Hutan Berubah Fungsi Bikin Ketersediaan Pakan Gajah Terbatas, Picu Konflik dengan Manusia

Kawasan hutan banyak yang berubah fungsi menjadi perkebunan dan permukiman.

ANTARA/RAHMAD
Gajah liar memasuki perkebunan kopi warga KM 37 Jabal Antara, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara, Aceh, Ahad (3/7/2022). Konflik gajah dan manusia sulit dihindari ketika hutan yang merupakan habitat alami satwa dilindungi tersebut beralih fungsi menjadi perkebunan dan permukiman.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, KABUPATEN BOGOR -- Pegiat konservasi satwa liar mengatakan banyaknya hutan yang berubah fungsi menjadi perkebunan dan permukiman berdampak pada habitat satwa gajah sumatera. Satwa bernama latin Elephas maximus sumatranus itu pun kesulitan mencari pakan.

Baca Juga


"Akibatnya, gajah sering sekali harus memasuki perkebunan masyarakat untuk mendapatkan pakan," kata Koordinator Umum Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI) Tony Sumampau kepada Antara di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/7/2022).

Tony melihat kondisi perubahan fungsi hutan merupakan salah satu faktor yang membuat satwa endemik itu kesulitan mendapatkan pakan di habitat alaminya. Menurutnya, kondisi seperti itu membuat konflik antara gajah dengan manusia tidak dapat dihindari.

Pada awal Juli 2022, kawanan gajah liar dilaporkan merusak rumah dan perkebunan warga di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Tony yang juga sekjen Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) itu mengemukakan bahwa kelompok gajah sumatera umumnya terdiri atas delapan hingga 15 ekor gajah.

Kawanan gajah dipimpin oleh gajah betina yang tua. Anggotanya terdiri dari beberapa ekor jantan, gajah betina, dan anak-anak gajah sampai remaja. Gajah remaja jantan yang menjelang dewasa akan diusir dari kelompoknya untuk menghindari perkawinan sesama keluarga di satu kelompok.

"Apabila kelompok gajah memasuki kawasan perkebunan pisang, jagung, padi, dan sawit masyarakat, dalam semalam saja mereka dapat meratakan 10 hingga 20 hektare kebun masyarakat, sehingga kita dapat membayangkan betapa besar kerugian yang akan diderita masyarakat," katanya.

Di sisi lain, menurut Tony, lahan yang digunakan oleh masyarakat untuk berkebun pada dasarnya adalah hutan yang memang menjadi habitat gajah. Gajah tadinya memiliki pakan berupa rumput, semak belukar, dan dedaunan dari pohon pohon yang berada di hutan.

Tony mengingatkan, perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan akan mengurangi ruang jelajah untuk gajah mendapatkan pakan. Konflik antara masyarakat dan gajah atau dengan satwa liar lainnya pun tidak dapat dihindari.

Tony menjelaskan, gajah sumatera merupakan satwa yang sangat cerdas. Mereka juga memiliki ikatan kekeluargaan yang sangat kuat.

"Sejauh habitat mereka tidak terganggu, kawanan kelompok gajah akan menjelajah dari satu daerah ke daerah lain secara rutin untuk mendapatkan pakan," katanya.

Untuk itu, dibutuhkan sinergi antara semua pemangku kepentingan terkait, baik pemerintah dan masyarakat dan lainnya guna mencari solusi untuk penanganan yang komprehensif.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler