Kita akan evaluasi program-program kemudian melihat seberapa efektif program bisa terlaksana," kata Dante saat bertemu media di Jakarta, Selasa (5/7/2022).

Baca Juga


Dia menambahkan, evaluasi program tersebut akan dilakukan Kemenkes bersama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya. Indikator bahwa program penanggulangan DBD telah berjalan efektif, kata Dante, di antaranya jika angka penularan, perawatan, dan kematian akibat DBD terus menurun dari waktu ke waktu.

Adapun program penanggulangan DBD yang dijalankan, salah satunya Jumantik atau Juru Pemantau Jentik yang dilaksanakan di setiap RW. Program tersebut bertujuan agar masyarakat aktif memantau lingkungannya dan mencegah timbulnya tempat-tempat yang berpotensi jadi sarang jentik nyamuk.

"Jumantik ini adalah untuk memantau lingkungannya apakah ada potensi jentik yang bisa berkembang akibat genangan air dan itu harus diselesaikan di masyarakat secara mandiri," ujar Dante.

Terbaru, Kemenkes berkolaborasi dengan swasta untuk meluncurkan mobil edukasi keliling yang bertujuan memberikan himbauan mengenai penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pencegahan DBD melalui 3M Plus. 3M Plus  yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas, dan mencegah timbulnya tempat perkembangbiakkan nyamuk. Hingga Juni 2022, Dante mengatakan jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia berada di angka sekitar 52 ribu kasus dengan jumlah kematian mencapai 516. 

Menurut dia, jumlah kasus DBD tersebut didominasi oleh pasien anak-anak. Pasalnya, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan. Padahal, ruangan yang cenderung tertutup dan gelap dapat menjadi tempat berkeliarannya nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD.

"Jadi anak-anak yang (lebih sering) tinggal di rumah, itu punya potensi lebih rentan untuk tertular demam berdarah," imbuh Dante.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler